52. Dying

16.9K 679 299
                                    

Makasih atas apresiasi kalian yang sangat besar untuk cerita ini ya. Aku sayang kalian !!

Thanks y'all for the support 💫

*

52

11.23 P.M

"Bagaimana kalau kau berikan sesuatu padanya ? Anggap saja untuk memulai lagi hubungan di antara kalian."

Davin yang sedang berjalan menuju ruangannya akhirnya mulai memikirkan saran itu setelah pekerjaannya selesai. Tangannya kemudian membuka kenop pintu di hadapannya dan masuk.

Kesunyian dan lampu temaram yang ada di atas meja kerja menyambut tubuhnya yang sangat lelah karena harus memimpin banyak rapat hari ini. Ia segera mengambil ponsel yang sengaja ditinggalkannya sejak pagi karena merasa tidak ada catatan penting untuk rapat disana. Setelahnya ia duduk di kursi dan wajahnya langsung menegang saat melihat banyaknya notifikasi panggilan tak terjawab dari Grezie. Beberapa pesan yang masuk dibawahnya langsung ia buka dengan cepat. Matanya membulat dan detak jantungnya nyaris berhenti begitu kepalanya berhasil mencerna dengan kejadian yang dijabarkan melalui rangkaian kalimat itu. Rahang kukuhnya terkatup kencang tanpa sadar dan sebuah pukulan keras melayang pada meja kerjanya yang langsung bergetar. Dengan cepat, ia meraih kunci mobilnya lalu menyambar jas nya yang tergantung dan segera berlalu dari situ.

*

Laurent segera menghembuskan napas lega begitu melihat Davin bergerak cepat keluar dari mobilnya "Dimana Alana ?" tanyanya langsung "Di kamarnya Tuan." tanpa berlama-lama, Davin segera berlari cepat menuju kamar yang tertutup rapat di sebelah kamarnya itu. Dan langkahnya terhenti sesaat begitu mendengar suara isakan yang sangat pilu mulai memenuhi pendengarannya seiring langkah ia menaiki tangga. Suara tangisan itu, lebih pilu dari yang pernah didengarnya.

Dengan pelan, ia membuka kenop pintu di hadapannya dan langsung disambut dengan kegelapan serta dinginnya ruangan itu. Hatinya serasa hancur melihat Alana sedang terduduk lemas di lantai dengan kepala yang bersandar pada tepi kasur dengan suara tangis yang sangat memilukan.

"Alana." panggil Davin yang langsung menyusuri wajah lebam dan luka wanita di hadapannya dan berhasil menyulut kebencian yang ia pendam sejak lama juga kemarahannya yang coba ia tahan. Tapi tidak, Alana tidak boleh melihatnya karena ia akan selesaikan masalah ini nanti. Matanya kembali memandangi wajah yang lama sekali tidak dilihatnya itu, keadaannya yang sangat berantakan turut menimbulkan rasa sakit pada hatinya yang sangat merindukan Alana.

Wanita yang dipanggil itu tidak menyahut. Pandangannya gamang dengan air mata yang terus berderai keluar "Alana." Davin yang sangat khawatir langsung menyentuh kedua tangan Alana lalu mengenggamnya hangat. Mengusir rasa dingin yang menyelimuti kulit halus itu. Seakan tersadar, iris mata wanita itu bergerak dan menatap manik mata coklat Davin yang mulai bergetar

"D—Davin." lirihnya. Davin mengangguk cepat dan langsung merengkuh Alana dalam dekapannya erat "Ini aku." bisiknya. Dalam sekejap, suara tangis pilu Alana kembali terdengar pada genderang telinganya dengan hati yang hancur. Bahkan di dalam kegelapan sekalipun, kobaran api yang ada di mata Davin benar-benar terlihat jelas akibat suara tangis itu. Rasanya jika diijinkan dalam hukum, mungkin ia akan membunuh dua orang itu dengan cara yang tak lazim karena berani membuat wanita yang ia cintai jadi seperti ini.

Sementara itu, Alana tidak dapat menahan tangisnya yang berubah jadi menyesakkan. Bahunya yang naik turun dengan berat membuat Davin makin memeluknya erat seperti tidak dibiarkannya wanita itu menanggung kesesakannya sendirian. Sebelah tangannya menangkup kepala wanita dalam dekapannya, dan yang lain mengusap punggungnya lembut.

RETURN | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang