3. Pengganggu

7.9K 267 123
                                    

Angin barat yang berembus kencang menjadikan ujung tirai berwarna putih tipis menari lihai. Suhu udara pagi yang benar-benar dingin hingga merasuk kulit membuat Shilla yang sedang meringkuk di atas kasur semakin mengeratkan selimut untuk membungkus tubuh mungilnya. Shilla menyerundukkan kepalanya ke bawah bantal untuk mendapatkan kenyamanan. Mencari kehangatan dari tebalnya selimut bermotif bunga sakura yang harum lembut.

Rasanya enggan sekali untuk terjaga. Lagipula, ia sedang menerima tamu bulanan. Jadi tidak melaksanakan qiyamul lail ataupun salat subuh seperti biasanya. Ditambah sekarang hari Minggu, sekolah libur.

Silaunya fajar yang masuk ke celah ventilasi kamar ternyata tidak mampu membangunkan tidur pulas gadis berwajah cantik dan berperilaku baik yang baru menginjak usia 17 tahun itu. Telinga dia seakan tersumpal batu hingga tidak bisa mendengar ocehan burung yang berkicau merdu. Kokokan ayam jago tetangga bahkan sekarang sudah berhenti, mungkin karena kehabisan suara dan lebih memilih untuk mencari rezeki.

"SHILLAAA!" teriakan maut yang berasal dari luar kamar tiba-tiba menikam gendang telinga!

Shilla langsung berjingkut dari ranjang dalam keadaan kaget. Secara spontan ia segera berlari menuju pintu kamar yang sedang digedor-gedor dengan kekuatan maha dahsyat.

Di luar kamar, ada Ita si pemilik suara gambreng bervolume keras. Dia masih setia teriak-teriak untuk membangunkan Shilla. Di belakang tubuh semampai gemuknya ada Fika, Gatha, dan Alyna yang dengan serempak tengah menutup daun telinga. Jika tidak, demi ikan lele yang berkumis tipis manis, suara sahabat mereka yang berfrekuensi amat tinggi itu dipastikan akan merusak gendang telinga dalam hitungan detik saja. Suaranya benar-benar gila, lebih gila dari petasan banting. Beneran.

Ah, ya! Selain Alyna, Shilla juga punya sahabat lagi. Yaitu Ita, Fika, dan Gatha.

"Aduh ... Ta, berisik! Jangan teriak-teriak. Kalo kayak gini, bisa-bisa budek telinga gue." Gatha yang pertama kali mengekspresikan kedongkolannnya. Ia menggosok-gosok telinga yang berdengung pengang dengan mata memejam dan gigi meringis.

"Cih, lo tadi pagi sarapan sound sistem ya?!" timpal Fika sewot, hidungnya bersungut-sungut.

Bunyi gedubrak yang mendadak terdengar dari pintu di hadapan membuat mereka berjingkut kaget.

"Allahu Akbar! Jarjit! Sejak kapan ada pintu di sini!" terdengar suara amukan Shilla dari balik pintu.

Barusan, Shilla yang mendekati sumber suara dengan gerakan kaki cepat tidak bisa mengerem larinya sehingga otomatis menghantam pintu. Keningnya sukses terjedot benda berbahan kayu itu. Rasanya luar biasa sakit. Sial, ini mah. Habis kaget, terjedot pintu pula.

"Aduh ... jidat gue. Sakit hiks," sambil mengaduh sakit, Shilla membuka kunci lawang laknat itu.

Pintu pun terbuka lebar. Memperlihatkan sosok gadis yang memakai piyama panjang dan jilbab warna putih sedang memegangi area nyud-nyudan di kening memerahnya. Shilla mengerucutkan bibirnya. Tangan kanan dia memegangi jidat yang benjut. Ditatapnya sahabat dia yang keempat-empatnya tidak mengenakan kerudung. Entah kenapa, mereka malah memasang wajah plongor seperti orang kaget bercampur bingung kala melihat dirinya yang kini menderita.

"Lo kenapa, Shill? Pintunya tadi sampe getar, keras banget." Alyna rada cemas.

Yang lain mengangguk serempak dan menanti jawaban Shilla.

"Gue nabrak pintu," jawab Shilla jujur.

Mendengar betapa nestapanya Shilla, lucunya dia dengan bibir cemberut dan tampang melas yang hampir menangis saat mengucapkan kalimat itu, Gatha dan Alyna jadi membungkam mulutnya dengan tangan sedangkan Fika melipat bibirnya ke dalam. Mereka menahan semburan tawa setengah mati. Lain halnya dengan Ita yang kini sudah tergelak.

Apa Kabar, Luka? (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang