DUA PULUH DELAPAN

29K 1K 13
                                    

Mereka masih berdebat, seperti anak-anak yang berdebat soal mainan dan ingin memilikinya. Erland dengan jiwa beraninya dia mampu merendahkan Devan bahkan di depan wajah Devan sekalipun. "Kau tidak bisa memperlakukan wanita dengan benar. Dimana Eve? aku ingin bertemu dengannya." ucap Erland.

Mendengar pertanyaan Erland, Devan seolah merendahkan. Siapa dirinya? Dia bukan siapa-siapa Eve, berani sekali dia menanyakan keberadaan Eve kepada suaminya sendiri. "Kau tidak perlu tahu. Yang kau lakukan sekarang adalah, pergi dari rumahku. Karena aku sudah muak berhadapan denganmu. Ah... Tidak tidak, jangan berfikir aku takut padamu."

Tampak Erland tertawa kecut, "Baiklah aku akan pergi, jika kau menyakitinya kau harus berhadapan langsung denganku." ucap Erland lalu kemudian ia langsung membalikan badan dan pergi tanpa mendengar jawaban dari Devan yang kini menatap kepergiannya geram.

Devan mengambil sampanye dan meminumnya, cairan itu masuk kedalam tenggorokannya dan memberikan rasa hangat. Devan merasa frustasi memikirkan Eve. Belum lagi besok dia akan mengikuti rapat demi kepentingan perusahaannya, besok akan ada kontrak kerjasama dari pemilik perusahaan terkaya seluruh Asean dan ia harus bisa mengajak mereka agar bisa berkerja sama, tapi otak dan fikirannya masih tertuju pada Eve. 

Devan segera pergi kerumah sakit untuk menemui Eve. Mungkin dengan dia selalu berada disamping Eve, ini akan membuatkan hati Eve luluh dan mau menerima permintaan maaf Devan.

***

Devan datang tepat saat Eve sudah tidur. "Terimakasi Flora, kau boleh pulang. Pasti Max mencemaskan mu." ucap Devan.

Flora bangun dari kursinya lalu memegang bahu Devan. "Kau bisa melewati masa-masa ini. Aku yakin."
"Ya..."

"Aku segera pergi, sampai jumpa."

Setelah Flora pergi, Devan menempatkan bokongnya di kursi di samping Eve tidur, diusapnya rambut halus Eve lalu Devan memberikan ciuman di kening Eve. Entah bagaimana masalah ini selesai, Eve masih membencinya.

***

Devan bertekat setelah rapat ini selesai, ia akan langsung menemui Eve. Kecemasannya melewati batas wajar. Saat rapat berlangsung, fisiknya ada disini tapi fikirannya masih tertuju pada Eve.

"Mr.Alexander." panggil Mr.Romero  Salah satu rekan kerjanya yang akan bekerjasama dengan perusahaannya.

Mr.Romero menatap seluruh karyawan Devan. Devan masih menatap kearah depan dengan tatapan kosong ia bahkan tidak mendengar panggilan Mr. Romero.

"Mr. Alexander. You hear me? " tanyanya kembali.

Devan sadar dari lamunannya dan seketika semua orang diruangan itu tertuju padanya. "Ah.. I'm sorry."

"Kurasa kau ada sedikit masalah. Menurutku ini tidak berakhir dengan baik." ucap Mr. Romero lalu ia pergi dan melangkahkan kakinya keluar dari ruangan itu dan diikuti beberapa karyawannya. Itu seperti pembatalan kontrak kerja sama secara halus.

"Oke.. Rapat selesai." ucap Devan, dan semua orang pergi meninggalkan ruangan itu. Bayangkan saja, perusahaan yang begitu terkenal membatalkan kontrak kerjasamanya, sangat disayangkan bukan? 

Ia mengabil ponsel lalu menghubungi pengawalnya yang ia tugaskan untuk menjaga ruangan Eve. "Bagaimana?" tanyanya, katakanlah Devan sangat possessive sekali, memang judulnya sudah seperti itu bukan?

"Maaf Tuan, satu jam yang lalu nona Eve menghubungi seseorang dan memintanya untuk menemaninya."

"Siapa orang itu? "

"Tuan Erland."

Seketika Devan mengepal kuat tangannya ada rasa kemarahan disana. "Kenapa kau tidak mencegahnya?"

"Nona..Ev.. Mengancam kami." ucap pengawal disebrang sana dengan gemetar.

Devan langsung menutup panggilan teleponnya "Shit!!" umpatnya, lalu kemudian Devan langsung bergegas ke rumah sakit.

***

"Erland, maafkan aku. Semua ini karena aku, kau jadi seperti ini." ucap Eve. Mereka sedang berjalan-jalan di taman rumah sakit dengan Eve yang berada di kursi roda dan Erland yang mendorongnya. Sebelumnya Eve menolak memakai kursi roda, ia masih mampu untuk berjalan, tapi Erland memaksanya.

Satu jam yang lalu, Eve menemukan ponselnya yang berada di atas nakas, hatinya tiba-tiba saja mencemaskan Erland. Sudah tiga hari ini dia tidak mendapat kabar, ia takut karena pukulan Devan pada kejadian waktu itu akan berimbas sangat parah, tapi nyatanya Erland yang sedang berada bersamanya tidak terluka, ah.. Mungkin saja sudah sembuh, fikir Eve.

Erland memberhentikan Eve tepat didepan kursi taman. Taman ini sangat sejuk walaupun berada di rumah sakit sekalipun, banyak pohon-pohon atau tanaman-tanaman didalamnya. Erland mengambil kursi itu lalu menempatkan bokongnya.

"Aku tidak apa-apa Eve. Kau rupanya mencemaskan ku ya?"

"Tidak. Aku hanya mempertanggung jawabkan ulah dari suami ku terhadap mu. Ya.. Dengan cara meminta maaf."

Erland menatap wanita cantik yang berada didepan matanya. "Hm.. Aku memaafkan dia, karena mu"

Lalu kemudian Eve tersenyum kearahnya, sungguh cantik andai Erland bisa memilikinya.

Tbc

Vote and coment ya. Siapa tau rating aku naik. Hehe gk berharap ko..

Makasi juga buat ngikutin alur cerita ini. Kalian yang buat aku semangat loh.. Hehe...

Kira-kira Eve bakal milih siapa ya nantinya? Devan atau Erland???





My Possessive Billionaire [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang