"Iya, Ta! Iya!" Shilla memotong ucapan Ita sebelum gadis itu berbicara yang tidak-tidak. Alyna bahkan menepuk lengan Ita pelan yang membuat dia merengut kesal.Shilla lalu melanjutkan ucapannya lagi, "Alasan ke tiga, kita dilarang berduaan (berkhalawat). 'Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka janganlah ia berduaan dengan seorang wanita tanpa ada mahram wanita tersebut karena setan menjadi orang ke tiga di antara mereka berdua.'
"Gue yakin larangan 'Jangan berduaan nanti yang ketiganya setan' udah pada tahu, tapi sayangnya masih belum diterapin."
Alyna mangut-mangut. "Iya yah, faktanya, kalau pacaran pasti sering berduaan: jalan berdua, naik motor berdua, nonton bioskop berdua. Pacaran memang selalu berduaan, malah berasa dunia milik berdua."
Hanya Fika yang sedari tadi belum bicara. Ia masih bergeming di tempat. Mendengarkan alasan-alasan yang Shilla beberkan dan komentar-komentar sahabatnya yang memang benar, ia mengalami itu semua.
Bibir mungil berwarna merah cerah itu terkatup rapat. Tidak ada ruang untuk suaranya terucap. Ini terlalu perih. Serasa ada kerikil kecil yang menggores tajam hatinya.
"Alasan terakhir dan yang paling penting, yaitu Allah melarang kita untuk mendekati zina. 'Dan janganlah kalian mendekati zina; sesungguhnya zina itu suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.' (QS. Al-Israa' : 32) Ngedeketinnya aja dilarang, apalagi zinanya."
"Ohya, dari mata sampai kaki juga bisa zina lho. 'Ditetapkan atas anak cucu Adam bagiannya dari zina, akan diperoleh hal itu, tidak mustahil. Kedua mata zinanya adalah memandang (yang haram). Kedua telinga zinanya adalah mendengarkan (yang haram). Lisan zinanya adalah berbicara (yang haram). Tangan zinanya adalah memegang (yang haram). Kaki zinanya adalah melangkah (kepada yang diharamkan). Sementara hati berkeinginan dan berangan-angan, sedang kemaluan yang membenarkan semua itu atau mendustakannya (HR. Muslim)'."
"Jadi, pacaran ngedeketin kita ke zina?" Ita bertanya untuk memastikan apa yang telah ia simpulkan.
Shilla tersenyum. "Kebanyakan. Coba deh, berpikir. Tanpa gue bilang, lo pasti tahu kalau pacaran ngelakuinnya apa aja. Yang pasti, banyak yang negatifnya." Shilla berbicara demikian bukan karena apa-apa, namun karena ia memang sudah pernah mengalaminya.
"Tapi kan, Shill. Pacaran juga ada positifnya. Kita bisa saling curhat, saling mendukung, saling peduli, memerhatiin. Kita bisa berbagi keluh kesah, masalah, pokoknya kita bisa bahagia dengan pacar." Fika mengeluarkan argumen menentangnya yang terus menggumpal di pikiran.
Shilla menatap Fika tidak percaya. "Coba lihat lagi sisi negatif yang lebih dominannya. Pacaran ujungnya sering putus 'kan? Kalau udah gitu ngerasa sakit hati, kecewa, nangis, terus baru deh, ngadu ke Allah kalau semua cowok itu ternyata sama aja. Sama-sama brengsek. Mungkin yang ngomong gitu lupa kali yak kalau nabi dan rasul juga cowok. Dan yang parah, akhirnya malah sampai musuhan dengan mantan. Padahal Allah ngelarang untuk saling bermusuhan."
Alyna ikut berkomentar, "Iya ya. Terus, banyak banget kasus hamil di luar nikah gara-gara ngelakuin seks pas pacaran. Berlanjut ke aborsi, pembunuhan bayi hasil zina yang padahal gak berdosa, sampe pelakunya yang bunuh diri. Astaghfirullah, generasi muda bisa jadi bobrok cuma berawal dari ngikutin hawa nafsu yang gak ada puasnya."
"H'm, Lyn. Ah, kalian juga pasti sering denger, kalau di Islam itu gak ada yang namanya pacaran."
"Iya, tuh, Fi. Lo Islam bukan?" tanya Ita dengan suara lantang, membuat Alyna menatapnya tajam.
Jujur, Fika agak tersindir. "Shilla, Ita, pacaran enggak senegatif yang kalian pikir," protes Fika tetap pada pendiriannya.
"Tapi lebih negatif dari yang gue pikir." Shilla lansung menyambar tegas.
"Shilla, coba lihat suatu masalah dari dua sisi. Pacaran juga punya sisi positif."
"Positif? Iya, positif. Positif mendekatkan kita ke zina. Positif dosa sebab kita melanggar larangan Allah. Dan positif hamil kalau kebablasan. Gitu?"
"Yaudah sih! Terserah gue mau pacaran apa nggak, hidup gue ini!"
"Fi, ini emang hidup lo, gue gak berhak ngatur."
"Nah, makanya! Lagian lo sendiri belum tentu bener, Shill!"
Jleb. Ucapan Fika barusan seperti belati yang menusuk sampai ulu hati Shilla. Rasa sesak menyusup perlahan hingga rongga dadanya sempit dan memanas. Mata Shilla terasa perih menatap Fika.
"Iya, gue ngejelasin kayak gini guenya juga masih belum bener. Masih banyak kesalahan dan dosa, yang disengaja ataupun gak. Bahkan sekarang, mungkin tanpa gue sadari gue pasti masih banyak ngelakuin dosa dari segala hal, tapi ... seenggaknya gue gak dapet dosa dari jalur pacaran," kata Shilla menyendu.
"Semua orang punya jalur dosanya masing-masing. Ada yang sholatnya rajin tapi pacaran, ada yang gak pacaran tapi nakal dan sering melakukan keburukan, ada yang biasa-biasa aja tapi gak berjilbab, ada yang alim tapi tahu-tahu hamil atau menghamili. Selama hidup di dunia, manusia memang gak akan pernah lepas dari dosa.
" ... terlepas dari pacaran atau enggak, Islam sudah mengatur bagaimana interaksi terhadap yang bukan mahram. Ada batasan-batasan yang gak boleh dilanggar: berduaan, menatap lama, bersentuhan dengan orang yang bukan mahram, hingga mendekati zina.
"Fika, terserah lo kalau mau bilang gue munafik, sok suci, atau apa. Cuma, alasan gue selama ini gak pengen pacaran ya itu, gue berusaha ngehindarin dosa yang kemungkinan besar bakal gue dapet kalo gue pacaran. Dan sebagai sahabat, gue mesti ngingetin lo. Gak ada salahnya 'kan gue ngingetin sahabat-sahabat gue?" Shilla menatap mereka satu per satu, matanya semakin menyendu.
"Toh, lo sendiri yang pengen tahu alasannya, sekarang lo udah tahu, apa yang bakal lo lakuin?"
Fika membisu. Tanpa sadar ucapan dia tadi ternyata menyakiti hati Shilla. Bukan apa-apa, Fika hanya lepas kontrol karena emosi.
"Shill ...." Alyna mengelus punggung sahabatnya untuk menenangkan.
"Gue gak pa-pa kok," senyum Shilla miris.
Sedangkan Fika, gadis berdagu tirus itu bungkam. Ia mengalihkan tatapan mata nanarnya pada cicak putih yang menempel di dinding kamar. Ini benar-benar membuatnya dilema.
"Fi, 'Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi bantuan kepada kerabat, dan Dia melarang (melakukan) perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.' (QS. An-Nahl ayat 90)." Shilla meraih tangan Fika perlahan, membuat gadis yang diajak bicaranya menatap dia. "Sesuatu yang dilarang Allah, itu pasti yang enggak baik buat kita, Fi."
"Saat tahu pacaran itu banyak yang negatifnya, gue bersyukur banget ngejomblo," cetus Ita bahagia dan Alyna langsung menyikut lengannya. "Iya, iya. Gue gak pacaran juga tetep aja banyak dosa. Hiks."
Shilla tersenyum menenangkan. "Kita itu anak gadis, harus bisa menjaga diri. Iya. Pilihan buat cewek itu cuma dua: jadi sebesar-besarnya fitnah atau sebaik-baiknya perhiasan dunia."
Fika merasakan matanya semakin memanas. Iris cokelat gelapnya serempak menggenang cairan bening. Sedetik kemudian, ia menangis. Bahunya sudah naik-turun menahan pilu.
Shilla langsung mendekap gadis itu, mengelus punggungnya, dan membiarkan kerudung dia basah oleh air mata kesedihan Fika. "Apapun yang sudah kita lakukan selama ini—kesalahan, kebaikan, semoga itu semua membuat kita menjadi pribadi yang jauh lebih baik lagi."
Alyna dan Ita ikut berpelukan. Mereka merangkul untuk saling menguatkan, berbagi kesedihan yang terasa menyesakkan. Hanyut dalam suasana haru.
Kamu tahu? Sahabat yang paling baik adalah dia yang selalu mengingatkan kamu pada kebaikan, berani menegurmu saat kamu salah, membelamu saat kamu benar, dan senantiasa memberimu nasihat agar kamu kembali ke jalan-Nya.
"Makasih, ya, Shill." Fika berucap di sela-sela tangisnya.
Ya, Allah. Hamba sudah terlalu jauh meninggalkan perintah-Mu, bantulah hamba untuk berhenti dalam melanggar larangan-Mu.
![](https://img.wattpad.com/cover/110420113-288-k146233.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Apa Kabar, Luka? (TAMAT)
EspiritualFollow dulu sebelum baca✔️ ⚠️Awas Baper!⚠️ *** Saat Shilla sedang berusaha menyembuhkan luka hatinya, mencoba melupakan bayang-bayang cinta pertama, dan belajar mengharap hanya pada-Nya, Dikka datang. Membawa udara segar yang menenangkan, memoles wa...