2. Pertemuan Pertama

3.8K 150 0
                                    

Vannesa bangun lebih awal kali ini. Tetangga sebelah terdengar begitu bising di telinga Vannesa. Meskipun jarak rumahnya cukup jauh namun suara-suara itu terdengar bising sekali. Bahkan gadis itu tak bisa menikmati makannya pagi ini.

"Itu kenapa berisik banget sih, Ma?" Ujar Vannesa penasaran.

Sejak ia membuka mata tadi terdengar deru mobil yang tak henti-hentinya. Kemudian diikuti suara suara berisik memindahkan barang.

"Oh, itu. Rumah sebelah udah ada yang nempati. Kayaknya kita dapet tetangga baru." Ujar Belinda.

"Oh, pindahan. Pantesan berisik banget. Yaudah deh, aku berangkat sekarang aja deh Ma. Nggak kuat denger bising." Ujar Vannesa kemudian mencium pipi sang mama dan berjalan ke luar rumah.

Mobil biru miliknya hadiah ulang tahun dari orang tuanya tahun lalu, sudah siap ditumpangi Vannesa untuk berangkat sekolah. Dan tak butuh waktu lama untuk Vannesa melenggang pergi menggunakan mobil biru itu.

Sementara itu ditempat yang lain seorang pemuda baru saja menyelesaikan sarapannya. Ia beranjak ke luar rumah. Banyak barang-barang yang masih berserakan. Kardus-kardus masih berjajar di depan rumah mewah itu. Bahkan ini belum seberapa, mungkin nanti akan lebih banyak lagi. Mengingat rumah itu besar tentu saja perlu banyak perabotan untuk mengisi rumah itu.

"Bunda, Iel berangkat dulu ya. Takut telat. Hari pertama masuk sekolah." Ujarnya pada Ika, sang mama.

Ika pun mengangguk di balik kesibukannya dengan tumpukan-tumpukan kardus. "Iya, hati-hati. Jangan ngebut, bahaya!" Ujarnya mengingatkan sang putera agar berhati-hati dalam mengendarai mobil sport mewah berwarna hitam miliknya.

Butuh waktu lima belas menit hingga Vannesa tiba di SMA Harapan Bangsa. Suasana sekolahan kali ini terbilang masih sepi karena parkiran yang biasanya penuh kini baru terisi sebagian.

Vannesa turun dari mobilnya kemudian melenggang ke taman belakang. Masih ada waktu dua puluh menit sebelum bel masuk berbunyi. Ini kesempatan bagus untuk tidur karena Vannesa masih mengantuk.

Vannesa mengambil posisi di bangku taman di bawah pohon. Ia menyenderkan badannya ke belakang. Perlahan tapi pasti rasa mengantuk mulai menyergap. Ditambah lagi suasana yang sepi nan sejuk membuat dirinya benar-benar terhipnotis dan tertidur dengan perlahan.

Kepalanya yang tak menyender ke belakang pun bergerak ke kanan dan kiri. Namun karena mengantuk, Vannesa tak kuasa untuk bangun.

Dan puncaknya, Vannesa hampir terjungkal ke samping. Namun dengan sigap seseorang menahan kepala Vannesa dari belakang.

"Ups!" Ujar pemuda itu.

Vannesa tersadar. Ia membuka matanya dan segera menoleh ke belakang. Ternyata sudah ada pemuda lain di sini. Pemuda itu adalah anak baru yang kemarin diceritakan anak-anak.

"Halo, Kak. Ngantuk ya?" Ujar pemuda itu sembari cengengesan.

Vannesa berdehem. Ia merasa malu karena insiden memalukan barusan. Ingin sekali ia kabur dari situasi ini.

"Ehem. Bukan urusan lo." Ujarnya.

Pemuda itu mengangguk-angguk kemudian melangkah duduk di samping Vannesa. "Yah bukan urusan gue sih. Cuma kasian aja tadi hampir jatoh."

"Lo siapa? Dan ngapain lo di sini?" Ujar Vannesa mendelik.

"Gue Nathan. Lo Kak Nesa kan?" Ujar Nathan.

Vannesa mengernyit ke arah Nathan. Bagaimana dia bisa tahu nama itu. Nesa adalah nama panggilan untuk orang terdekatnya saja. Dan hanya beberapa orang yang memanggilnya dengan nama itu.

Brondong Idaman [ON-GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang