28. Gundah

1.2K 65 5
                                    

Panas terik masih terasa menyengat di kulit. Padahal tengah hati baru saja lewat beberapa waktu yang lalu. Yang jelas jika awan sesekali menutup cahaya, maka rasa menyengat itu akan sedikit sirna. Meskipun nanti akan kembali lagi ketika awan kembali pergi.

Azka baru saja keluar dari ruang klub basket. Ia hanya mengenakan kaos oblong putih dan celana panjang OSIS, dengan mencangklong tas punggung miliknya. Kemejanya tadi ia lepas karena ia baru saja mengecek bola basket. Bisa-bisa kemeja putihnya berubah kumal karena  menjadi lap bola dadakan.

"Siang Kak Azka." sapa seorang gadis yang berpapasan dengannya.

Azka hanya pasang meringis tanpa balas memanggil. Ia tidak kenal. Mungkin adik kelasnya.

"Kak Azka," ujar gadis itu mencegah langkahnya.

Azka berbalik. Ia melihat gadis di depannya itu sedikit cengengesan. Entah apa yang ia pikirkan saat itu.

"Ya?"

"Bentar lagi pensiun dari tim basket ya?" Dengan memainkan kedua jempol, gadis itu akhirnya mengucapkan kalimatnya. Khas orang grogi.

Azka hanya mengangguk. Ya, ia sudah mempersiapkan reorganisasi yang akan dilakukan minggu ini juga. Bagaimanapun sekarang ini sudah memasuki semester genap tingkat akhirnya. Otomatis ia harus melepaskan semua organisasi yang ia ikuti dan mulai fokus terhadap ujiannya.

"Yah, sayang banget. Pasti nggak ada pemain basket yang seganteng kakak lagi."

Azka meringis.

"Ya udah, aku duluan ya Kak. Semangat ujiannya."

Gadis itu berlalu dari hadapan Azka. Mungkin karena merasa sedikit sebal karena tak digubris Azka.

"Azka!"

Namanya tiba-tiba saja di panggil lagi. Tapi kali ini bukan oleh temannya ataupun adik kelasnya, melainkan oleh Bu Irma si guru bahasa Inggris.

"God! Gue salah apa?" Batinnya.

Ia berjalan perlahan mendekati sang guru. "Gimana, Bu? Ada perlu apa sama saya?" Tanya Azka ramah.

Karna tak mungkin juga ia berkata ketus di depan gurunya. Apalagi Bu Irma pernah menjadi wali kelasnya ketika ia kelas sepuluh dulu. Ditambah lagi Bu Irma ini orang yang super duper kalem. Jadi tentu saja orang berhadapan dengannya akan mendadak ikut kalem.

"Ibu boleh minta tolong?"

"Boleh, Bu. Minta tolong apa ya?"

"Tolong bawakan brosur dari universitas ini ke ruang BK. Berikan ke Bu Heni." Ujar Bu Irma sembari menyerahkan setumpuk brosur seleksi masuk perguruan tinggi.

Azka melihat sekilas, "Kasih ke Bu Heni, bu?" Tanya Azka sekali lagi.

"Iya. Bilang dari saya. Terima kasih ya."

"Oke, Bu, siap!"

Azka langsung tancap gas menuju ruang BK yang terletak di ujung kantor guru. Ia baru saja akan masuk ke dalam ruang BK sebelum mendengar ada orang yang bercakap-cakap di dalam.

Sepertinya ia kenal dengan suara ini.

¤¤¤

Okey. Setelah kejadian memalukan yang menimpa Vannesa saat jam istirahat itu, kini Vannesa lebih memilih untuk tetap di kelas hingga jam usai. Bahkan ia menunggu agar semua orang di kelas ini pulang terlebih dahulu.

Perasaannya jadi serba tak enak. Ia ingin berjalan dengan kepala tegak pun rasanya masih berat. Mungkin karna ia masih syok saja. Untung saja hari ini kegiatan belajar mengajar belum dimulai. Jika tidak, ia bisa melamun seharian.

Brondong Idaman [ON-GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang