53. Faith

17K 1.2K 216
                                    

Setelah berkutat dan terbengkalai ini cerita selama ±3 tahun, akhirnya aku akan berjalan ke penghujung cerita ini hehe. Terimakasih atas semua dukungannya ya teman-teman !!

Happy reading and enjoy 💫

*

53

Alana kembali mengusap air matanya sambil memandangi cincin yang telah melingkar di jari manis tangan kanannya selama kurang lebih beberapa bulan terakhir. Dan sejak semalam, hatinya sakit memikirkan kalau sebentar lagi ia akan melepas cincin yang digunakannya itu dan memberikannya langsung pada pria yang juga memiliki cincin yang sama dengannya. Setelah semalaman menangis dan berkutat pada pemikirannya, keputusan yang ia pilih sudahlah bulat. Ya, ia memilih untuk mengakhiri hubungannya saja dengan Davin. Pria yang sangat baik padanya itu, tidak pantas mendapatkan seorang wanita buruk seperti dirinya. Dia berhak mendapatkan wanita yang lebih baik meski sebenarnya ia juga mulai menyadari perasaan terpendamnya pada pria itu. Alana menyayanginya, dengan semua sikapnya, kehangatannya, keposesifannya, kejahilannya, dan semuanya yang ada pada pria itu. Ya, Alana sadar ia sangat membutuhkan Davin dalam hidupnya. Tapi ia juga sadar, kehadirannya hanyalah sebuah beban dalam hidup pria itu. Ia bahkan merasa tidak lagi dapat mengangkat wajahnya dengan berani di hadapan Davin karena banyaknya rasa bersalah dalam hatinya yang tidak bisa terhitung lagi jumlahnya. Alana menyeka air mata terakhir yang jatuh di pipinya lalu menghela napas panjang. Wajahnya kembali ia angkat lalu memandangi sekitarnya gamang "Aku tidak pantas bersamanya." liriknya pelan.

Tidak berapa lama kemudian, pintu kamarnya kembali dibuka oleh Davin yang langsung muncul dengan senyum hangatnya "Maaf, aku baru pulang." Alana hanya membalasnya dengan senyum sedih saat pria itu duduk di sebelahnya "Kau harusnya tidak usah repot memikirkanku Davin." tuturnya pelan sambil tetap menundukkan wajahnya.

"Alana." panggil Davin seperti biasa dan membuat Alana mengangkat wajahnya kembali. Entah kenapa selalu ada rasa yang aneh di dadanya setiap pria itu memanggil nama depannya dengan suara berat khas miliknya "Aku sama sekali tidak merasa direpotkan dengan kehadiranmu. Aku senang kau ada disini, bersamaku." kata-kata itu, membuat Alana tiba-tiba tersayat saat mendengarnya. Setitik air matanya berhasil jatuh dengan sendirinya dan Davin segera mengusap air mata itu dengan tenang. Ia sadar betapa hancurnya hati wanita yang ia cintai ini sehingga merubah banyak sikapnya selama beberapa hari terakhir. Alana sempat terdiam untuk beberapa saat sambil menatap pria di hadapannya dalam kesenduan. Davin menyangka jika wanitanya itu belum bisa banyak berbicara padanya hingga akhirnya tubuhnya langsung menegang begitu melihat Alana menarik cincin berlian yang ada pada jari manisnya lalu memberikan itu padanya.

Alana menyeka air matanya yang mulai jatuh perlahan "Aku tidak bisa hidup denganmu lagi Davin. Aku—" ia menghela napas mengusir kesesakan di dadanya "Aku sangat bersalah padamu. Pada kau yang selalu baik padaku, tapi apa yang kulakukan untukmu ?" setetes air matanya yang jatuh ia seka dengan cepat "Aku hanya bisa menuduhmu, berpikiran buruk tentangmu, kasar, tidak sopan, dan aku— kau pantas mendapatkan wanita lain yang lebih baik dariku." melihat tatap mata Alana yang sangat serius meski yang nampak adalah kehancuran yang bertambah parah sempat membuat Davin tercekat. Lalu ia sadar jika wanita itu sedang dalam keadaan yang sangat kecewa saat ini hingga tidak bisa memutuskan sesuatu yang penting dengan kepala jernih. Ia menghela napas panjang

"Alana." panggil Davin yang langsung menyentuh wajah wanita di hadapannya lembut. Iris mata coklatnya memandang hangat mata biru yang nampak redup itu dengan hangat, berusaha mengalirkan seluruh perasaannya yang selama ini terpendam. Davin sadari jika rasa sayang yang ada dalam hatinya sudah tidak lagi ada dalam tingkat biasa-biasa saja. Melainkan terlalu tinggi dan besar hingga tidak ada lagi yang dapat mengukurnya.

RETURN | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang