27. Topik Utama

1.2K 59 5
                                    

Hey sepertinya hari pertama masuk sekolah setelah libur panjang memang tak pernah mengasyikkan. Begitu juga dengan perasaan Vanessa. Sunyi sekali kelas ini. Meskipun Vannesa bukanlah anak yang rajin entah mengapa ia bisa tiba di kelas lebih awal. Apa mungkin karena teman-temannya yang terlalu lambat datang ke sekolah? Hm. Yang jelas kali ini Vanessa tiba di kelas pertama kali.

Krekk...

Karna tak mempunyai kegiatan yang pasti, Vannesa lantas mengambil novel dengan judul yang selaras dengan warna sampulnya. Red. Novel yang mengisahkan kisah cinta Lani, seorang gadis yang sangat menyukai warna merah. Namun kisah cintanya tak secerah warna kesukaannya itu, ia mempunyai kisah cinta yang tergolong sadis. Bagaimana tidak? Hampir setiap menjalin hubungan dengan laki-laki, ia akan menjadi korban perselingkuhan pacarnya.

Gedubrak.

Suara nyaring yang baru saja timbul itu dilatarbelakangi oleh gadis paling aktif di kelas ini. Sudah bisa menebaknya bukan? Tentu saja ini Nia. Gadis yang jauh dari kata kalem ini masuk kelas dengan gasrak-gusruk.

"Bujug buset. Kesambet setan apaan Lo? Pagi-pagi gini udah nangkring di kelas?!" Suara nyaring Nia membuat Vannesa terlonjak dari bangkunya.

Vannesa merenggut. "Berisik elah." Sewotnya tajam.

"Lagi ngapain lo?!" Nia langsung menyundul bahu Vannesa dengan tasnya yang seringan bulu itu. Sudah bisa ditebak bahwa Nia tak membawa buku sama sekali kali ini.

Vannesa mencebik, "Keponya mulai deh ye." Ia menutup novelnya. Memasukkannya kembali ke dalam tas. Bukan waktu yang tepat untuk membaca novel jika ada orang sejenis Nia disekitarnya.

"Hidup tanpa kepo itu nggak asik mamen!"

Ini dia yang membuat Vannesa merindukan sosok Nia selama liburan kemaren. Karna nggak ada orang yang se-cablak Nia. Duh, bagaimana bisa ia punya teman model ajaib seperti ini? Namun yang jelas ia bersyukur Nia orang yang tergolong setia.

Vannesa teringat sesuatu. Ia mengambil sebuah totebag polos berwarna kecoklatan dari dalam lacinya. "Nih."

Mata Nia langsung berbinar. Terlihat sangat matre. "Buat gue nih?"

"Kagak! Buat tukang kebon lo!"

Nia melirik tajam ke arah Vannesa. "Ciusan?! Ini buat gue."

Karena geram dengan sikap Nia yang begitu lemot, alhasil Vannesa melayangkan sebuah toyoran di kepala Nia. "Iye, dodol."

"AAAAaaaaa?! Tengkyu... tengkyu...."

Teriakan Nia benar-benar nyaring. Sepertinya pulang sekolah nanti Vannesa harus memeriksakan telinganya. Takut-takut gendang telinganya pecah.

"Tumben inget ngasih gue oleh-oleh?!"

Vannesa mengambil ponselnya. Kemudian mengotak-atik sebentar. Membuka aplikasi bergambar surat, kemudian men-scroll ke bawah. Dan menampangkan ponselnya tepat di wajah Nia. "Gimana gue nggak inget?! Orang elo aja nge-sms gue berkali-kali."

Nia menggaruk tengkuknya sembari nyengir. Hey, wajar saja jika meminta oleh-oleh pada sahabatnya yang tengah berlibur itu. Toh ia tak minta yang mahal. Ia hanya minta yang sedikit mewah.

"Elo kan liburan nggak ngajak gue. So, buat gantinya lo ngasih gue oleh-oleh dong. Lagian elo kan tajir mlintir, masa pelit sama gue?"

"Iye iye."

"Tapi besok lagi kalo mau ngasih yang banyak ya. Tas bermerk juga nggak apa-apa. Gue ikhlas kok."

"NIIAAA?!"

Vannesa hendak melayangkan kepalannya ke bahu Nia sebelum gadis itu mendahuluinya dengan mengangkat tangan ke udara. "Wait!"

Vannesa menarik dagunya sedikit ke belakang. Mengedip dengan polosnya. "Apaan?"

Brondong Idaman [ON-GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang