Dan pada sebagian malam hari, kerjakanlah salat tahajud sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji
(QS. Al Isro': 79)
***
Dalam keheningan malam, jam dinding yang selalu berdetik menemani kesendirian Shilla. Ralat, Shilla tidak sendiri. Ada Allah, Malaikat Rakib, dan Malaikat Atid yang senantiasa di sisinya. Tak lupa juga setan yang kian gencar menggoda.
Terbalutkan mukena putih tak bermotif, tengkuk leher Shilla menunduk hina. Telapak tangannya ia rapatkan dan terangkat. Bersama linangan air mata, ia berdoa dan meminta segala pengharapan saat jarum pendek jam terhenti di angka satu dengan jarum panjangnya yang singgah di angka sepuluh.
Gadis yang sedang dalam perjalanan menuju saleha itu memang kerap menyempatkan waktu tidurnya untuk salat tahajud dan salat sunah lainnya. Rasa kantuk yang hebat ia lawan. Rasa malas yang menyergap ia perangi. Itu semua demi mendapatkan rida Ilahi.
Ia ingin seperti para sahabat Rasulullah. Yang senantiasa melaksanakan salat malam dan sedikit tidur. Lebih banyak menggunakan waktu malam mereka untuk beribadah pada Allah, Tuhan pencipta alam semesta beserta segala isinya.
Shilla ingin seperti mereka. Salah satunya seperti Ali bin Abi Thalib. Yang jika larut malam tiba, beliau pergi ke mihrabnya untuk melaksanakan salat tahajud dengan khusyu. Menangis dengan penuh harapan semata-mata atas keridhaan Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Mama pernah bercerita pada Shilla. Dikisahkan bahwa Ali bin Abi Thalib melaksanakan salat subuh. Kemudian duduk dalam kondisi sangat sedih dan termenung. Di saat matahari mulai terbit, Beliau menangis sambil berkata:
"Aku pernah melihat para sahabat Rasulullah Shallahu Alaihi wa Sallam dengan kondisi rambut mereka kusut dan acak-acakan, serta di keningnya ada noda hitam bekas sujud.
Mereka semalaman bersama Allah, dengan kondisi sujud dan berdiri. Terkadang mereka sujud dan kadang berdiri.
Jika fajar sudah terbit, mereka melanjutkan berdzikir kepada Allah dengan kepala bergoyang layaknya pohon bergoyang karena embusan angin. Serta mata mereka mengucurkan air mata, memohon ampunan pada Allah.
Tetapi sekarang, tidak lagi terlihat sesuatu yang mirip seperti mereka. Demi Allah, orang-orang sekarang semalaman dalam kondisi lengah dan lelah. karena terlalu disibukkan dengan urusan dunia."
Shilla menyeka air matanya. Ia telah selesai berdoa. Gadis itu kemudian melepaskan mukena yang ia kenakan, melipatnya rapi, lalu beranjak ke kasur.
Ada Ita dan Alyna di sana. Posisi tidur Shilla di bagian tengah ranjang. Jika ia ke sana, mungkin pergerakan kecil itu akan membangunkan sahabat-sahabatnya yang masih tertidur pulas. Terlebih Alyna yang mudah terbangun. Mereka sedang menginap, menemani Shilla yang sendirian di rumah.
Tanpa berpikir lama, Shilla mendekati sofa panjang di kamar ini. Ia berjalan ke sana lantas membaringkan tubuhnya. Belum sempat matanya terpejam, satu nada pemberitahuan yang menandakan pesan masuk terdengar dari ponselnya.
Shilla meraih ponsel yang berada di atas meja dekat dia. Membuka layar sentuhnya lantas menatap siapa pengirim pesan itu. Tidak ada nama, hanya ada nomor 13 digit (+628 ...) yang tertera.
"Kurang kerjaan banget sih, ck." Shilla mendecakkan lidahnya pelan lantas melihat apa isi pesan tersebut.
Assalamu'alaikum :)
Melihat sapaan salam kesejahteraan terhadap sesama umat muslim tersebut, tanpa Shilla sadari, bibirnya membentuk sebuah senyuman kecil. Jari-jari lentiknya mulai menari di atas keyboard ponsel. Membalas pesan dari pengirim asing tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Apa Kabar, Luka? (TAMAT)
EspiritualFollow dulu sebelum baca✔️ ⚠️Awas Baper!⚠️ *** Saat Shilla sedang berusaha menyembuhkan luka hatinya, mencoba melupakan bayang-bayang cinta pertama, dan belajar mengharap hanya pada-Nya, Dikka datang. Membawa udara segar yang menenangkan, memoles wa...