Kejadian

3.7K 180 0
                                    

Sore ini Karamel memutuskan untuk ke Taman dekat Komplek rumah nya.  Ia memilih untuk menenangkan sejenak fikirannya.

Pandangan Karamel lurus menatap hamparan rumput yang luas. Kini dirinya terduduk di kursi panjang.

"Kenapa tadi ga sekolah?"

Karamel terlonjak kaget. Gadis itu menoleh ke arah sumber suara.

Dia kan cowok kepo! Tetangga gue sekaligus temen sekelas gue. - Batin Karamel

"Bukan urusan lo!"

"Sekarang jadi urusan gue lah!" ucap Kennaldy acuh dan melangkah untuk duduk disamping Karamel

"Apa urusan nya sama lo?"

"Ya..Ya ada urusannya lah sama gue. Sirik aja lo!" ucap Kennaldy gelagapan

"Hih! Dasar cowok kepo. Mau tau aja urusan orang."

Karamel  menatap tajam kedua bola mata milik Kennaldy. Keduanya terdiam beberapa saat, mencoba mencari arti dari tatapan itu.

Tesirat jelas ada luka di hati gadis itu. Kennaldy bisa melihat dari mata Karamel yang membengkak yang mungkin karena habis menangis.

Berarti semalem gue ga salah. Karamel beneran nangis. - Batin Kennaldy

"Tinggal di Jakarta ga enak ya! Kalau gue jadi lo gue bakal tinggal terus di London. Dan ga bakal ke Jakarta." ucap Kennaldy

Kennaldy berusaha untuk mencari topik lain agar tidak menyinggung perasaan Karamel.

"Sama aja. Di London ataupun Jakarta. Ga akan bisa ngerubah kehidupan seseorang."

Kennaldy terdiam menatap Karamel, sedangkan yang ditatap malah asik menatap langit yang mulai mendung.

Byurrrrr!!!

Hujan!

"Karamel.. Hujan! Ayo nyari tempat buat berteduh."

Kennaldy  sudah bersiap mengambil ancang - ancang untuk berlari. Namun, tidak dengan Karamel.

Gadis itu bukannya berlari. Tapi malah berdiam diri di tempat. Karamel terseyum menatap langit.

Pandangan Kennaldy tidak bisa berpindah menatap wajah manis gadis itu.

Entah mengapa ada rasa bahagia bisa melihat gadis itu bisa tersenyum.

"Kara! Lo ngapain sih? Hujan! Nanti lo sakit. Ayo balik."

Kennaldy membuka jaket yang ia kenakan. Lalu menaruhnya di atas kepala Karamel.

Karamel menolak perlakuan Kennaldy. Namun, ia tetap memaksa untuk memberikan jaketnya kepada Karamel.

"Lo pulang duluan aja. Gue masih mau disini." ucap Karamel sedikit berteriak karena suara nya kalah dengan desiran air yang mengalir deras dari langit.

"Gue juga masih mau disini."

"Terserah lo."

Tiba - tiba kilatan petir menggelegar dari langit. Membuat Karamel ketakutan dan berlari memeluk erat tubuh Kennaldy.

Kennaldy terpaku akan pelukan itu.

Entah mengapa jantungnya berdegup kencang mendapati Karamel menyandarkan kepala di dada bidang miliknya.

Entah bisikan gaib darimana. Kennaldy justru membalas pelukan itu. Ia menundukkan kepalanya menatap wajah pucat gadis itu.

Samar - samar Kennaldy mendengar Karamel berbicara.

"Karamel  kangen  Papa."

Mata Karamel mulai terpejam, kakinya tidak bisa lagi menopang tubuh. Kennaldy  sadar akan perubahan Karamel yang tidak lagi memeluknya dengan erat.

"Kara! Karamel  lo pingsan?"

"Kara.."

Kennaldy  menepuk pelan pipi tirus milik Karamel. Karamel terkulai lemah di rumput taman.

"Karamel!!!"

"Lo bercanda kan?!"

"KARAMEL! BERCANDAAN LO GA LUCU!!!! BANGUN."

Kenapa jadi gini?

Apa Karamel sakit?

Kalau dia sakit, kenapa dia main hujan?

Sumpah demi apapun! Gue panik tingkat dewa.

Kennaldy membopong Karamel  ala bridal style. Ia membawa Karamel menuju rumahnya.

Hujan mulai reda. Kennaldy  segera mempercepat langkahnya untuk membawa Karamel  sampai dirumahnya.

"Permisi..."

Dengan susah payah Kennaldy mengetuk pintu rumah Karamel karena kedua tangannya masih sibuk membopong gadis itu.

Sebenarnya ada Bell di rumah ini. Namun,  bell rumah terlalu tunggi. Dan tidak bisa dijangkau  jika Kennaldy masih membopong Karamel.

"Permisiii.."  ulang Kennaldy dengan suara lebih kencang

Beberapa detik menunggu. Sosok wanita berambut pirang muncul dari balik pintu, wajahnya kaget ketika melihat kondisi Karamel yang basah kuyup dan digendong oleh seorang laki  laki.

"Karamel? Karamel kenapa? Kamu ngapain?!"

"Tan.. Tante nanti saya jelasin ya, sekarang tolong bantu Karamel tante."

"Okeyy.. Bawa masuk Karamel."

"Iya tante."

"Kamu bawa Karamel  ke kamarnya. Tante ambil kompresan dulu."

"Kamar Kara--"

"Kamarnya di atas. Di depan pintunya ada tulisan Karamel."

"Baik tante."

Kennaldy  segera membawa Karamel menuju kamarnya. Ia melihat tulisan KARAMEL yang terukir indah di pintu. Ia yakin bahwa itu adalah kamar Karamel.

Tante Anna datang membawa kompresan. Dan menatap Karamel yang berbaring lemah di ranjang.

"Sebaiknya kamu tunggu di luar. Biar tante yang urus Karamel." ucap Anna tersenyum

"Kalau gitu saya pulang dulu, Tan. Besok saya ke sini lagi." Ucap Kennaldy berusaha sesopan mungkin

"Kita tetanggaan kan? Rumah kamu di sebelah? Kamu anak nya Jullia?"

"Iya tante. Rumah saya di sebelah rumah tante."

"Alright! Thank you udah antar Karamel."

"Sama - sama tante. Kalau gitu Ken pamit ya."

"Okey.."

Kennaldy menatap gadis itu sekilas lalu keluar dari kamar Karamel dan pergi menuju rumahnya yang berada disebelah rumah Karamel.

Karamel [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang