"Ma, Nesa berangkat dulu." Ujar Vannesa berpamitan pada sang Mama yang tengah menerima telepon. Sang Mama hanya mengangguk dan melambaikan tangannya pada Vannesa.
Vannesa menuju mobil miliknya yang sudah terparkir rapi di halaman rumahnya. Ia mencoba menstarter mobilnya namun tak bisa.
"Yah, yah, kenapa nih?" Ujar Vannesa di balik setir mobilnya. Ia melepas sabuk pengaman yang sudah melingkar rapi di tubuhnya dan beranjak turun untuk mengecek mobilnya.
"Ini kenapa sih? Masa iya mogok?" Ujar Vannesa.
"Kalo ini mah beneran mogok. Gimana ya? Papa udah berangkat lagi." Ujar Vannesa mulai panik.
Tin... tin...
Vannesa sedikit terlonjak mendengar suara klakson di depan rumahnya. Ia menengok sebentar. "Ya elah, Nathan." Ujar Vannesa.
"Kenapa belum berangkat, Kak? Mobil lo kenapa?" Ujar Nathan yang baru saja keluar dari mobil hitamnya.
Vannesa menggeleng, "Nggak tau tiba-tiba mobil gue mogok."
Nathan bersedekap di samping pintu mobilnya. Ia tersenyum miring melihat Vannesa yang mulai panik.
"Mending bareng gue aja." Ujar Nathan memberikan usul.
Vannesa melirik sejenak. "Nggak deh."
"Lima belas menit lagi masuk loh, Kak. Yakin nggak mau bareng?" Ujar Nathan lagi.
Vannesa mulai melirik Nathan. "Bener juga sih. Gue juga nggak mau telat. Ntar kalo telat gue ketemu guru BK yang nyebelin itu. Ogah!" Batinnya.
"Udah, ayo! Gue nggak mau telat gara-gara nunggu jawaban dari lo." Nathan mulai mempengaruhi Vannesa.
Vannesa tak ada pilihan lain. Jika ia menolak ia bisa saja terlambat. Namun jika ia ikut dengan Nathan, bagaimana egonya nanti? Ia pasti akan merasa berhutang budi.
"Ya udah deh, bentar gue ambil tas di mobil dulu." Ujar Vannesa setelah pergulatan batinnya yang cukup panjang.
Nathan tersenyum menang. Akhirnya ia bisa mengambil kesempatan di dalam kesusahan Vannesa. "Modus gue berhasil juga," batinnya.
Vannesa yang sudah mengambil tas kemudian beranjak masuk ke mobil hitam Nathan. Ia hanya diam saja hingga Nathan melajukan mobilnya.
"Kenapa diem aja?" Tanya Nathan tiba-tiba.
"Emang gue musti ngomong ya?" Vannesa balik bertanya.
Nathan mengangkat kedua alisnya. "Masih tengsin gara-gara kemarin lo bilang gue ganteng." Ujar Nathan menebak.
Vannesa mendesis sembari melirik tajam ke arah Nathan yang tampak serius mengemudikan mobil sport itu. "Gue nggak bilang lo ganteng ya. So, nggak usah kepedean." Ujarnya galak.
"Dih! Gue emang ganteng kali." Ujar Nathan.
Nathan berujar sebenarnya. Tampilan Nathan memang oke. Wajah keren, ramah, dan dari golongan orang mampu. Jika Vannesa normal Vannesa pasti sudah kegirangan karena bisa sedekat ini dengan Nathan. Namun Vannesa adalah Vannesa, Vannesa bukanlah gadis yang mudah luluh pada seseorang.
"Baru kali ini gue liat cowok yang sukanya kepedean." Ujar Vannesa malas.
Nathan terkekeh mendengar ucapan Vannesa tentang dirinya. "Cuma lo yang nggak ngakuin kalo gue ganteng." Ujarnya.
Vannesa menoleh, "Emang ada cewek yang bilang lo ganteng?"
Nathan menoleh sekilas sembari tersenyum. "Semua cewek ngakuin kalo gue ganteng kok."
KAMU SEDANG MEMBACA
Brondong Idaman [ON-GOING]
Novela JuvenilCowok PDKT sama cewek yang lebih tua? Sudah biasa! Ini nih kisah cinta Nathan yang ngebet banget pengen macarin kakak kelasnya. Vannesa. Si cewek cantik pacar ketua tim basket. Pacar orang? Embat! "Selagi tampang oke. Sah sah saja merebut pacar or...