30. Semakin rumit?

1.1K 62 4
                                    

"Kalian ini kurang kerjaan atau gimana? Mau Ibu tambahin tugas sekolahnya? Tugas yang lain banyak kok sempet-sempetnya berantem." Ucapan Bu Heni hanya di dengar tanpa ditanggapi sama sekali.

Nathan duduk dengan gelisah di ruang BK. Setelah tadi ia ikut tergiring ke ruang BK. Kini ia duduk bersebelahan dengan Nia. Ia berhadapan langsung dengan Azka sementara Nia langsung bertatap wajah dengan Shilla. Sungguh situasi yang amat sangat tidak enak. Rasanya ingin langsung bubar setelah ini.

Azka hanya diam mendengarkan Bu Heni. Sedangkan Nia dan Shilla masih sesekali melirik satu sama lain sebelum membuang pandangan ke arah lain karena merasa geram.

Nathan gusar melihat Vannesa yang berdiri di dekat pintu ruang BK tanpa menunjukkan ekspresi apapun. Ia hanya diam sembari menatap kosong ke arah dinding. Ia tak tau apa yang dipikirkan oleh gadis itu.

"Sialan emang si Azka." Batinnya sembari melemparkan tatapan membunuh ke arah Azka.

Nathan memang mengulur waktu untuk memberitahu Vannesa mengenai kepindahannya. Ia butuh waktu yang tepat untuk memberitahu kepindahannya agar Vannesa tidak merasa sedih. Namun bukan ini yang ia inginkan. Ia sama sekali tak berpikir bahwa Vannesa akan mendengar dari mulut orang lain, apalagi orang itu adalah Azka.

Mereka hanya duduk mendengarkan nasehat dari sang guru BK. Namun hal itu tak berlaku untuk Nathan. Nathan berpikir keras apa yang sedang di pikirkan Vannesa. Dan reaksi apa yang akan ditampilkan gadis itu nanti?

"Kalian berempat ibu hukum membersihkan area lapangan. Lapangan upacara, lapangan basket, sama lapangan voli."

Ucapan Bu Heni membuat Nathan tersentak. Hukuman macam apa ini? Kenapa banyak sekali yang harus dibersihkan. Azka hanya mendesis sebal. Shilla menunjukkan ekspresi tak sukanya. Bagaimana jika badannya bau keringat karena harus bersih-bersih? Namun pada akhirnya semuanya pun mengangguk pasrah meskipun tak seratus persen rela melakukannya. Bagaimana lagi? Toh mereka tak bisa menawar agar hukuman mereka dikurangi.

Vannesa yang pertama melangkah keluar meninggalkan ruang BK. Kemudian diikuti satu persatu, Nathan, Nia, Azka dan yang terakhir Shilla. Shilla langsung menggelendot kepada Azka. Ia menunjukkan ekspresi merajuk. Dasar! Memangnya ia masih berusia lima tahun?

Melihat tingkah Shilla dan Azka membuat Nia mendesis sembari memutar matanya jengah.

"Haish! Sialan!"

Ia sebal melihat pemandangan semacam itu. Ah, tidak, ia jijik. Kenapa bisa Azka dekat dengan cewek seperti itu? Seleranya turun drastis dari seorang Vannesa ke tingkat Shilla. OMG!

Nia jadi teringat perkataan Azka tadi. Nathan akan pindah? Yang benar saja? Kenapa ia belum mendengar info ini dari Vannesa.

"Tunggu bentar."

Nia menghentikan langkah Nathan dengan menarik lengan Nathan. Padahal pria itu ingin sekali mengejar Vannesa dan menjelaskan yang sebenarnya terjadi. Nia tak memperdulikan lagi si Shilla yang kurang ajar itu. Alhasil mereka berdua masih berada di depan ruang BK, sementara Vannesa sudah melenggang dulu entah kemana.

"Elo beneran mau pindah ke luar negeri?" tanya Nia to the point.

Nathan mengangguk pelan, lesu sekali rasanya. "Iya."

"Gimana ceritanya elo mau pindah ke luar negeri? Elo kan baru satu semester di sini?" tanya Nia penasaran.

Nathan menggaruk tengkuknya, "Ceritanya panjang Kak."

"Lo sengaja nggak ngasih tau Vannesa apa gimana?"

"Gue pengen ngasih tau sebenernya, tapi nyari waktu yang pas. Eh malah si brengsek itu mulutnya ember banget deh."

Brondong Idaman [ON-GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang