47. Grocery

16.8K 1.2K 135
                                    

Yay, back again with me ! Aku seneng banget bisa sering update dan jadi bisa ngelarin ini dengan cepat. Semoga yaaa. Sekali lagi maaf banget kalo ceritaku belom bisa memuaskan kalian yang membaca :( aku juga masih butuh belajar dan membaca lagi hehe. But terimakasih ya buat semua support kalian. I appreciate that !

Happy reading and enjoy 💫

*

47

Alana menutup telinganya dengan bantal karena suara ketukan beruntun pada pintunya yang tak kunjung berhenti. Diluar, Davin terus membangunkan dirinya. Jarum jam besar di ruang tamu terdengar berdentang lima kali. Yang artinya sekarang sudah jam lima pagi. Alana ingat semalam Davin sama sekali tidak mengijinkannya untuk tidur duluan, pria itu terus menahan pinggangnya dan sesekali mencumbu lehernya manja. Membicarakan hal-hal yang tidak penting, dan kembali menggodanya. Belum genap satu minggu mereka bersama, Alana merasa sudah harus minggat dari rumah ini. Pria itu tidak berhenti mengganggunya setiap hari. Bahkan setiap saat !

"Jangan berisik !" teriak Alana kesal dengan mata yang masih terpejam. Suara ketukan itu memang berhenti, tapi tak elak membuat Davin mengakhiri perbuatannya "Satu jam lagi kau harus sudah rapi dan ada di ruang makan Alana, aku menunggumu." ya, dan setelahnya suara itu menghilang bersamaan dengan suara derap langkah kakinya yang perlahan menjauh. Alana menggeram kesal, lama-lama bisa gila rasanya kalau harus tinggal bersama pria itu.

*

Davin menaikkan senyumnya begitu melihat Alana yang sudah duduk rapi di ruang makan. Wanita itu nampak sibuk memainkan panselnya. Tanpa kata-kata, Davin mengecup wajah wanita itu lembut "Pagi sayang."

Alana menggeliat antara jijik dan kesal "Berhenti memanggilku seperti itu." Davin memundurkan langkahnya kembali dan menatap iris biru mata Alana dari dekat "Lalu kau mau aku memanggilmu apa ?" napas hangatnya yang membelai wajah Alana membuat wanita itu menahan napas. Dengan segera didorongnya tubuh itu yang kembali percuma, hal itu hanya membuatnya kembali mendapatkan sebuah kecupan yang sangat singkat di bibir merah mudanya "Davin !" reflek Alana mengacungkan garpu yang ada di dekatnya hingga membuat Davin tertarik mundur, lalu tertawa "Baiklah-baiklah."

Masih dalam seringainya, Davin berjalan menuju kursi yang ada di seberang Alana. Tangannya langsung sibuk mengambil selembar roti dan mengoleskan selai kacang di atasnya. Alana mendengus sebal, ia yakin sebentar lagi wajahnya akan memiliki jutaan kerutan yang tersebar di setiap senti kulit wajahnya hanya karena Davin terus berulah dengan sikap mesumnya.

"Kita akan pergi belanja hari ini. Aku belum sempat memenuhi kulkasnya."

"Belanja ?" Davin mengangguk. Alana melirik jamnya lalu memutar bola matanya kesal "Supermarket baru buka jam 8, sedangkan ini baru jam enam lewat. Jarak dari rumah ini ke supermarket hanya 30 menit. Lalu untuk apa kau-" ia menyenderkan tubuhnya lalu melipat kedua tangannya dengan wajah yang kusut "Aku benar-benar tidak mengerti dengan rencanamu yang mendadak itu Davin."

Davin hanya mengulum senyumnya sambil tetap menyantap sarapannya. Pikirannya yang biasa menegang karena berkutat pada pekerjaannya, kini selalu menegang setiap kepalanya mengingat wanita yang sudah menjadi istri sah nya itu. Apalagi jika yang tiba-tiba terbayang adalah bagaimana wanita itu mengeluarkan nada-nada indah yang membakar hasrat laki-lakinya saat ia dengan sengaja menggoda tubuh langsing itu. Atau bagaimana juga dengan sentuhan lembut tangan Alana pada tengkuknya, dan padatnya gundukan ranum wanita itu yang kian membuatnya selalu ingin menenggelamkan kepalanya disana. Mata coklatnya kembali ia arahkan pada Alana. Bahkan hanya dengan menggunakan kaus kuning dibalut oversize cardigan polos, dan rambut basah yang digerai asal tidak lantas membuat kecantikannya meredup. Dan lagi, Davin memuji kesempurnaan wanita yang telah menjadi istrinya itu.

RETURN | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang