5. Dia Lagi

2K 99 0
                                    


Vannesa keluar dari rumahnya. Jam masih menunjukkan pukul tujuh namun Vannesa sudah keluar pagi-pagi.

Vannesa mengenakan celana training panjang berwarna hitam. Sedangkan untuk atasan, ia menggunakan kaos oblong berwarna biru tanpa lengan yang pas di tubuhnya.

Vannesa akan berlari-lari pagi sekalian pergi ke cafenya yang searah. Jarak cafe dengan rumahnya tak lebih dari satu kilometer. Cafenya terletak di persimpangan jalan. Tempat yang cukup stragetis untuk membangun tempat usaha.

"Masih sepi," gumam Vannesa.

Vannesa lari dengan santai. Di lehernya terdapat handuk kecil berwarna putih untuk menyeka keringatnya.

Lima belas menit kemudian ia sudah sampai di cafe. Ia segera membuka pintu cafe. Cafe ini buka sejak pukul 7 pagi dan akan tutup jam dua belas malam.

"Pagi, Mbak Aya." Sapa Vannesa pada orang kepercayaannya yang ia suruh untuk mengatur cafe miliknya.

"Eh, Vannesa. Pagi-pagi udah ke sini aja." Ujar Aya ramah.

"Oh iya dong, Mbak. Masih sepi ya?" Ujar Vannesa setelah melihat keadaan cafe yang masih sepi pengunjung.

"Bentar lagi juga rame. Bentar ya, Mbak ambilin dulu laporannya." ujar Aya yang sudah hapal.

"Mas Rino, es cokelatnya dong. Haus nih." Ujar Vannesa pada salah satu pegawainya. Vannesa terbilang cukup akrab dengan para pegawainya.

"Siap, Mbak Vanessa!"

Vannesa mengambil posisi duduk di kursi kasir. Ia melihat-lihat buku menu yang ada. Keadaan cafe cukup bersih dengan gaya khas anak remaja.

Vannesa sengaja membangun cafe ini dengan tujuan untuk berlatih menjadi pengusaha. Mimpinya ingin menjadi pengusaha sukses, memiliki banyak cabang di mana-mana.

Cafe ini ia bangun dengan meminjam uang kepada papanya, ditambah dengan uang tabungan yang ia punya sedari kecil. Meskipun kecil namun ia bersyukur karena cafe ini terbilang laris sehingga ia mampu balik modal dalam waktu yang tidak lama.

Nuansa khas anak remaja sengaja Vannesa berikan karena ia ingin membuat tempat tongkrongan yang asik untuk remaja. Bagi yang ingin mengerjakan tugas atau sekedar makan bersama teman.

"Ini, Mbak Vannesa. Es cokelat kesukaannya udah siap." Ujar Rino menyerahkan satu gelas es cokelat kesukaan Vannesa.

"Thanks ya Mas Rino." Ujar Vannesa diiringi senyum.

Vannesa segera meneguk es cokelat itu. Tak lama kemudian Aya mendekatinya dengan membawa sebuah berkas.

"Vannesa, ini laporannya." Ujarnya sembari menyerahkan ke Vannesa.

"Oke, makasih Mbak."

Vannesa membuka berkas laporan itu dengan teliti. Rincian pemasukan dan pengeluaran sudah jelas tertulis di situ.

"Lumayan juga buat minggu ini, Mbak." Ujar Vannesa menilai perkembangan cafe dalam minggu ini.

"Iya, sekarang lagi pada seneng sama es cokelat sama cake tiramisu yang kamu minta bulan lalu." Ujar Aya.

Vannesa menambahkan kedua menu itu karena para remaja lebih suka mengonsumsi makan ringan dari pada makan berat. Makan cake dan es sudah cukup untuk menemani ngobrol bersama teman-teman. Ini gaya anak remaja.

"Syukur deh kalo pada suka." Ujar Vannesa. "Tapi nggak ada yang komplain sama pelayanannya kan?" Sambungnya.

"Nggak kok. Tenang aja. Mbak udah bilang ke semua pegawai supaya ramah sama pembeli."

Brondong Idaman [ON-GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang