42. Promises

21.7K 1.3K 57
                                    

Semoga tahun ini Return bisa cepet aku selesaiin ya. Aku tamatin. Gatau kenapa aku juga sedih aja gitu kalo cerita yang kugarap udah tamat :( tapi ya udahlah, demi kalian aku akan ngebut namatin ini hehe. Terimakasih untuk semua dukungan kalian !!

Happy reading and enjoy 💫

*

42

Suara resleting koper yang bersahut-sahutan dengan suara notifikasi ponsel memenuhi seluruh sudut kamar rawat Alana sore ini. Akhirnya setelah kurang lebih delapan hari berada disana, ia sudah diperbolehkan pulang oleh dokter Smith. Hal yang sangat menggembirakan, dan sangat terpancar pada wajahnya yang tengah merapikan beberapa barang pada tas hitamnya.

"Brianna sudah menunggumu di bawah." tutur Davin yang baru sajaa datang lalu duduk di sebelah Alana dan memandanginya seperti biasa "Kau yakin bisa menjaga dirimu disana ?" Alana mengangkat wajah cerianya mendengar itu "Tidak perlu khawatir Dav. Aku pasti akan baik-baik saja." tangannya masih mengobrak-abrik seisi tasnya lalu merapikan beberapa benda yang tidak ingin dibawanya. Davin menghela napas panjang, entah kenapa ia merasa tidak yakin kali ini. Bepergian jauh dalam waktu lama memanglah bukan suatu hal baru bagi Alana, dan juga dirinya yang biasanya jadi sibuk karena wanita itu juga sibuk. Hanya saja kali ini- "Kau akan pulang atau kembali bekerja ?" tanya Alana membuyarkan lamunan Davin "Aku akan kembali ke kantorku."

Alana memasukkan parfum kecilnya ke dalam tas lalu menarik resletingnya hingga tertutup. Kemudian matanya beredar memandangi dua koper yang telah disiapkan oleh Laurent kemarin. Melihat wajah cantik Alana yang kembali cerah menimbulkan perasaan lain pada pandangan Davin yang melihatnya, ia tersenyum dalam hatinya dan berharap bisa melihat wajah itu setiap saat ia membuka matanya dan menutupnya kembali.

"Dokter Smith tidak memberikan vitamin lain padaku ?"

"Tidak. Hanya yang ia berikan kemarin dan yang tadi pagi sudah kau minum." Alana manggut-manggut mendengarnya "Baiklah, aku rasa kita bisa ke bawah sekarang." ucapnya lalu beranjak dari tempatnya. Davin ikut berdiri lalu mengikuti langkah wanita itu yang hendak menarik kopernya. Alana meletakkan tas bahu besarnya di atas koper lalu menghela napas panjang. Seluruh persiapannya untuk pergi selama satu bulan ke depan sudah siap. Ia membalikkan badannya dan mendapati Davin yang tengah memandanginya dalam diam, seperti biasa. Tapi ada yang berbeda, Alana yakin soal itu. Sinar matanya terlihat redup cenderung kelabu, sarat akan kesedihan.

"Davin." panggilnya pelan. Davin hanya diam dan terus memandangi wanita di hadapannya dalam-dalam. Alana mengaitkan sebelah rambutnya ke telinga dengan canggung "Aku, aku mau mengucapkan terima kasih padamu." ia berusaha kembali memfokuskan pandangannya yang ternyata cukup sulit "Terima kasih sudah mau menjagaku selama aku disini." jujur, lama sekali seorang Davin tidak merasakan perasaan yang asing seperti itu. Hati yang berdetak pelan dan perlahan tenggelam dalam kesedihan setiap mengingat fakta bahwa ia harus berpisah selama satu bulan dengan wanita yang sangat ia cintai. Tapi baiklah, sejak awal Alana sendiri sudah katakan kalau dia adalah wanita yang sibuk dan ia menerimanya.

"Apa boleh aku-" Alana mengangkat kedua tangannya sejenak lalu menurunkannya lagi "Maaf, kau tidak suka aku-" tanpa embel-embel, Davin segea menarik Alana dalam dekapan hangatnya. Kedua tangannya memeluk Alana dengan sangat erat, seolah takut siapapun akan mengambil harta yang ia punya dari dirinya.

Nafas Alana tertahan karena ini. Ia dapat merasakan detak jantung pria yang memeluknya dengan sangat baik, wangi parfum mahalnya bercampur dengan aroma maskulin pria itu, dan- ah, Alana bisa merasakan tubuh indah dibalik setelan jas mahal yang dipakainya. Merasakannya semua dalam satu detik bersamaan membuat tubuhnya meremang dalam gelora panas yang belum pernah dirasakannya meskipun pria itu tidak sengaja mencumbunya. Davin hanya terus memeluknya dalam keterdiaman yang sangat dalam, dan Alana bisa merasakan hal itu. Dengan ragu-ragu, ia membalas pelukan itu. Wajahnya memanas begitu puncak kepalanya merasakan nafas hangat Davin yang menyapunya lembut.

RETURN | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang