15. Bukan kencan

1.5K 72 0
                                    

Nathan baru saja keluar dari kelasnya. Masih dengan tas miliknya yang ia cangklong sebelah.

"Basketan yuk!" Ujar Bima.

Nathan membenarkan tasnya yang melorot kemudia menanggapi, "Males ah."

"Elah! Emang lo mau kemana?"

"Hmm... ngedate!" Ujar Nathan sembari tersenyum miring. Jawaban itu meluncur begitu saja ketika Nathan melihat Vannesa melenggang di lorong kelas.

"Ngedate? Mana percaya gue!"

"Kagak percaya kagak apa-apa. Gue duluan ye!" Ujar Nathan kemudian menepuk pundak Bima kemudian melangkah pergi.

Vannesa melenggang dengan santainya. Earphon berwarna putih mengalungi lehernya, terpasang sempurna di telinganya.

Tak.

Salah satu earphone Vannesa dilepas paksa oleh seseorang. "Alo kak!" Ujar Nathan sembari menampakkan batang hidungnya dari belakang tubuh Vannesa.

"Apaan sih?" Ujar Vannesa sembari melepas earphone yang satunya.

"Dengerin apa sih? Mau dengerin bareng dong."

"Ogah!" Vannesa mendorong tubuh Nathan menjauh.

Nathan tak gentar. Ia pantang menyerah. Apalagi ini masalah Vannesa.

Nathan tiba-tiba mengeluarkan sebuah buku dari tasnya. Kemudian menyodorkannya ke Vannesa.

"Nih, Kak! Gue balikin. Thanks." Ujar Nathan.

Vannesa menerima buku itu. Ia membolak-balikkan buku itu. "Cuma thanks nih?" Tanya Vannesa memberi kode.

"Hmm.. Ntar gue kasih imbalan deh. Jam setengah enam siap-siap ntar gue jemput."

"Mau kemana?" Ujar Vannesa.

"Mau gue kasih imbalan nggak? Kalo lo nggak mau ya nggak apa-apa. Gue nggak rugi juga." Ucap Nathan sok jual mahal.

"Oke deal! Jam setengah enam ketemu di kafe." Ujar Vannesa setelah menimbang-nimbang tawaran Nathan itu.

"Kenapa di kafe?"

Vannesa teringat jadwal lesnya. Ia ada jadwal les dengan Elang. Ia butuh pencerahan untuk remidialnya minggu depan.

"Gue ada jadwal les." Ujar Vannesa.

"Sama cowok kemaren?"

"Emang lo pikir sama siapa lagi? Dia kan guru les gue."

Vannesa lantas memasukkan buku yang diberikan Nathan beserta earphone-nya ke dalam tas. Hilang sudah keinginan Vannesa mendengarkan lagu. Tak apa. Toh ia bisa mendengarkan lagu nanti.

Nathan justru memasukkan tangannya ke dalam saku celananya. Sok keren di hadapan Vannesa. Bukannya Vannesa yang terpesona, justru anak kelas 10 yang tak sengaja melihat Nathan dari dalam kelasnya.

"Gue tungguin aja lesnya!" Usul Nathan.

Mata Vannesa mendelik tajam ke arah Nathan. Memangnya ia balita yang harus dijaga dua puluh empat jam oleh pengasuh bayi.

"Apaan? Nggak! Nggak! Terakhir kali lo ikut malah bikin kacau. Nggak! Nggak nggak boleh!" Seru Vannesa sembari menggelengkan kepalanya tegas.

Nathan menampilkan wajah polosnya. "Gue salah apa coba?"

Vannesa justru melirik tajam sambil mencebikkan bibirnya. Adik kelas yang tak tau malu. Begitulah kiranya yang ada di pikiran Vannesa barusan.

"Oke deh, pokoknya jam setengah enam lo kudu siap!" Ujar Nathan.

Brondong Idaman [ON-GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang