3. Jangan Salah Paham

2.9K 122 0
                                    

Vannesa masih sibuk mendengarkan penjelasan guru di depannya. Guru matematika itu masih sibuk menjelaskan bagaimana caranya memecahkan soal matematika dengan mudah. Meskipun begitu Vannesa tetap saja tidak paham.

"Okey, sekarang kalian buka paket halaman 32 sampai halaman 35. Kalian bisa kerjakan itu di rumah untuk PR. Pertemuan hari ini selesai. Selamat siang." Ujar Guru itu kemudian meninggalkan kelas Vannesa.

Tak lama anak-anak di kelas Vannesa juga bubar. Kelas yang awalnya penuh, kini semakin lama semakin sepi.

"Ini guru ganteng sih. Tapi kalo ngasih tugas nggak tanggung-tanggung." Ujar Vannesa menilai guru matematikanya yang masih muda itu, mungkin usianya sekitar dua puluh tujuh tahun.

Buku-buku yang berserakan di atas meja segera Vannesa bereskan. Semua buku itu tak akan muat di tasnya. Maka, ia akan menenteng beberapa buku paket yang tebalnya cukup.

"Vann, lo mau balik sekarang kan? Bareng ke parkiran yuk!" Ujar Nia.

Vannesa menggeleng, "Lo duluan aja. Gue mau nemenin Azka latian basket dulu."

Nia mengangguk, "Ya udah, gue duluan ya. Bye bye."

"Iya. Ati-ati." Vannesa melambaikan tangannya ke arah Nia.

Ponsel Vannesa bergetar di sakunya. Gadis itu segera mengambilnya. Ternyata ada sebuah panggilan masuk.

"Halo, Azka. Ada apa?" Ujar Vannesa setelah menggeser tombol hijau.

"Gimana? Jadi nemenin aku latihan?" Ujar Azka di seberang sana.

Vannesa segera mengangkat tas birunya dan berjalan keluar kelas. "Iya, jadi kok. Aku otw ke sana."

"Oh, ya udah. Aku mau ganti baju dulu. Kamu nanti tunggu aja di deket lapangan basket."

"Iya. Udah hapal kok." Ujar Vannesa lagi.

Vannesa memang sering menemani Azka latihan. Kadang Azka yang meminta ia untuk menemani namun kadang ia yang menawarkan diri untuk menemani.

"Okey. Aku tunggu." Ujar Azka sebelum menutup panggilannya.

Vannesa teringat sesuatu. Ia berbalik arah menuju kantin untuk membeli dua botol air mineral. Bisa saja Azka tidak membawa air minum.

"Bu, air mineralnya dua ya." Ujar Vannesa pada ibu-ibu penjaga kantin.

"Ini neng." Ujar ibu-ibu penjaga kantin sembari menyodorkan dua botol kemasan air mineral.

"Oke, makasih ya, Bu." Ujar Vannesa sembari memberi selembar uang puluhan ribu.

Vannesa menangkat dua botol air mineralnya, "Air udah. Sekarang tingal capcus ke sana!" Ujarnya.

Dengan langkah yang sedikit tergesa, Vannesa beranjak ke lapangan basket. Ia mengambil tempat di dekat gedung yang tidak panas dan tentunya ada tempat duduk.

"Perfect." Ujar Vannesa.

"Gue tau kok gue perfect."

Vannesa terlonjak dari tempat duduknya. Ia mendelik ke arah sumber suara. Sebenarnya tak perlu menengok untuk mengetahui siapa pemilik suara itu. Nathan. Adik kelas nyolot yang sok kepedean.

"Siapa yang bilang lo perfect coba?"

"Tadi kan lo yang bilang, Kak." Ujar Nathan santai.

"Gue nggak bilang itu lo ya. Gue cuma bilang perfect." Ujar Vannesa.

"Lo ngomong di samping gue. So pasti itu buat gue." Ujar Nathan lagi-lagi kepeden.

"Serah lo deh. Yang jelas gue nggak ngerasa." Ujar Vannesa cuek.

Brondong Idaman [ON-GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang