DUA PULUH TUJUH

30.2K 1.1K 35
                                    

"Apa dia baik-baik saja? Semalam.. Semalam aku melihat darah dan aku.." ucapan Eve terpotong karena Devan langsung menciumnya.

"Kau tidak boleh berkata seperti itu, dia masih hidup disini." ucap Devan lalu ia mengusap perut Eve. Ada kelegaan setelah mendengar kata-kata Devan.

"Walaupun keadaannya sangat lemah, maka dari itu kau masih harus dirawat disini."

Otaknya masih belum mencerna, jadi selama ini keluhan-keluhan yang ia rasakan dari bayi yang ada dalam kandungannya? Dan selama sebulan ini dia menyusahkan Erland. Ah... Erland? Apa yang terjadi dengannya? Fikirannya seolah berputar tentang kejadian semalam ia sempat melihat Erland dihajar habis-habisan oleh Devan.

Ia sempat melihat darah yang mengalir di sekitar wajah Erland. Eve akhirnya memutuskan untuk angkat bicara. "Apa kau melukai Erland?" tanya nya dengan wajah serius.

Devan seolah mengerutkan dahinya mendengar perkataan Eve. "Dia menyakitimu."

"Justru kau yang menyakitiku!" bentaknya, lalu Eve menatap tajam ke arah Devan. Kejadian semalam masih menguasai fikirannya itu membuat dirinya kini mengeluarkan air mata. "Aku ingin bersama Erland. Bawa aku padanya!"

Mendengar perkataan Eve, itu benar-benar menusuk hati Devan. "Kau sedang sakit Eve. Kumohon kau... "

"Kau yang membuatku sakit!" potongnya. "Apa yang kau fikirkan? Bahkan aku hanya ingin mendapat pelukan hangat di malam yang dingin itu." ucap Eve dengan nada gemetar.

"Dia bahkan tidak pernah menyentuhku. Sama sekali tidak. Dan sekarang, apa yang kau lakukan padanya? Itu sudah membuatku sakit terlebih kau menyakitiku. Ini... Sangat sakit..." lanjutnya.

Devan menciut, yang Eve harapkan hanya Erland dan bukan dirinya.

"Aku tidak ingin kau bertambah sakit. Tenangkanlah dirimu."

Tidak ada balasan dari Eve, ia memilih tidur. Tidak pernah terfikir oleh Devan, kenapa Eve lebih mengharapkan Erland dibanding dirinya? Apa yang terjadi selama Eve dengan Erland? Apa Erland mencuci otaknya?

***

Pengawal Devan memberitahukan bahwa ada seseorang yang ingin menemuinya, maka dari itu Devan menyuruh Flora untuk menemani Eve yang masih dalam masa perawatan.

"Good morning. Kau tidur lumayan lama." ucap Flora lalu menempatkan bokongnya ke kursi.

"Entahlah... Otak ku tidak bisa mencerna semua."

Tampak Flora menggenggam tangan Eve. "What happen?  Can you tell me?  Aku tidak memaksa."

Tampak Eve memengang kepalanya rasa sakit tiba-tiba muncul sejenak.

"Kau baik-baik saja?" tanya Flora.

"Ya.. Hmm... Kau bilang apa?" tanya Eve.

Tampak Flora tersenyum ke arah Eve lalu mengambil pisau dan mulai mengupas apel yang memang tersedia disana. "Tidak, lupakan saja." ucapnya.

Eve bangun dari tidurnya dan ia lebih memilih mendudukan dirinya karena rasanya tidak nyaman baginya jika mengobrol ketika tiduran. "Ah... Aku bercanda. Harus mulai dari mana aku menjelaskannya?"

"Terserah kau saja."

Dan mengalirlah kejadian-kejadian itu, sebenarnya Eve hanya menceritakan intinya saja dan tidak mendetail. Dari mulai Devan hanya menganggapnya sebagai bayang-bayang Angeline, tapi Flora sudah tahu itu sampai dirinya berada di rumah Erland selama sebulan ini.

Erland sebenarnya pria yang sangat baik, bahkan Eve dulu pernah bermimpi akan menjadi pengantin yang sangat bahagia jika bersama Erland. Tapi semuanya mengalir begitu saja. Ternyata yang menikah dengannya bukan Erland melainkan Devan, sang pengusahan kaya raya. Tapi Eve tidak pernah menyesali itu, ia sangat mencintai Devan sebagai sosok Devan yang ia cinta. Tapi Devan mencintainya sebagai sosok Angeline, wanita nya duluhanya karena dirinya sangat mirip dengan wanita itu.

"Hidupmu lebih sulit dibandingkan aku. But, congratulation kau akan mempunyai seorang anak."

Eve tersenyum mendengar ucapan selamat Flora, ia tampak mengelus perutnya lalu tersenyum. Ia tidak menyangkan bahwa dirinya akan menjadi seorang ibu.

Ia dulu juga pernah bermimpi akan menjadi seorang ibu yang sangat menyayangi anak-anaknya, mengantar sekolah, memasak masakan yang lezat, bahkan sampai membacakan dongeng sebelum tidur untuk anak-anaknya. Dan mimpi itu sebentar lagi akan menjadi nyata.

***

"Aku sangat bangga padamu. Sudah ku habisi kau masih saja datang menemuiku." ucap Devan yang sedang duduk santai di kursi kebesarannya.

Erland berdiri disana dengan setelan kostum santainya lalu ia berjalan ke arah Devan. "Apakah kau menyakiti Eve?"

"Bukan urusanmu." ucapnya.

"Apakah kau pernah menanyakan bahwa dia bahagia hidup bersama mu?"

Lalu Erland menghela nafas panjang. "Apakah kau pernah menanyakan benda favoritnya. Bahkan sekecil apa pun itu. Kau tidak pernah mau tahu, yang kau tahu kebiasaan Eve dan Angeline mu sama. Eve sudah menceritakan semuanya kepada ku. Sungguh, seharusnya dia bahagia jika hidup bersamaku."

Benar sekali. Devan tidak pernah menanyakan apakah Eve bahagia hidup dengannya? Apakah Eve senang menjadi istrinya? Baru kali ini dia seperti seorang pecundang.

Tbc

Kalian lebih dukung siapa nih

Devan?

Erland?

My Possessive Billionaire [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang