LIMA PULUH DELAPAN

17.9K 381 3
                                    

Maaf yaa telat Update, hehew


|||

Eve termenung di kamar, ia masih memikirkan kondisi Devan yang sudah seminggu ini ia tidak menemuinya lagi. Sedetik kemudian Eve mengeluarkan air mata karena membayangkan kenangan-kenangan saat bersama Devan. Pikirannya berputar saat kejadiaan kemarin, saat Devan mendorong dirinya dan Nicholas hingga akhirnya Devan tertimpa lampu besar, sedetik kemudian air matanya jatuh kemballi membasahi pipinya.

Suara pintu yang terketuk berhasil melupakan ingatannya mengenai Devan. "Masuk." Ucapnya kepada orang di luar kamarnya.

"Ada apa bi?" Tanya Eve kepada bi Marie.

"Maaf non, ini surat untuk non Eve." Ucap bi Marie sambil memberikan secarik kertas kepada Eve dan Eve pun menerimanya.

"Dari siapa bi?" ucap Eve sambil melihat-lihat surat tersebut.

"Tidsk tahu non, surat itu ada sendri di dalam kotak surat."

"Disini juga tidak ada lamat pengirimnya bi, yasudah terima kasih ya bi."

"Iya non, bibi permisi dulu ya."

"Baik bi."

Setelah bi Marie pergi, Eve membuka surat itu dan ia mulai membacanya pelan-pelan.

Teruntuk Eve yang berada di hatiku,

Mungkin kau menganggap aku pria penakut dan tidak berani, tapi mau bagaimana lagi, hanya dengan surat ini aku bisa berkomunikasi dengan mu Eve.

Kemarin malam aku bermimpi tentang mu, lebih tepatnya tentang kenangan kita dulu. Pertama kali aku melihat mu saat mewawancarai ku, aku melihat sesosok masa lalu ku datang kembali. Aku melihat cinta pertamaku yang ada pada dirimu Eve.

Beberapa waktu kita lalui, sampai ketika aku melamar mu, kita mengucap janji bersama di hadapan Tuhan. Kita selalu bahagia sampai kau menemukan bukti alasan aku menikahi mu, semua semata-mata karena cinta pertama ku yaitu Angelina.

Tapi, setelah itu aku sadar kau bukanlah Angelina ku, justru kau sangat berbeda dengannya Eve dan aku mencintai mu dengan caraku. Tapi, waktu berlalu begitu cepat, kau memilih meninggalkan ku Eve.

Aku hanyalah pria bodoh dan bertindak semauku, aku tidak memperdulikanmu saat-saat kau menjadi isteriku. Maka dengan ini, aku mengiklaskan mu Eve, semoga kau mendapatkan pria yang tulus menyayangi dan mencintai mu.

Maafkan semua perilaku ku terhadap mu Eve, Aku dan Nicholas akan pergi dari kehidupan mu dan aku tidak akan pernah menikah lagi, hanya kau satu-satunya wanita yang berhasil mengisi hati ku. Aku akan meniggalkan Indonesia bersama dengan Nicholaslalu pergi ke Canada aku akan tinggal bersama ibu angkat ku disana.

Kau selalu berada dihatiku sampai aku menghembuskan nafas terakhir ku, Sekali lagi maafkan aku Eve...

Dari pria yang sangat mencintai mu.

Devan...

Air mata Eve mengalir membasahi pipinya, ia tidak kuat untuk tidak menangis. Seharusnya saat ini ia senang karena tidak ada lagi pria yang menganggu dirinya dan tidak ada lagi pria yang hanya memanfaatkannya saja. Tapi mengapa semua terasa kosong saat ia selesai membaca surat tersebut, seperti sesuatu bagian dari dirinya hilang dan pergi jauh.

"Kau kenapa Eve?" pertanyaan itu muncul, rupaya Erland berada disana, di ambang pintu dan memperhatikan Eve yang sedang menangis.

Kemudian Eve memberi surat itu kepada Erland dan Erland pun langsung menerimanya. Pria itu pun membaca surat itu dengan teliti.

"Eve aku tahu kau masih mencintainya." Ucap Erland setelah membaca surat tersebut.

Erland berjongkok dihadapan Eve lalu memegang ke dua tangan Eve. "Eve kau masih mencintainya maka dari itu kau harus mengejarnya Eve, jangan biarkan dia pergi dari mu."

Eve mengerutkan dahinya setelah mendengar perkataan Devan. "Aku tidak bisa."

"Mulutmu berbicara tidak, tapi hatimu masih ingin bersamanya Eve. Aku... aku mengiklaskan dirimu bersamanya Eve."

"Aku menyesali semua dan aku masih mencintai Devan." Akhirnya setelah diam beberapa lama, Eve jujur mengenai hatinya.

"Kalau begitu ayo, aku akan mengantar mu." Ucap Erland lalu ia melihat jam tangannya. "Astaga 20 menit lagi pesawatnya akan berangkat, kita harus bergerak cepat Eve."

Eve mengakui semua, ternyata hatinya masih terisi oleh Devan, ia tidak bisa melupakan kenangan bersama Devan.

|||

"Astaga, kenapa dimana-mana macat?" keluh Erland, saat ini mereka sedang perjalanan menuju ke bandara.

"Berapa menit lagi pesawat itu berangkat?" Tanya Eve.

"Kurang lebih 12 menit lagi Eve." Ucap Erland lalu ia memikirkan cara agar mobilnya tidak terjebak macat dan bisa tepat waktu ke bandara. "Aku punya ide yang bagus."

"Apa?"

Kemudian Erland mengambil bantal yang selalu berada di dalam mobilnya dan memberikannnya kepada Eve. "Masukan ini ke dalam perut mu."

"Apa kau bilang?"

"Ikuti saja perintah ku Eve, kita sudah tidak punya waktu banyak."

Kemudian Eve memasukan bantal ke dalam perutnya dan Erland memanggil polisi yang sedang bertugas disana.

"Mohon maaf pak apakah bapak bisa mendahului mobil saya, isteri saya ingin melahirkan, bapak bisa lihat sendiri." Ucap Erland lalu bermain mata dengan Eve.

Semula Eve tidak mengerti apa yang Erland maksud tapi sepertinya dia ingin melakukan drama. "Ah.. sakit pah, mamah sudah tidak kuat lagi."

"Tahan sebentar mah, macat ini sangat menyebalkan."

"Mohon maaf atas kemacatan ini pak, kami akan berusaha mendahulukan mobil bapak." Ucap polisi tersebut kemudian memberhentikan pengendara lain dan mendahulukan mobil Erland.

"Kita berhasil Eve." Ucap Erland setelah mobilnya berhasil keluar dari kemacatan.

Eve tersenyum singkat. "Idemu sangat luar biasa."

"Hahaha..." Erland hanya tertawa.

Mereka telah sampai di bandara penerbangan, Eve yang di ikuti Erland mencari sosok keberadaan Devan serta Nicholas. Mereka berlarian dan mengdahului kerumunan orang banyak, sampai menimbulkan kegaduhan.

"Eve sepertinya kita harus menanyakan petugas bandara."

"Baik."

Erland dan Eve melangkahkan kakinya menuju resepsionis. "Maaf nona, apa pesawat menuju Canada sudah berangkat?" Tanya Erland.

"Sebentar lagi akan berangkat pak."

"Baik, Terima kasih atas informasinya." Ucap Erland dan belum sampai resepsionis itu membalas ucapannya dan mereka langsung pergi berlari.

Eve berlari kencang dan meninggalkan Erland yang berlari di belakangnya.

"Maaf nona anda tidak bisa masuk." Ucap petugas bandara tersebut kepada Eve.

"Tapi saya ingin menemui seseorang di dalam sana."

"Ini peraturan nona."

Eve dengan pasrah ia hanya bisa menyaksikan penerbangan pesawat tersebut. Sedetik kemudian keluar cairan bening di matanya, mungkin selamanya ia tidak bisa bertemu dengan Devan dan Nicholas lagi.

"Dia telah pergi jauh." Ucapnya pada dirinya sendiri. "Dia sudah tidak bisa aku gapai lagi." Lanjutnya. Pecah sudah tangisan Eve, ia menangis meraung meratapi kepergian Devan bahkan semua orang yang lalu lalang memperhatikannya. 

My Possessive Billionaire [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang