38. Keputusan

1.3K 76 6
                                    

Ikhlaskan saja walaupun teramat berat.

Kalau jodoh, tidak akan ke mana.

Menuruti kemauan orangtua dalam hal kebaikan tidak ada salahnya.

Jangan ragu, Shill.

Di balkon kamar ini, Shilla memejamkan kelopak matanya sejenak. Ia berusaha mengambil keputusan yang tepat setelah memikirkan dan mempertimbangkan matang-matang saran dari para sahabatnya tadi pagi. Membuang rasa ragu serta meyakinkan hatinya dalam menentukan pilihan terbaik adalah kegiatan merenung dan berdiam dirinya sejak lima belas menit yang lalu.

Dan itu, membuahkan hasil. Shilla sudah tahu jawabannya. Shilla sudah mengambil keputusannya. Menerima perjodohan itu, meski masih agak berat.

Gadis yang memakai khimar biru polos yang menjulur hingga sikunya itu sekarang membuka mata perlahan. Udara sejuk usai hujan ia hirup lamat-lamat. Petrikor -aroma tanah basah karena terkena air hujan- yang ikut terhirup indra penciumannya membuat pikiran Shilla jadi tenang nan damai.

Shilla memperjelas pandangannya dengan mengerjapkan mata beberapa kali. Rinai-rinai tipis hujan kini bisa dilihat oleh mata beningnya. Ia melukis senyum manis, semanis warna pelangi yang sedang menghiasi langit sore saat ini.

Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?

Menyaksikan pesona alam di depan matanya, ia jadi teringat salah satu ayat dari surah Ar-Rahman tersebut. Ternyata memang banyak sekali nikmat dan karunia yang indah nan luar biasa dari Allah SWT. Mulai dari hal-hal kecil, namun sayangnya kadang tidak disadari. Puji syukur kini Shilla panjatkan setulus hati.

Shilla kemudian berbalik, ia berjalan ke kamarnya. Melihat jam wekker di samping nakas yang menunjukkan pukul setengah empat sore, dia pun bergegas ke kamar mandi untuk berwudhu. Setelahnya Shilla melaksanakan salat asar dengan khusyu.

Shilla memilih untuk bersujud kembali usai melaksanakan salat. Wajahnya ia benamkan di atas sajadah. Air mata mulai merembes melewati pipi putihnya. Ia tak banyak berkata, hanya memanjatkan doa-doanya dalam lubuk hati terdalam.

Gadis itu memohon pada Allah agar keputusannya untuk menerima perjodohan ini adalah yang terbaik. Kendak Allah memang tak jarang berbeda dengan keinginan makhluk-Nya. Tidak ada yang bisa menebak. Namun, Allah lebih tahu mana yang terbaik untuk makhluk-Nya bukan? Dan Shilla yakin, ini adalah jalan terbaik, yang paling baik.

Sambil tersenyum, Shilla bangkit dari sujudnya lalu duduk. "Gue yakin. Gue pasti bisa ngelewatin ini semua. Karena Allah gak mungkin ngasih cobaan di luar batas kemampuan hamba-Nya," ucapnya optimis seraya mengusap sisa air mata.

Tangannya perlahan meraih Al-Qur'an di meja kecil dekat tempat ia salat. Dibukanya Al-Qur'an sebagai pengobat hati tersebut. Shilla lantas membacanya dengan tartil dan sesuai ilmu tajwid. Lantunan surah Al-Baqarah pun terdengar sangat merdu nan lembut dari bibir mungil Shilla.

Lima menit kemudian, Shilla menyudahi kegiatan mengajinya. Ia kemudian mulai mempelajari dan berusaha memahami arti beberapa ayat dari surah Al-Baqarah yang barusan ia baca. Karena sebaik-baik manusia adalah yang mempelajari dan mengajarkan Al-Qur'an.

"Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui."

Jantung Shilla berdesir pelan usai membaca surah Al-Baqarah ayat 216 tersebut. Ternyata inilah jawabannya. Meski sebenarnya ia kurang setuju dengan perjodohan itu, namun hati Shilla sekarang malah jadi semakin mantap dan yakin untuk menerima perjodohan itu. Sebab, Allah sudah memberitahu secara jelas lewat ayat tersebut.

🍃🍃🍃

Di ambang pintu kamar Shilla, wanita berkerudung itu tersenyum hangat usai melihat anak gadisnya mengaji. Ada rasa bahagia bercampur bangga yang meletup di dasar hati. Zia mengembangkan senyumnya saat Afdan berdiri di sampingnya.

"Ma, sedang apa?" tanyanya.

"Lihat deh, Pa. Shilla lagi khusyu banget baca Al-Qur'an. Dia pasti sedang membaca artinya," ucap Zia. Afdan ikut melihat ke arah pandang istrinya. Ia ikut tersenyum.

"Gak kerasa ... Shilla udah gede ya, Pa?"

"Iya. Dan alhamdulillah, dia tumbuh jadi gadis saleha. Itu berkat Mama." Afdan merangkul bahu istrinya lalu mengusapnya lembut. "Makasih Ma. Mama sudah merawat, menjaga, dan mendidik Shilla dengan baik."

Zia menatapnya sambil tersenyum. "Bukan hanya Mama. Tapi Papa juga. Kita."

Pria itu terkekeh pelan. Ia lalu mengecup pipi Zia dengan sayang.

"Mama? Papa?"

Mereka berdua terkejut saat Shilla tiba-tiba berada di depan mereka. Afdan melepaskan rangkulannya dengan santai. Sedangkan Zia tersenyum kikuk dengan pipi merona.

"Cieee, kalian terciduk." Shilla menggoda kedua orangtuanya. "Duh, romantis banget. Pake cium-ciuman segala lagi, hahaha." Ia tertawa geli.

"Shilla ..." tegur mamanya dengan pipi yang benar-benar merona.

"Ah, Shilla jadi iri deh," gemas Shilla. Wajahnya terlihat ceria dengan senyuman manis.

"Sebentar lagi Shilla juga akan ngerasain kok," goda Afdan. Beliau sengaja memberi kode pada anaknya. Karena dihitung-hitung, pertemuan Shilla dengan anak teman bisnisnya itu akan segera berlangsung.

"Dan kalian pasti bakal lebih romantis dari kita." Zia ikut-ikutan menggoda anaknya.

Shilla diam sejenak, lalu merespons, "Oh ya? Jadi kapan nih? Shilla udah gak sabar mau romantis-romantisan sama dia. Hahaha!"

Shilla tertawa renyah di ujung kalimat yang barusan ia ucapkan, meski ada rasa gejolak aneh di perutnya setelah mengucapkan kalimat itu. Kedua orangtua Shilla sempat mendelik, sebelum akhirnya ikut tertawa. Sore itu, keluarga kecil tersebut tertawa renyah bersama, tanpa ada beban.

Apa Kabar, Luka? (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang