22. Dinner

36.2K 1.6K 87
                                    

Terimakasih atas dukungan kalian yang bikin aku semangat untuk ngelanjutin cerita ini. Maaf jika ada kesamaan nama, tempat, dan lain sebagainya.

Happy reading y'all 💞

*

22

Sinar mentari pagi yang masuk melalui celah-celah tirai, menyinari sepucuk bunga yang sedang duduk manis di dekat nakas seorang wanita. Wangi bunga itu terpendar ke seluruh ruangan. Anehnya, bunga itu belum juga layu meski telah berjam-jam belum disiram.

Alana membuka matanya perlahan saat seberkas cahaya menyentuh matanya. Ia menggerakkan tangannya untuk menghalau sinar itu, namun matanya malah terfokus pada bunga yang semalam ia taruh di atas nakasnya. Tubuhnya bergerak bangun dan mengambil bunga itu.

Apa Davin benar-benar ada di LA kemarin ?

Pikirannya melayang pada kejadian di malam itu, sudah hampir satu bulan kejadian itu terjadi. Dan ia baru ingat, dengan marahnya memblokir nomor Davin, menghapus semua jejaknya tanpa sisa pada ponselnya. Tangan kanannya segera mengambil benda pintar itu yang tak tergeletak jauh. Dengan segera, ia membuka blokirannya dan memeriksa informasi nomor itu pada aplikasi khusus yang telah diunduhnya.

43 panggilan tidak terjawab
12 pesan terblokir

"Wow." Alana berderai tawa membaca itu. Meski begitu, tetap saja sakit di hatinya belum saja hilang jika ingat pada kejadian di malam dimana pipinya bergurat merah bekas ditampar. Dan nampaknya tidak terlalu banyak lagi yang membicarakan mereka.

Alana segera melangkahkan kakinya turun dari kasur dan membuka jendela kamarnya. Ia berjalan menuju kursi malas miliknya lalu duduk disitu. Memandangi awan yang berarak pada langit biru hanya membuatnya teringat pada Jullian. Pria itu, sebenarnya tidak ada (lagi) masalah di antara mereka, hanya sikap dan perhatiannya sudah tidak seintens dulu. Perubahan tersebut sangat terasa dan selalu berhasil membuatnya sedih, juga merasa sendiri.

Pintu terbuka tak lama setelah suara ketukan terdengar. Laurent muncul di balik pintu dengan membawa senampan sarapan "Permisi Nona, aku sudah menyiapkan sarapan untuk anda." ucapnya. Alana segera mempersilahkannya untuk masuk dan sarapan yang dibawa pun segera diletakkan pada meja di sebelahnya duduk "Terima kasih Laurent." wanita itu mengangguk ramah dan segera berlalu pergi.

ddrttt... ddrttt...

"Halo." sapa Alana lalu menyuapkan sesendok oatmeal ke dalam mulutnya.

"Kau jadi pergi ke salon hari ini ?"

"Tentu Brinn, aku akan bersiap-siap sebentar lagi. Kau sudah siapkan bajunya ?"

"Sudah. Kita bertemu langsung di salon ?"

Alana meletakkan sendoknya "Kutunggu jam 11 siang, aku harus berolahraga dulu."

"Baiklah. Sampai jumpa nanti !"

*pik

Alana melempar pandangannya asal dan termenung "Aku harus terlihat sempurna malam ini. Mereka pasti membawa anak-anak mereka juga." gumam Alana lalu menghabiskan sarapannya dengan cepat. Ia segera mengganti bajunya dan mulai berolahraga.

Obsesinya untuk memiliki badan ramping benar-benar tak berujung. Berkali-kali ia jatuh sakit hanya karena sengaja membuat tubuhnya kelaparan seharian agar perutnya tetap rata saat paparazzi tak sengaja memotretnya nanti.

Ia mulai dengan merenggangkan kakinya lalu memegang ujung kakinya dengan kedua tangan. Menghitungnya sampai 10 lalu mengganti gerakannya hingga dua jam kemudian.

RETURN | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang