So, prolognya udah aku ganti dengan yang baru. Harap kalian suka dan enjoy. Terimakasih banyak!
HAPPY READING PEEPS 💫
*
PROLOG
"Kau pergi dengan Jullian semalam?"
Alana, reflek membalikkan tubuhnya mendengar itu. Hanya dalam sekejap, tubuhnya menegang kala melihat pria yang ingin dihindarinya itu tengah bersandar pada pintu dapurnya dengan kedua tangan terlipat, dan tatap mata yang sangat berkilat. Siapapun yang melihatnya pasti yakin kalau Davin tengah menahan amarahnya yang sebentar lagi akan meledak dalam hitungan detik.
Alana dapat merasakan lidahnya kelu dengan tatapan itu. Tubuhnya bereaksi defensif tanpa sadar, ia bergerak mundur. Dan semakin mundur saat Davin perlahan melangkah maju ke hadapannya. Hingga tanpa sadar, dinding polos di belakang Alana menahan langkah kakinya untuk mundur lebih jauh lagi. Ia berdecak kesal karenanya, dan terperanjat begitu melihat Davin benar-benar berada di hadapannya dalam jarak yang terlalu dekat.
Mata birunya benar-benar terkunci dengan pandangan gelap pria yang ada di hadapannya. Sorot matanya dingin, tidak ada kehangatan seperti yang biasa ia lihat disana. Alana dapat merasakan jantungnya bergemuruh keras saat pria di hadapaannya makin menatapnya dengan tatap berkilat.
Davin meletakkan satu tangannya di sebelah wanita itu, dan mengurung tubuhnya agar mereka bisa berbicara. Sorot mata membaranya tidak bisa lepas dari wajah takut Alana yang tanpa sadar mengigit bibir bawahnya. Pandangannya langsung ikut turun pada bibir wanita itu yang ternyata terdapat sedikit luka disana. Rahang kukuhnya terkatup sempurna menahan rasa terbakar yang mulai menjalari dadanya. Dan jiwanya semakin berang saat menemukan sebuah tanda merah pada leher jenjang wanita itu. Tangannya menyibak rambut Alana lalu memandang tanda itu dengan hati yang sakit "Kalian benar-benar tahu bagaimana cara memanfaatkan keadaan." desisnya tajam, setajam matanya yang kembali menatap wanita di hadapannya. Suara ringisan Alana saat tangan Davin menyentuh tanda merah itu membangkitkan gejolak-gejolak aneh yang terasa panas di darahnya. Pikirannya berkabut, dan ia tidak terima dengan semua ini. Dalam sekali gerakan, Davin segera melumat bibir wanita di hadapannya kasar.
*
Alana membulatkan matanya sempurna karena ciuman itu. Ia ingin meronta, namun tampaknya pria itu tidak lagi memberikan ruang pada bibirnya yang terus dicobai tanpa henti. Alana berusaha untuk tetap sadar, menahan buaian-buaian yang mulai memanjanya tanpa sadar. Kedua tangannya terus berusaha untuk mendorong tubuh pria itu mundur, namun dengan kasar Davin menangkap kedua tangan Alana dan menahannya di atas kepala wanita itu tanpa melepas pagutannya yang mulai mendalam.
Tentu saja Alana sadar kalau tenaga Davib pasti lebih kuat darinya. Tapi ia tetap berusaha meronta meski perlahan tubuhnya mulai mengkhianatinya. Syaraf-syaraf di kepala Alana seakan memaksanya untuk menikmati semua tindakan yang ia terima sekarang ini, sementara pria itu terus memainkan lidahnya tanpa henti di dalam sana. Ah! Alana benci sekali kenikmatan ini.
Davin membiarkan bibirnya bermain pada seluruh bagian bibir wanita dalam kurungannya. Ia semakin menperdalan permainannya saat Alana mulai melunak, sarat akan kepasrahan. Setelah kekasaran yang ia berikan akibat matanya yang ternoda karena sebuah luka pada bibir wanita itu, ia meredam ritmenya menjadi lebih lembut. Tanpa memberikan ruang dan jeda bagi wanita itu untuk bernapas tentunya.
Suara-suara lenguhan yang tercipta akibat permainan yang sangat tiba-tiba ini membuat pikiran Davin makin berkabut. Jujur saja, tindakan ini ia lakukan karena amarahnya pada Alana yang lebih memilih pria lain selain dirinya. Dan membayangkan wanitanya mengeluarkan suara se-erotis ini pada tubuh pria lain, membuat dadanya makin terbakar api cemburu. Tangannya turun melepas tangan Alana. Dan ganti memeluk pinggangnya lalu menarik wanita itu hingga tiada lagi celah di antara mereka.
Davin terus memainkan lidahnya di setiap inci bibir Alana yang nampak mulai kehabisan napasnya. Ia sengaja mempermainkan wanita dalam kurungannya dengan ritme acak ciumannya yang justru menimbulkan sensasi lain di antara mereka.
Alana tetap memejamkan matanya sambil sesekali meringis penuh kenikmatan saat tangan pria itu dengan sengaja meremas bagian belakang tubuhnya, begitu juga dengan dadanya yang terus bergesekan dengan dada bidang pria di hadapannya. Davin menurunkan bibirnya dan mulai bermain pada leher jenjang Alana yang merebakkan parfum pria lain dan kembali menyakitkan hatinya. Tubuh Alana kian memanas begitu punggungnya diusap dengan sangat lembut oleh tangan kekar berjemari langsing yang sengaja mempermainkan letupan-letupan ransangan yang ada dalam dirinya. Tangan itu kemudian bergerak maju dan memainkan bagian lain dari dirinya yang membuat pusat tubuhnya langsung menggila.
Suara ringisan Alana yang terus menghiasi pendengaran Davin langsung ia bungkam kembali dengan pagutan yang sangat dalam. Sangat dalam, hingga wajah Alana mulai memerah dan tubuhnya melemas. Barulah setelah rasa sakit hatinya cukup terbalaskan, Davin menghentikan permainannya.
Seperti terlepas dari sebuah gantungan, Alana langsung jatuh terduduk akibat nafasnya yang hampir habis karena ciuman tanpa henti yang terus membuatnya terangsang. Ia benci sekali dengan kondisinya sekarang ini, seperti jalang pikirnya. Davin yang juga sedang mengatur nafasnya, sudah menyadari apa yang dilakukan Alana semalam sejak wanita itu masuk kerumahnya tadi pagi. Mengenakan kemeja putih berukuran besar yang pasti milik seorang pria yang ditidurinya semalam. Letupan-letupan lahar di hatinya kian menjadi saat ia mengenali parfum siapa yang menghiasi tubuh wanitanya [tepat saat Alana berjalan melintasinya]. Dan ia rasa, hukuman itu cukup untuk membalaskan setidaknya secuil saja rasa kecewanya. Ia kembali menurunkan pandangannya dan memandangi Alana yang terengah-engah dengan wajah memerah, dan pakaian yang berantakan. Untung saja pikirannya masih waras, atau wanita itu mungkin akan mendapatkan yang lebih dari ini. Setelahnya ia mensejajarkan wajahnya dengan Alana yang masih kesulitan nengatur napas dengan wajah tertunduk. Sebelah tangannya mengangkat dagu wanita itu lalu menyingkirkan beberapa helai rambutnya yang menutupi kecantikannya. Mata mereka kembali beradu, dan melihat tatap nanar Alana dengan lenguhannya yang sesekali terdengar membuat syaraf-syaraf di tubuh Davin menggila. Mata coklatnya kembali menatap manik mata biru di hadapannya lurus-lurus "Jangan coba-coba bermain dengan pria lain di belakangku Alana."
Alana menggelenyar sekali lagi mendengar nada keposesifan yang sangat tajam di telinganya yang sejak tadi dipenuhi napas memburu pria itu. Davin memajukan wajahnya pada telinga wanita di hadapannya "Aku tidak suka mencium aroma pria lain ada pada tubuh kekasihku." bisiknya yang lagi-lagi membuat Alana meremang dalam napasnya yang belum teratur. Pria itu menarik wajahnya kembali dan merapikan pakaian Alana yang sedikit sobek di bagian depan "Bersihkan dirimu. Kita harus pergi setelah ini." ucapnya sebelum berdiri dan melangkahkan kakinya pergi.
TBC
[Gimana prolognya? Panas? Yaudah nyalain kipas dulu biar ga panas EHE. Scroll untuk mulai membaca bab satu]
KAMU SEDANG MEMBACA
RETURN | END
Lãng mạnFOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA Siapa yang tidak kenal dengan Alana Haynsworth? Supermodel dunia dengan kecantikan luar biasa yang selalu menjadi incaran banyak pria. Wajahnya selalu terpampang indah di setiap majalah kenamaan, brand-brand terbaik dunia...