Sejak kemarin malam Miko tidak berhenti menelfon Karamel. Otaknya berkata bahwa ia tidak perlu mengangkat telfon dari Miko toh nanti yang menjadi topik pembicaraan nya adalah bisnis dan menasihati. Et ralat. Bukan menasihati tapi memarahi Karamel.
Tapi hatinya berkata bahwa Miko adalah orang tua dan orang tua akan selama nya menjadi orang tua yang harusnya dihormati.
Karamel keluar dari kamar nya menuju balkon. Menikmati angin malam yang mungkin bisa meredakan emosinya yang memuncak. Karamel menggeser tombol hijau dilayar ponsel miliknya.
"Papa telfon kenapa ga diangkat Karamel?" terdengar suara berat dari seberang sana
"Karamel sibuk." Karamel berusaha menormalkan suara dan deru nafasnya
"Segitu sibuknya sampe ga bisa angkat telfon dari Papa?"
"Kenapa telfon?”
"Tiga atau empat bulan lagi Papa akan ke Jakarta."
"Hmm"
"Gimana sikap kamu ke Anna?"
"Biasa aja."
"Anna cerita ke Papa kalau kamu sulit di atur dan bertindak sesuka kamu. Papa mohon jaga sikap kamu, lakukan yang terbaik untuk Anna."
Segitu pentingkah menjaga perasaan Tante Anna dibanding menjaga perasaan anak kandungnya sendiri? - Batin Karamel
"Pa..Karamel ga betah disini. Karamel ga bisa hidup disini. Karamel mau---"
"Kita udah bahas ini sebelumnya. Ingat Kara.. Hanya sementara. SE.MEN.TA.RA."
"Tap--"
"Udah dulu ya Princess.. Love you. Papa mau lanjut kerja lagi.."
Tutt tuutt
Sambungan telfon terputus secara sepihak. Siapa lagi yang memutuskan kalau bukan Miko, Papanya.
"BUAT APA PAPA TELFON?! GA GUNA--" teriak Karamel menatap langit malam itu.
"Ck! Berisik banget sih!!"
Muncul sosok laki - laki dari samping balkon kamar Karamel. Dengan kaos tanpa lengan, celana pendek, dan rambut yang berantakan.
Karamel mengernyitkan keningnya "What?! Lo ngintilin gue ya?"
"Dih! Ge-er banget. Ini tuh rumah gue."
"Hah?" Karamel membulatkan kedua matanya
"Kenapa? Ga suka?"
Karamel hanya menatap malas wajah Kennaldy. Lalu mendudukkan tubuhnya di kursi yang ada di sudut balkon.
"Lo kenapa?" tanya Kennaldy dengan raut wajah yang mulai serius menatap Karamel
"Kenapa apanya?"
Kennaldy menggaruk tengkuknya dan berusaha mencari topik lain "Lo tinggal disini sama siapa?"
"Tante."
"Oh. Lo tadi telfonan sama Bokap ya?"
"Bukan urusan lo!"
Karamel masuk ke dalam kamarnya meninggalkan Kennaldy yang mematung di sana.
Karamel tidak pernah mau membicarakan tentang orang tuanya. Hal itu hanya akan memperparah sakit di hatinya. Mengetahui bahwa tak ada yang peduli dengan nya.
Cairan bening mulai keluar dari mata coklat milik Karamel. Tangisnya mulai terisak. Karamel hanya menginginkan kasih sayang dari kedua orang tuanya.
Tubuhnya terkulai lemas. Sudah dua hari pola makannya tidak teratur hanya sarapan. Tidak makan siang dan makan malam.
Hanya sepotong roti dan segelas susu yang masuk ke tubuhnya hari ini.
Karamel terkulai lemas di lantai kamar, bahkan untuk berdiri ia tak lagi memiliki tenaga.
Kenaldy pov
Kenaldy benar - benar dibuat bingung oleh makhluk yang satu ini. Karamel. Perempuan itu berbeda dari yang lainnya.
Seperti ada sesuatu yang ia sembunyikan. Tapi apa?
Gue bingung!
Otak nya terus berfikir tentang Karamel. Kenaldy mengambil benda pipih berwarna hitam di atas meja miliknya. Ia berbaring dan membuka aplikasi chat di ponselnya.
Ken : Woy [send]
Kennaldy mengirim pesan singkat kepada Andien, teman sebangku Karamel.
Andien : Ada angin apa lo chat gue? Tumben banget
Kennaldy membaca pesan itu, ia berusaha mencari alasan yang masuk akal agar Andien tidak curiga terhadapya.
Ken : Karamel kenapa? [ delete ]
Ken : Karamel. Temen baru lo jutek banget [ delete ]
Kennaldy mengacak rambutnya frustasi, bahkan ia sendiri tidak tau kenapa ia peduli dengan Karamel.
Ken : Punya kontak Karamel? [ send ]
Entah mengapa dengan lancar jari jarinya mengirim pesan itu pada Andien.
Andien : Punya. Kenapa?
Ken : Bagi dong :)
Andien : Enak aja lo! Minta sendirilah ke orangnya ;)
Ken : Dasar medit, pelit!
Andien : Bodo. Wkwk
Read! Kennaldy hanya membaca pesan balasan dari Andien.
Kennaldy kembali berkutat pada fikiran nya. Lalu ia kembali menuju Balkon.
Ia melirik sekilas ke arah kamar Karamel.Perlahan kaki nya melangkah dan matanya mengintip ke dalam kamar milik gadis itu.
Hiks.. Hikss
Suara isak tangis terdengar dari balik tembok kamar Karamel, suara tangisan itu terdengar sangat pilu dan sepertinya sangat menyakitkan.
Dia nangis? - Batin Kennaldy
"Karamel." panggil Kennaldy setengah berteriak
"Lo nangis?"
Dua pertanyaan yang meluncur dengan bebas dari mulut Kennaldy, namun nihil tak ada yang menjawab pertanyaan itu.
Justru suara tangisan yang tadi didengar oleh Kennaldy perlahan mulai menghilang.
"Apa gue salah denger ya?" gumam Kennaldy
"Ah! Bodo ah. Mending gue tidur."
Kennaldy mengacak rambutnya dan melangkah mundur, menghempaskan tubuhnya dikasur lalu meluncur ke alam mimpi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Karamel [Completed]
Roman pour AdolescentsKeluh kesah yang mungkin di alami Karamel juga mungkin di alami oleh remaja seusia kalian. Seorang anak yang hanya ingin memiliki bahagia. Tapi begitu sulit untuk diraih. Seorang anak yang hanya minta diperhatikan justru malah diacuhkan. Seorang ana...