21. Duel

1.4K 66 5
                                    

Bel pulang sekolah sudah berbunyi beberapa menit lalu. Anak-anak sudah mulai berhamburan meninggalkan sekolah. Beberapa masih berkeliaran di lingkungan sekolah karena masih ada urusan di sekolah.

Vannesa dan Nia juga sudah keluar dari kelas. Setelah menyelesaikan pelajaran kimia yang sangat membosabkan tadi. Kini mereka sudah tiba di aula sekolahan.

"Gue duluan ya," ujar Nia.

"Tumben buru-buru?" Tanya Vannesa menghentikan langkah Nia.

Nia terkekeh malu, "Gue mau nyalon dulu. Abisnya gue bosen sama pelajaran tadi. Ya udah mending nyalon. Ya kan?" Ujarnya.

"Ya udah, sana." Ujar Vannesa.

Nia langsung melambaikan tangan dan melangkah berlawanan dengan Vannesa. Nia ke barat, sedangkan Vannesa ke timur. Dengan langkah yang ringan Vannesa melangkah sedikit demi sedikit.

"Jones ya abis diputusin Kak Azka?" Bisik seorang wanita centil. Itu adalah adik kelas Vannesa. Masih kelas sebelas tapi kelakuannya sudah di luar batas.

"Udah untung dipacarin sama pangeran, eh ketauan selingkuh, ya diputusin lah." Cibir wanita di sampingnya.

"Kalo gue sih malu."

"Si onoh mana punya muka. Gak tau malu banget."

"Mending juga sama gue. Setia."

"Padahal mukanya biasa-biasa aja. Kok bisa ya Kak Azka jadian sama dia? Wah, jangan-jangan Kak Azka dipelet tuh?!" Sindirnya sembari cekikikan tak jelas.

Vannesa tutup kuping saja ketika melewati adek kelas. Ia tak ingin menjadi emosi dengan mendengar ucapan-ucapan tak bermutu. Meskipun nantinya ia harus digunjing.

"Oh my God?!

Mata Vannesa membelalak dengan sempurna ketika sampai di parkiran dan mendapati ban mobilnya kempes. Padahal ia ada jadwal les dengan Elang karena kemaren ia tak jadi les. Ia harus segera sampai rumah sebelum Elang tiba. Sungguh menyebalkan.

"Duh, gimana nih? Gue kan musti. Balik cepet." Bingungnya.

Tak mungkin juga Vannesa harus mengganti ban sendiri. Apalagi ia harus mengeluarkan dan mengangkat ban cadangannya yang berat itu. Mana ia mampu?

"Pake gembes segala sih. Nyebelin banget." Gerutu Vannesa.

"Ban lo gembes?"

Nathan tiba-tiba muncul entah dari mana. Dengan seragam yang sedikit acak-acakan dan tas yang dicangkong sebelah saja. Khas laki-laki ketika membawa tas.

Vannesa mengangguk, "Iya, apes banget lagi. Mana gue harus les." Ia jadi menggaruk kepalanya karena bingung harus berbuat apa.

"Ya udah sini gue bantu gantiin." Tawar Nathan.

Vannesa menoleh, "emang lo bisa ganti ban?".

"Ah, gampang. Apa aja gue bisa lakuin" ujar Nathan berbangga diri. "Lo ada ban serep sama dongkrak kan?"

Vannesa mengangguk, "Ada tuh di belakang."

"Sini kuncinya."

Vannesa meletakkan kunci mobilnya ke telapak tangan Nathan. Nathan langsung saja meletakkan tasnya ke lantai parkiran yang kotor dan berdebu.

Vannesa sontak saja mengambilnya dan mendekap di depan dadanya. Tak mungkin ia mencangklong di belakang, karna ia juga masih membawa tasnya.

"Dasar. Tuh kan tasnya jadi kotor." Ujar Vannesa sembari membersihkan debu yang ada di tas Nathan.

"Yakin lo? Lo bisa ganti ban?" Tanya Vannesa sekali lagi. Karena jujur ia tak yakin dengan perkataan bahwa Nathan bisa mengganti ban mobil. Dengan sikap Nathan yang ceplas-ceplos dan kekanakan itu?

Brondong Idaman [ON-GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang