Malam ini Shilla sedang bersender manja pada bahu sang mama. Matanya menatap lurus ke layar televisi, menikmati acara komedi bersama keluarga. Ia sesekali tersenyum konyol dan tertawa kecil. Sedangkan mama terus membelai puncak kepalanya dengan penuh sayang. Ada pun papa, beliau sama-sama sibuk menonton TV seraya mengemil keripik pisang lezat buatan mama.
"Ma, Pa." Shilla memanggil mereka dengan intonasi lembut. Mereka menyaut serempak. Gadis berkerudung biru tosca itu pun melanjutkan, "Shilla pengen jadi designer pakaian muslim. Mama sama Papa setuju gak?"
Afdan menatap anaknya lekat. "Cita-cita yang bagus, Shill. Segala sesuatu itu tergantung niat, dan niat kamu sudah sangat baik, hasilnya pun insyaAllah akan baik. Papa dukung kemauan kamu sepenuhnya."
Mata Shilla berbinar. Papa memberikan respons yang tak terduga. Ia amat senang mendengarnya. "Terima kasih, Pa," ucapnya tersenyum. Shilla kini mendongak, menunggu respons mama. "Kalau Mama gimana?"
Zia tersenyum hangat, "Apa pun yang Shilla lakuin, selagi itu baik, Mama pasti selalu dukung."
Senyum Shilla semakin merekah di bibirnya. Ia benar-benar bahagia. Tanpa berpikir dua kali, ia langsung memeluk mamanya dari samping dan mencium pipinya. "Terima kasih, Ma!" riang Shilla.
"Kamu udah pilih kampus mana buat kamu kuliah?" Afdan bertanya usai menyeruput teh hijaunya.
Shilla menguraikan pelukannya lalu berganti menatap lelaki paruh baya itu. "Belum, Pa. Sambil nunggu kelulusan, emang ada beberapa universitas yang sosialisasi ke sekolah Shilla. Tapi ... Shilla belum ada yang srek."
"Emang pengumuman kelulusannya kapan?" Zia yang bertanya.
"Semingguan lagi, Ma. Gak kerasa yah, Shilla bakal cepet lulus."
Waktu terasa cepat berlalu. Detik ke detik, menit ke menit, jam ke jam, hari ke hari, minggu ke minggu, dan bulan ke bulan secara tak sadar terus-menerus berotasi. Tiada hentinya. Tinggal bagaimana kita untuk berusaha memanfaatkan waktu sebaik mungkin. Menyia-nyiakan waktu sekarang dengan perbuatan yang tidak berguna hanya akan membawa penyesalan di masa depan.
Hidup di dunia memang semu. Hanya sementara dan cepat, bagaikan cepatnya kedipan mata yang sesaat. Semua yang terlewat tak akan kembali lagi. Semua yang akan datang tak dapat dielakkan lagi. Dan semuanya kelak akan dimintai pertanggungjawab di hadapan Allah SWT.
"Pa, sepertinya sekarang waktu yang tepat untuk membicarakan hal ini," ujar Zia pada suaminya dengan tatapan mata yang terlihat serius.
"Nanti saja, Ma." Afdan tidak sependapat. Ia sudah menyiapkan waktu yang tepat untuk membicarakan hal serius ini pada Shilla.
Sedangkan Shilla dibuat bingung dengan dialog misterius mereka. Ia memandangi mama dan papanya secara bergantian, meminta penjelasan lewat tatapan mata. "Kalian ngomongin apa sih? Ada yang disembunyiin dari Shilla, ya?"
Bukannya menjawab, mereka malah tersenyum. Dan menurut Shilla, arti senyum mereka itu benar-benar aneh dan membuat penasaran.
🍃🍃🍃
Arloji pink yang melingkar apik di pergelangan tangan Fika menunjukkan pukul dua siang. Ia sedang memilih pakaian muslim untuk mamanya sebagai bentuk hadiah ulang tahun beliau. Gadis itu mengajak Shilla dan Ita untuk membantunya dalam memilih pakaian yang cocok.
Shilla sudah beberapa kali menawarkan pilihan bajunya, namun Fika menolak. Katanya, baju itu terlalu kalem, terlalu norak, terlalu biasa, dan terlalu lainnya yang membuat ia badmood. Jika begini, untuk apa Fika membawanya ke sini?
Menyebalkan! Shilla menggerutu terus dalam hati. Ia memilih ikut duduk di kursi yang toko pakaian ini sediakan, di samping Ita.
Jika Ita, ia malah sibuk mengoperasikan ponselnya. Gadis itu sedang menumpang wifi-an untuk menjelajahi internet ataupun singgah di dunia maya. Menikmati gratisan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Apa Kabar, Luka? (TAMAT)
SpiritualFollow dulu sebelum baca✔️ ⚠️Awas Baper!⚠️ *** Saat Shilla sedang berusaha menyembuhkan luka hatinya, mencoba melupakan bayang-bayang cinta pertama, dan belajar mengharap hanya pada-Nya, Dikka datang. Membawa udara segar yang menenangkan, memoles wa...