Shilla berjalan gontai di sepanjang koridor sekolah. Ia memilih untuk pulang, meninggalkan keramaian dan kegaduhan yang diciptakan para siswa kelas 12 saat mengetahui mereka lulus 100%. Ada yang berjingkrak-jingkrak kesenangan, mewarnai seragam dengan semprotan cat pilox ataupun coretan spidol, menyanyi hingga berjoget ria, serta beragam ekspresi diri lainnya yang diungkapkan secara spontan sebab kelewat senang.
Wajah-wajah dengan raut ceria bahagia hampir ditunjukkan semua siswa SMA Tunas Bangsa. Meski ada beberapa anak yang nilai Ujian Nasionalnya tidak terlalu memuaskan-bahkan tidak memuaskan, namun mereka terlihat luar biasa senang karena dinyatakan lulus. Lulus saja sudah Alhamdulillah, mungkin begitu pemikiran dangkal mereka.
Gadis itu memasang wajah tertekuk lesu. Ia seperti ini bukan karena tidak lulus -jelas bahwa seluruh siswa kelas 12 angkatan tahun ini dinyatakan lulus semua oleh Pak Kepala Sekolah saat pengumuman tadi, bukan pula nilainya yang tambah melorot anjlok-bahkan Shilla mendapatkan nilai UN yang paling tinggi di antara siswa lainnya, melainkan karena nanti malam ia akan bertemu calon suaminya.
Oh, Allah. Harusnya Shilla merasa senang bukan? Bukankah ia ingin segera romantis-romantisan dengan suaminya nanti? Seperti yang dikatakannya pada mama tempo lalu. Harusnya juga ia semakin yakin dan mantap atas perjodohan ini. Sebab sesuatu yang kita benci, belum tentu tidak baik bagi kita. Bisa jadi, malah sebaliknya.
Manusia tidak ada yang tahu bukan? Iya, wallahu'alam.
"SHILLAAAAA!"
Fika, Alyna, Gatha, dan Ita berteriak dengan suara yang keras dari arah belakang. Italah yang berteriak paling kencang. Sampai-sampai Shilla tersentak dan langsung tersadar dari lamunannya berkat suara mirip knalpot rombeng milik Ita barusan.
"Shillaaa! Gue lulus." Ita memekik haru sambil berlari ke arahnya. Diikuti Alyna dan Fika yang menempatkan diri di sebelah kanan Shilla. Sedangkan Gatha dan gadis somplak itu berada di sisi kiri Shilla.
Ita langsung memeluk Shilla erat. "Shill! Lo ke mana aja sih? Kita cariin dari tadi gak ada!" Ia menatap Shilla dengan delikan mata kesal.
"Aduh, Ita... lepasin dulu pelukannya. Kebiasaan deh," rengek Shilla sebal.
Menyengir lebar, Ita terlihat sangat konyol. Ia pun menguraikan pelukan erat manjanya. "Afwan, ukhti ... hihi."
"Abis pengumuman tadi, kenapa lo langsung ilang gitu sih?" Fika memaki Shilla, gereget. "Gue kan pengen ngerayain kelulusan bareng lo," ucapnya kemudian.
Rasanya, Shilla jadi tak enak hati sendiri.
"Lo kok, sendirian di koridor ini, Shill?" Alyna bertanya.
"Lo mau pulang?" Fika menebak.
"Iya," jawab Shilla membenarkan.
"Masa mau pulang? Ah, gak seru!" riuh Gatha.
Ujung bibir Shilla berkedut membentuk senyum. Ia memandangi mereka yang sudah penuh dengan semprotan cat warna-warni yang menghiasi seragam putih abu-abu. Shilla terkekeh, "Gue gak mau kotor-kotoran, jadinya mau pulang."
Ita berkomentar, "Elah, masa cuma gara-gara gak mau kotor-kotoran, lo mau pulang?" remehnya setengah menyelidik.
Mengangguk pelan, Shilla hanya mampu melakukan bahasa isyarat tersebut.
"Gue gak percaya!" tolak Ita mentah-mentah.
Menghela napas lesu, Shilla mengedikkan bahunya acuh tak acuh. Ia melanjutkan langkahnya yang sempat tertahan karena kehadiran mereka. Dan tentunya, keempat gadis itu mengikutinya dengan posisi dia berada di tengah mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Apa Kabar, Luka? (TAMAT)
SpiritualFollow dulu sebelum baca✔️ ⚠️Awas Baper!⚠️ *** Saat Shilla sedang berusaha menyembuhkan luka hatinya, mencoba melupakan bayang-bayang cinta pertama, dan belajar mengharap hanya pada-Nya, Dikka datang. Membawa udara segar yang menenangkan, memoles wa...