Vannesa duduk di balkon kamarnya. Kali ini ia menggunakan celana pendek sepaha. Dengan kaos biru panjang berbahan wol. Ia mengetuk-ngetuk layar ponselnya dengan sebal.
Gadis itu sudah mengirimkan banyak pesan kepada Azka namun tak ada satu pun yang dibalas. Ia juga sudah berusaha menelpon, namun tak juga diangkat. Lama-lama ia jadi frustasi.
"Udah deh, hp lo bisa rusak." Ujar Nathan dari seberang.
Vannesa melirik ke arah Nathan yang berdiri menyender ke pagar balkon membelakangi dirinya. Pria itu menggunakan kaos santai berwarna putih.
"Biarin." Ujar Vannesa cuek.
Nathan melangkah masuk ke kamarnya. Vannesa hanya mengamati tanpa memberikan komentar sedikit pun. Tak lama kemudian Nathan kembali dengan sebuah pesawat kertas di tangannya. Ia melemparkan pesawat kertas itu ke arah Vannesa.
Tepat sasaran. Pesawat kertas itu dapat di tangkap Vannesa dengan sebelah tangan. Vannesa melirik Nathan, "Maksudnya apa nih?" Ujarnya.
Nathan mengangkat bahunya. Vannesa segera membuka lipatan kertas itu. Ada sebuah pesan yang tertulis di sana.
Boring? Jalan yuk sama gue!
"Kemana?" Tanya Vannesa.
"Mending lo ganti baju. Gue tunggu di bawah." Ujar Nathan kemudian meninggalkan balkon.
Vannesa bangkit dari duduknya. Ia lebih memilih ikut Nathan untuk mencari udara segar dari pada diam saja di balkon tanpa ada kabar dari Azka. Lupakan saja untuk sekarang.
"Mau kemana?" Ujar Vannesa setelah keluar dari rumahnya. Kali ini ia memakai celana panjang berwarna abu-abu dengan kaos panjang berwarna hijau tosca.
"Naik!" Ujar Nathan sembari menyerahkan helm ke tangan Vannesa. Ia sudah bersiap di atas motornya.
Vannesa menurut. Ia tak banyak bicara kali ini. Rambutnya ia cepol sederhana kemudian ia masukkan ke dalam helm.
Nathan membawa Vannesa ke sebuah danau yang tak jauh dari rumahnya. Bahkan Vannesa tak tau jika ada danau di sana.
"Woah! Gue nggak tau kalo ada danau di sini?" Ujar Vannesa kagum. Ia melepas helmnya dan turun dari motor Nathan.
Nathan menghempaskan pantatnya di bawah pohon. Ia menekuk kedua lututnya ke depan. Vannesa mengikuti langkah Nathan. Vannesa cukup menyukai suasana di sini. Sangat menenangkan.
Nathan merogoh saku jaketnya. Ia mengambil pena dan kertas origami berwarna-warni kemudian menyodorkan ke arah Vannesa.
"Nih, lo tulis semua unek-unek lo terus lo buat deh bebek-bebekan. Abis itu lo anyutin deh di danau."
Vannesa tertegun. Ia pernah melakukan hal ini sebelumnya. Saat ia masih kecil ia menyukai hal ini. Menulis unek-uneknya kemudian membiarkan air membawanya pergi.
"Siapa yang ngajarin lo kayak gini?" Tanya Vannesa sembari mengangkat kertas origami itu.
Nathan memandang air danau yang bergerak-gerak. "First love gue yang ngajarin. Dia punya banyak hal unik yang nggak pernah kepikiran sama orang lain."
"Kenapa lo keliatan murung gitu sih? Gue salah ngomong ya?" Tanya Vannesa tak enak ketika melihat tatapan Nathan yang kosong.
"Gue cuma sedih aja. Dia sekarang nggak inget sama gue." Ujar Nathan.
"Sorry..." ujar Vannesa menggantung.
Kini suasana jadi canggung. Vannesa merasa bersalah sudah membuat Nathan ingat masa lalu.
"Kenapa diem aja? Udah buruan tulis. Ntar beban lo bakal berkurang." Ujar Nathan pada akhirnya.
Vannesa mengangguk. Ia mencorat-coret sesuatu di atas kertas origami itu. Menorehkan kata demi kata. Setelah itu ia melipat kertas itu membentuk sebuah bebek-bebekan. Lantas ia menghanyutkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Brondong Idaman [ON-GOING]
JugendliteraturCowok PDKT sama cewek yang lebih tua? Sudah biasa! Ini nih kisah cinta Nathan yang ngebet banget pengen macarin kakak kelasnya. Vannesa. Si cewek cantik pacar ketua tim basket. Pacar orang? Embat! "Selagi tampang oke. Sah sah saja merebut pacar or...