Tungkai kaki Shilla berlari mendekati ranjang setelah mengunci pintu. Shilla sedang menahan tangis kekesalannya sekuat mungkin. Tas gendongnya ia buang sembarang entah ke mana. Shilla tidak peduli!
Shilla hempaskan tubuhnya ke atas kasur. Dengan posisi telungkup menyamping ke kanan, perlahan ia mengambil bantal guling di dekatnya. Lalu mendekap benda lonjong itu dengan erat. Berharap sesak yang menikam dadanya bisa sedikit lenyap.
Nyatanya, sesak bercampur sakit itu semakin menjalar, bahkan hingga ke sekujur tubuh. Sekarang, Shilla benar-benar tak kuasa lagi untuk membendung air matanya yang terasa memanas. Perih.
Perlahan tapi pasti, air mata gadis berkerudung cokelat itu luruh dengan deras. Ia menangis tersedu-sedu. Tangisnya seketika pecah. Menggema dalam kesunyian kamar.
Buliran bening itu kian tumpah dengan seenaknya tanpa izin. Membuat Shilla tak berdaya dan terisak. Bahu Shilla sekarang naik-turun, mengisyaratkan kalau ia benar-benar rapuh. Ia benar-benar hancur. Hatinya remuk.
Ternyata, selama ini Alyna mencintai Dikka. Bahkan kata Alyna, mereka saling mencintai. Itu benar-benar di luar dugaan Shilla. Rasanya sulit dipercaya. Kenapa ia tidak menyadari hal itu sejak dulu?
Memikirkan kejadian-kejadian yang menyimpulkan bahwa Alyna mencintai Dikka membuat kepala Shilla rasanya ingin meledak! Gadis itu sekarang memukuli bantal guling yang sama sekali tak bersalah. Ia lalu memejamkan matanya kuat, terisak hebat.
"Untuk kedua kalinya gue patah hati."
"Untuk kedua kalinya gue kecewa."
"Untuk kedua kalinya gue ngerasain sakit luar biasa yang tak terlihat."
"Dan pelakunya adalah dua orang yang berbeda."
"Gue bodoh, bener-bener bodoh. Kenapa gue gak nyadar dari awal? Ya, Allah."
Shilla terus saja menangis. Dadanya semakin sesak. Jantungnya berdegup-degup nyeri, sakitnya sungguh meraja. Shilla gak kuat ....
"Lo tahu? Gimana rasanya patah hati?" tanya Shilla lebih ke dirinya sendiri.
Sedetik kemudian, Shilla tersenyum dengan air mata mengalir. "Patah hati itu rasanya kayak luka yang kesiram air garam, sakit dan perih banget ...."
"Non, Shilla. Makan siangnya sudah siap Non, Bibi tunggu di bawah ya," ucap Bi Inem di depan pintu kamar Shilla yang terkunci.
Shilla langsung tersadar. Cepat-cepat dia beristigfar. "Iya, Biii!" teriak Shilla.
Gadis itu melonjak bangkit. Berjalan ke tempat wudhu untuk menunaikan salat dzuhur dengan seragam pramuka yang masih lengkap. Disekanya air mata yang terus menetes. Ia tersenyum kecut. Gara-gara patah hati, ganti seragam saja jadi lupa.
Astaghfirullah al'adzim.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Apa Kabar, Luka? (TAMAT)
SpiritualitéFollow dulu sebelum baca✔️ ⚠️Awas Baper!⚠️ *** Saat Shilla sedang berusaha menyembuhkan luka hatinya, mencoba melupakan bayang-bayang cinta pertama, dan belajar mengharap hanya pada-Nya, Dikka datang. Membawa udara segar yang menenangkan, memoles wa...