DELAPAN BELAS

38.6K 1.5K 15
                                    

Eve menjerap-jerapkan kelopak matanya karena silau yang masuk lewat jendela. Ia tidak tahu dimana dan bagaimana keadaannya sekarang, tetapi ia sepertinya tahu tempat ini. Bau obat-obatan yang sangat khas tercium oleh indra penciumannya.

Ia berada di Rumah Sakit, wajahnya masih menunjukkan raut wajah heran. Kenapa ia bisa ada ditempat ini dan dengan impusan yang menempel pada punggung tangannya? Apa yang terjadi padanya?

Erland memasuki ruangan dimana Eve berada. Ia melihat Eve sudah bangun dan terlihat jelas wajahnya yang heran. Ia mendekati Eve lalu duduk dikursi samping ranjang. "Kau sudah bangun?"

Kenapa Erland ada disini? Dan seketika ia ingat kejadian kemarin. Ia datang pada Erland untuk memutuskan hubungan, tapi yang terjadi Erland berusaha untuk memperkosanya.

"Kau pria berengsek! Aku tidak akan pernah mau mengenal dirimu lagi." ucapnya lalu dia bangun dari tidurnya dan melepas impusan yang ada ditangannya dengan cepat, rasa sakit pun muncul setelah jarum itu terlepas dari punggung tangannya.

Ia menyikap selimut yang menutupi tubuhnya, lalu menuruni ranjang. "Kau mau kemana? Kau belum pulih. Kemarin kau tiba-tiba pingsan. Kata Dokter kau terlalu lelah. Kembali keranjangmu." ucap Erland tetapi Eve tidak perduli ia mengabaikan ucapan Erland. Ia melihat diatas nakas ada tasnya segera ia merampasnya dengan kasar lalu ia mulai melangkahkan kakinya.

Tetapi tangan Erland memegang lengan tangan Eve. "Baiklah... Biar ku antar."

"Tidak! Pergi kau dari hidupku." ucap Eve lalu menempis tangan Erland dari lengan tangannya.

Ia lalu berjalan keluar ruangan. Sungguh ia sangat menyesal untuk bertemu dengan Erland. Tepat disepanjang koridor Rumah Sakit, ia mengeluarkan ponselnya dari dalam tasnya. Dan melihat banyak sekali pesan masuk dan panggilan suara maupun video yang berasal dari satu orang, yaitu Devan.

Ia segera membalas pesan itu.

"Aku akan pulang... "

Sungguh perasaannya sangat kacau. Ia membayangkan kejadian kemarin, Pria yang sangat ia kenal berubah menjadi pria brengsek. Ia hanya akan menyerahkan harta paling berharganya untuk suaminya kelak.

'''

Ia sudah sampai di rumah Devan. Lalu tidak lama Devan menghampirinya dengan pakaian santainya. "Kemana saja kau? Kau tidak membalas pesanku atau mengangkat panggilanku. Aku sangat mencemaskan mu." ucap Devan sambil mengelus rambut panjang Eve.

Eve tidak tahu akan berkata apa pada Devan? Ia tidak mungkin jujur kan. "Ak... Aku menginap bersama Bi Marie. Ponselku hhmmm... Kemarin aku lupa menaruhnya. "

Dia berbohong. Devan tahu itu. Ia juga sudah mengecek rumah Eve, tetapi hanya ada Bi Marie disana. Devan tidak mau menanyakan hal lebih lagi kepada Eve, biarkan saja nanti anak buahnya yang akan mencari tahu.

"Baiklah. Sekarang kau harus istirahat. " ucap Devan lalu menuntun Eve masuk kedalam kamarnya.

Dengan spontan Devan menarik tubuh Eve ke atas ranjang dengan posisi Devan diatasnya.

Kancing demi kancing kemeja yang digunakan Eve terbuka oleh jari tangan Devan. Dan pada saat itu bunyi pintu terdengar sangat keras. Dan menampakan Maxime disana yang melihat adegan itu lalu ia menutup matanya dengan tangannya.

"Daddy...What are you doing? " tanyanya dengan masih menutup matanya.

Melihat itu Eve malu, ia tertangkap basah melakaukan adegan itu oleh anak kecil yang baru berusia 5 tahun. Devan masih terpaku ia lupa untuk mengunci pintunya tadi ini akibat ketidak sabarannya.

Devan masih saja berada diatas Eve dengan pikiran-pikiran yang menggerutukinya. Langsung saja Eve menempis tubuh Devan agar tidak menindihnya lagi.

Max masih berdiri disana dengan masih menutup mata. Ia berjalan ke arah Devan yang masih berada di atas ranjang. Berjalannya sempoyongan karena tangannya masih menutupi matanya. Lalu ia segera menurunkan tangannya.

Ditatapnya Devan tepat didepan wajahnya. "Kata Mommy, Max tidak boleh menonton film seperti itu."

"Anak pintar. Sekarang apa tujuanmu kesini?" tanya Devan dengan nada ketusnya. Bagaimana tidak? Max selalu saja mengganggu saat moment-moment seperti ini.

"Max ingin bermain dengan Eve, di taman bermain belakang." ucap Max sambil melirik Eve dengan seulas senyuman diwajahnya.

"Tidak bisa Max, Daddy harus melanjutkan yang tadi."

"Baiklah Max, ayo kita bermain." ucap Eve dan seketika ia sadar, beberpa kancing pakaiannya belum terkancing sempurna segera ia mengancinginya kembali.

"Apa kau bilang tadi Eve? Kita belum melanjutkan yang tadi." ucap Devan dengan raut wajah kesal. Bisa-bisanya ia dikalahkan oleh anak sekecil ini.

"Eve bisa melakukannya bersamaku Daddy!!!" ucap Max, seketika itu suara tawa Eve dan Devan menggelegar diseluruh kamar.

"Tahu apa kau?" tanya Devan dengan masih menahan tawanya.

"Sudahlah... Ayo Max, let's go. " ucap Eve lalu bangkit dari ranjangnya dan menarik lengan tangan Max untuk mengikutinya berjalan.

'''

Hari sudah semakin gelap. Eve masih saja terjaga dalam tidurnya. Ia masih memikirkan kejadian kemarin. Ternyata Erland tidak sebaik yang ia kira. Rasa bencinya seketika muncul pada kejadian kemarin.

Devan memasuki kamar Eve dan melihat gadis itu sedang bergerak gelisah. Ia menghampirinya kemudian naik keatas ranjang dan berbaring disamping Eve. "Kau belum tidur? " tanya Devan.

Eve kembali menatap Devan. "Belum"
"Kalau begitu. Biar ku temani." ucap Devan lalu memeluk pinggang Eve posesive. Lalu kemudian mengecup puncak kepala Eve. Tubuh Eve menerima begitu saja sentuhan yang dilakukan Devan. Apa ini pertanda bahwa ia mulai mencintai pria tampan yang sedang terbaring bersamanya?

Disisi lain, seorang pria merasa kesal. Ia menjatuhkan semua benda-benda yang berada diatas meja kerjanya. Eve hanya untuknya. Dan seketika ia mempunyai cara untuk mendapatkan Eve kembali. Seringai jahat diwajahnya terangkat.


Tbc

Jangan lupa Vote, Koment,  dan Share ke teman-teman kalian ya... 

Follow juga IG aku : @yolan_dta

My Possessive Billionaire [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang