26. Kencan Sesungguhnya

1.7K 62 2
                                    

"Iya, Bun."

Nathan mengangkat panggilan telepon dari sang Bunda.

"..."

Ekspresi Nathan langsung berubah ketika mendengar kabar yang di sampaikan bundanya itu. Entah informasi apa. Yang jelas raut wajah Nathan jadi suram.

"Bunda nggak lagi becanda kan?"

"..."

"Terus kerjaan bunda gimana?"

"..."

"Tapi kan Bun..."

Nathan jadi lesu. Tiba-tiba semangatnya menguap entah kemana. Dalam sepersekian detik.

"..."

"Ya udah nanti dibahas lagi aja kalo Iel udah pulang ke rumah."

"..."

"See you, Bun."

¤¤¤

Hari terakhir di Jogja tak bisa disia-siakan oleh Vannesa. Sebelum kembali ke rumah ia memutuskan untuk memborong belanja di Malioboro. Di sepanjang jalan Malioboro terdapat banyak barang yang sangat menggiurkan.

Rencana punya rencana, Vannesa ingin membeli baju atau barang lain supaya bisa diberikan untuk orang tuanya. Plus untuk karyawan di cafe. Semalam ia kepikiran untuk membelikan hadiah untuk pegawainya. Bagaimanapun juga cafe itu mereka yang mengelola. Berjalannya cafe itu pun karna ada tangan-tangan mereka.

"Lo rencana mau beli apaan?" Tanya Vannesa.

Nathan menggeleng tak tahu. "Apaan aja deh."

"Tumben lesu?"

Nathan langsung nyengir, ia lantas menggandeng tangan Vannesa. "Siapa bilang?" Ujarnya sembari mengayun-ayunkan tangan mereka berdua.

"Gue pikir lo kenapa." Celetuk Vannesa.

"Kita kan lagi ngedate. Mending kita mikirin kita berdua aja deh. Seolah-olah waktu kita cuma sekarang." Nathan nyengir.

Vannesa mendelik. "O-key." Ujarnya. Namun dibalik pernyataan itu ada banyak pertanyaan yang ingin ia lontarkan.

Kenapa nada bicara Nathan jadi sok dewasa seperti itu? Kemana Nathan yang ceplas-ceplos.

"Lo nggak ada rencana buat ngubah panggilan 'lo gue' jadi 'aku kamu'?" Goda Nathan sembari mengedipkan sebelah mata kirinya.

Ah, Vannesa ingin menarik pemikirannya tadi. Mendengar Nathan bercakap demikian membuatnya sadar bahwa ia tadi hanya sedikit salah sangka. Nyatanya Nathan si bocah tengil itu masih ada.

Vannesa melangkah dulu, melepaskan tangannya dan berdiri di hadapan Nathan. Ia sedikit mendongak ketika menggelengkan kepalanya tegas.

"Enggak."

"Kenapa?"

"Nggak tau. Gue lebih suka manggilnya 'lo' ketimbang 'kamu'. Lagian lo lebih muda dari gue jadi lo musti nurut sama gue." Ujar Vannesa seraya berkacak pinggang.

Alis Nathan mengkerut, "Gue lebih suka lo manggilnya 'Honey' atau 'Baby', 'Sayang' juga nggak apa-apa deh."

Vannesa pasang muka hendak muntah. Melihat tingkah Nathan layaknya bayi. Lihatlah, bahkan Nathan sudah mengerucutkan bibirnya khas anak kecil merajuk.

Brondong Idaman [ON-GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang