45. The Day

23.6K 1.5K 186
                                        

Sekali lagi kepada seluruh pembaca diharap untuk bersabar ini ujian. Akhirnya aku bisa punya ide bagus buat lanjutin cerita ini. Terimakasih buat semua dukungannya teman-teman !!

Happy reading and enjoy

*

45

Alana kembali berputar untuk mengganti posisi tidurnya. Waktu sudah menunjukkan pukul empat pagi, namun matanya belum juga bisa terpejam. Ia lelah, karena belum juga bisa tidur. Padahal nanti siang, ia sudah harus mulai bersiap untuk acara besar nan krusial dalam hidupnya yang akan dimulai malam hari. Ya, akhirnya setelah berbulan-bulan penuh kejadian yang terjadi dalam hidupnya, Alana akan segera menepati janjinta untuk mengakhiri masa lajangnya bersana dengan pria yang sudah dijodohkan dengannya. Ia membalik tubuhnya lagi menatap langit-langit di kamarnya yang gelap. Semua orang menyambut gembira kabar besar ini, tanpa terkecuali. Brianna bahkan sampai menangis sedih karena berpikir akan berpisah dengan Alana. Yu Tsai dan beberapa orang lainnya juga menangis terharu karena akhirnya ia bisa masuk dalam sebuah komitmen yang serius. Begitu juga dengan kedua orangtuanya yang sudah memeluknya lalu menangis terharu saat acara makan malam hari kemarin. Alana juga menangis saat ini, bahkan sejak tadi. Menangis karena pikirannya terlalu kalut hingga ia tidak bisa menyuarakan suaranya. Entah kenapa hatinya sakit, ia merasa sama sekali tidak siap dengan semua ini. Merasa belum mampu, atau karena memang belum ingin. Semua orang menuntut kesempurnaan dalam hidupnya, dan pasti semua sudah memandangnya sempurna juga sekarang.

Sejak kabar perjodohannya dengan Davin merebak keluar. Hidupnya tidak lagi tenang. Seluruh wartawan, jurnalis, paparazzi, dan lainnya selalu menyinggung soal itu saat berhadapan dengannya. Dan selama itu jugalah ia bungkam, tidak ingin masalah pribadinya menjadi konsumsi picisan publik yang biasanya dimuat dalam majalah gosip. Alana menggerakkan tangannya pada sebelah matanya yang lagi-lagi mengeluarkan air mata. Helaan napas terdengar setelahnya, pikirannya benar-benar kacau saat ini. Meskipun tidak ada yang melarangnya secara langsung untuk tidak melakukan ini dan itu, tetap saja akan ada omelan yang datang jika ia benar-benar bebas melakukan hal yang disukanya. Apalagi, semua itu sangat bertentangan dengan Davin. Orang yang akan selalu berada dalam rumah yang sama dengannya. Alana mendesah kasar lalu merentangkan tangannya kesal "Kenapa hidupku harus seperti ini ?" lirihnya "Lebih baik aku dilahirkan jadi orang miskin saja, supaya tidak ada yang memperhatikanku."

*

"Nona, ini sarapan anda." Alana yang sedang termenung sambil menempelkan kepalanya pada meja hanya mengangguk tipis.

"Apa ada lagi yang harus aku siapkan Nona ? Barang-barang yang ada di kamar sudah saya rapihkan semua." Alana menggeleng. Laurent jadi merasa aneh karena itu. Di matanya, Alana merupakan wanita yang sangat mandiri dan baik. Terlepas dari sikap ketus dan wajah juteknya yang ia lihat setiap hari. Tapi ia juga bukannya tidak tau kalau atasannya ini sangat tidak menyetujui pernikahan yang akan dilangsungkan malam nanti. Dan sebenarnya ia juga tidak enak untuk menyinggung wanita itu tentang semua yang berbau pernikahan. Hanya saja, Elena sudah mewanti-wantinya untuk jangan lupa  menyiapkan semua barang Alana untuk dipindahkan ke rumah barunya tanpa terkecuali.

"Jika tidak ada, aku akan pergi ke rumah Nyonya Elena untuk membantunya disana." masih dalam ketermenungannya, Alana mengangguk. Laurent balas mengangguk sopan sebelum melangkah pergi dari situ.

Setelahnya, Alana masih termenung untuk beberapa saat lalu akhirnya mengangkat kepalanya  dan memandangi sarapan di hadapannya dengan hambar. Mungkin karena waktu tidurnya yang hanya dua jam atau memang tubuhnya juga menolak pernikahan ini, ia tidak merasakan adanya semangat dalam dirinya. Tangannya lalu mengambil sepotong sandwich dan mengunyahnya perlahan.

RETURN | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang