22. Mantan vs Teman

1.5K 64 0
                                    

Vannesa sengaja berdiri di ujung lorong. Ketika anak-anak basket tadi sudah bubar diri, Vannesa memutuskan untuk berdiri diam. Ia ingin berbicara dengan orang itu.

Saat orang itu sudah rapi dan keluar dari ruang basket, Vannesa langsung menghalang langkahnya.

"Azka, aku mau bicara sama kamu." Ujar Vannesa cepat.

"Ngomong apa? Kalo nggak penting, mending minggir! Gue sibuk." Ketus Azka.

Vannesa menelan ludahnya pahit-pahit. Orang itu, Azka, sudah berubah. Tak sehangat dulu lagi. Kini yang ia tau, orang yang berdiri di hadapannya adalah orang dingin yang tak berperasaan.

"Aku nggak tau harus mulai dari mana. Semoga aja apa yang selama ini aku pikirin nggak bener." Ujar Vannesa.

Azka diam.

"Apa bener kamu sengaja buat Nathan jatoh?" Tanya Vannesa.

"Menurut lo?"

"Jadi bener, kamu sengaja?" Ujar Vannesa tak percaya. Selama ini ia tak tau sifat asli Azka, ternyata.

Azka hanya tersenyum miring. Sinis.

Vannesa mengedipkan matanya kemudian mendongak menatap Azka, "Kenapa? Apa alesannya?"

"Dendam."

"Apa?!"

Lagi, Azka terkekeh sinis. "Gue dendam sama semua orang yang sukanya nusuk gue dari belakang. Termasuk elo."

"Aku nggak tau kenapa kamu selalu mikir kayak gitu. Kamu nggak pernah tau kebenarannya, Azka." Potong Vannesa cepat.

"So? Mau lo apa? Mau ngajak balikan heh?!" Ujar Azka menyindir.

Lidah Vannesa terasa kelu. Ia merasa harga dirinya diinjak-injak. "Aku nggak akan nuntut banyak. Aku cuma mau minta kamu berhenti ganggu Nathan."

"Emang lo siapa bisa nyuruh gue? Lo bukan..."

Vannesa memotong, "Anggep aja ini salah aku. Jangan ganggu Nathan."

Salah satu ujung bibir Azka tertarik ke atas. Tangannya tampak mengepal kuat. Mungkin sebentar lagi akan muncul dua tanduk di kepalanya.

"Minggir!" Ujar Azka sembari menabrak bahu kiri Vannesa. Mau tak mau Vannesa terdorong ke samping hingga akhirnya menghantam kerasnya tembok lorong.

Langkah Azka terhenti ketika seseorang tiba-tiba muncul di hadapannya. Menghalangi jalan. Itu adalah Nathan. Tadi selepas mengobati kakinya di bantu Anya, Nathan melihat Vannesa tengah berbincang-bingcang. Tampak sangat serius. Ia memutuskan untuk menghampiri namun ia sudah melihat Vannesa hampir terjatuh. Ia tak bisa tinggal diam.

"Banci ya lo?! Beraninya cuma sama cewek." Ujar Nathan.

"Nathan..." ujar Vannesa menggantung.

Mata Azka sudah tampak menyala-nyala, "Apa lo bilang?!"

Nathan mengulang, "Gue bilang lo banci." Ujatnya sembari memberikan nada penegasan pada setiap kata.

"Berani banget lo bilang gue banci?! Emang lo pikir siapa? Ngaca, woy! Lo nggak lebih adek kelas sialan!"

"Heh?! Kalo gue sialan, lo bajingan."

Duak.

Azka tak bisa menghentikan gerakan tangannya. Akhirnya bogem Azka melayang ke arah Nathan. Mengenai ujung bibir Azka. Sehingga muncul sedikit darah.

"Nathan?!" Teriak Vannesa panik.

"See? Lo emang bajingan." Ujar Nathan tak henti-hentinya. Ia tak takut mendapat bogeman mentah lagi.

Brondong Idaman [ON-GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang