"Duh, gue deg-degan banget. Semoga hasil nilai semester ini memuaskan," harap Alyna.Ia sesekali memandangi para wali murid di dalam kelas yang sedang rapat dengan wali kelas mereka melalui jendela kaca dari luar. Tampangnya terlihat ceria namun sedikit cemas.
"Aamiin ya, Allah." Fika mengamini semangat.
Ia juga sangat berharap nilainya semakin baik dan memuaskan. Selama ulangan akhir semester berlangsung, ia meningkatkan belajarnya dari level biasa saja menjadi super rajin!
"Gue mau nazar. Kalau gue sampe masuk juara tiga besar di kelas, gue bakal tlaktir kalian makan sepuasnya!" saut Ita menggebu. Kali ini ia serius. Tidak main-main dengan ucapannya.
"Puaw! Beneran lo?" tanya Gatha dengan antusiasme tinggi.
"Kayak punya duit aja lo," remeh Fika setengah bercanda.
"Beneran ya, Ta?" Alyna memastikan. Tersenyum lebar.
"Iya ... tenang aja. Pilih semua makanan yang kalian pengen. Nanti kita makan bareng-bareng di warteg!" Ita memberitahu lebih lengkapnya.
"Yaaah! Kirain di restoran berbintang lima, Ta." Gatha manyun.
"Yang ada restoran kaki lima, hadeeeh." Fika geleng-geleng kepala.
Ita tertawa geli bersama Alyna.
Shilla hanya menampilkan senyum yang terkesan aneh saat melihat tingkah para sahabatnya. Sejujurnya, ia sangat rindu masa-masa seperti ini. Bercanda dan tertawa bersama, tanpa beban, serta saling menghargai perbedaan.
"Palingan yang juara satu Shilla lagi," ujar Ita seraya menatap gadis itu. "Gantian kek, Shill."
"Silakan aja, Ta. Haha," tawa Shilla menanggapi. Tak bisa dimungkiri, ia juga mendambakan dapat juara satu lagi, ingin terus bertahan di posisi seperti yang sebelum-sebelumnya.
"Enggak aneh kalo Shilla juara satu. Kalau Shilla enggak juara satu, baru aneh." Alyna yang berdiri di samping Shilla menyatakan fakta.
"Eh, eh, itu pengumuman siapa yang juara udah mulai," intruksi Fika membuat beberapa siswa lain yang sedang berkumpul di depan kelas jadi berkerumun untuk menyaksikan, lewat jendela kaca tentunya.
"Juara tiga diraih oleh Shilla Anindya!"
Refleks, mulut Shilla sedikit menganga. Ia berkedip. Tak percaya!
Sebelum maju ke depan, mamanya menatap Shilla dengan senyuman bangga. Namun, beliau malah menangkap raut kecewa di wajah anaknya.
"Wah, Shill! Selamat!" Keempat sahabatnya serempak mengucapkan selamat pada Shilla.
"Semester depan lo pasti peringkat satu lagi kok! Gue yakin!" ucap Ita semangat.
Shilla memaksakan bibirnya untuk tersenyum.
"Juara dua diraih oleh Fika Amandaaa!"
Sorakan wali kelas mereka dihadiahi tepuk tangan menggema dari para wali murid. Farah maju ke depan untuk mengambil rapor anaknya. Bersalaman dengan Pak Ajo dan mengucapkan sepatah dua patah kata, lalu duduk kembali di kursi semula.
Beliau menatap Fika di balik jendela dengan mengacungkan jempol kanannya. Pertanda bangga luar biasa.
"Alhamdulillah, Ya, Allah." Fika dari luar kelas menahan pekikan bahagia. Keempat sahabatnya lalu mengucapkan selamat. Diakhiri dengan berpelukan singkat.
Tak lama kemudian, Shilla mendengar nama Alyna Clarissa disebut sebagai juara satu. Hebat!
***
"Shilla ... jangan nangis, Sayang ..." ucap Zia lembut saat menaiki taksi bersama Shilla menuju rumah mereka.
Beliau mengusap punggung anaknya yang bergetar karena menangis. "Hey, gak pa-pa ... Shilla juara tiga itu udah hebat."
"Tapi, Ma ..." sela Shilla gemetar. Matanya yang berderai air menatap mama penuh iba. Juara tiga, nilainya turun, hal itu benar-benar membuatnya sedih dan merasa bersalah.
Ya, mempertahankan itu jauh lebih sulit daripada memperjuangkan.
Zia membawa Shilla ke dalam pelukannya. Mengusapi kepala anaknya yang memakai kerudung berwarna cokelat. Beliau lalu menasihati Shilla dengan tutur halus.
"Hidup itu selalu berputar, Shill. Selama ini, kamu sudah sering berada di atas. Sebuah kebanggan besar bagi Mama dan papa. Dan sekarang, Allah bikin kamu berada di bawah. Bukan apa-apa, tetapi biar Shilla bangkit. Biar Shilla termotivasi lagi belajarnya. Shilla harus lebih giat dari sebelumnya. Anak Mama yang cantik optimis dong ... jangan pesimis gini."
"Shilla malu, Ma. Shilla pasti udah kecewain kalian. Mama jauh-jauh dari Bandung dan pulang buat ambil rapor Shilla, tapi malah ...."
"Ih, sejak kapan sih, Shilla jadi cengeng?" tanya Zia gemas.
Beliau kemudian menghela napas panjang dan mengembuskannya pelan. "Mama enggak kecewa karena nilai kamu turun kok. Mama cuma sedikit kecewa karena Shilla sempat lalai sama Allah. Shilla sadar?"
Ya, Allah ... Mama bener. Gadis itu masih menangis dalam pelukan mama.
"Allah itu baik banget, harusnya Shilla bersyukur sama Allah. Syukur banget 'kan juara tiga? Coba kalau juara tiga dari bawah?" hibur Zia.
"Sudah, jangan nangis lagi. Kamu udah gede lho ... kelas tiga SMA. Satu semester lagi lulus."
Shilla mengangkat kepalanya yang terbenam di dada mama. Ia membenarkan letak kerudungnya yang sedikit miring. Kemudian memandang mamanya lekat. Tersenyum lega.
"Terima kasih, Ma. Shilla beruntung banget punya malaikat cantik seperti Mama."
"Nah ... gitu dong, senyum. 'Kan makin cantik. Senyum itu ibadah, pula." Zia meletakkan jari telunjuknya di kedua ujung bibir Shilla.
Anak gadisnya itu terkekeh pelan lalu mengusap sisa air matanya. Beliau memang tak pernah besar hati saat dipuji. Istilahnya: dipuji tak terbang, dihina tak tumbang. Itu teladan yang berusaha Shilla terapkan.
Dari kaca spion di atas, sopir taksi itu tersenyum. Ia merasa terharu kala menyaksikan dua penumpangnya. Tak sadar, anak dan istrinya di rumah langsung ia ingat.
![](https://img.wattpad.com/cover/110420113-288-k146233.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Apa Kabar, Luka? (TAMAT)
SpiritualFollow dulu sebelum baca✔️ ⚠️Awas Baper!⚠️ *** Saat Shilla sedang berusaha menyembuhkan luka hatinya, mencoba melupakan bayang-bayang cinta pertama, dan belajar mengharap hanya pada-Nya, Dikka datang. Membawa udara segar yang menenangkan, memoles wa...