"Turunin gue, Di! Gue udah sadar!" Bohong Gretta dengan mengubah sedikit intonasinya agar cowok itu percaya ia sudah sadar.
Keduanya masih berada di basement untuk menuju di mana mobil Goldie terparkir. Percaya dengan gadis itu, Goldie menurunkannya perlahan.
Goldie hanya diam sampai Gretta lagi-lagi berbicara dalam ketidaksadarannya.
"Kenapa lo gendong gue seenak jidat lo?" Tanya Gretta tiba-tiba.
"Gue nggak mau lo mempermalukan diri lo sendiri di depan orang-orang." Jawab Goldie jujur.
Gretta mendecih, "tahu apa lo?"
Goldie mengusap wajahnya gusar melihat tingkah gadis di depannya ini. Gadis di depannya ini berbeda dengan Gretta yang tiga jam yang lalu ia jemput. Gadis di depannya ini tidak lagi berpikir jernih seperti biasa. Malam ini, ia begitu bodoh.
"Lo nggak seharusnya suka sama Ache karena lo tahu, Ache nggak pernah suka sama lo."
"..."
"Lo tahu kalau Ache nggak akan pernah bisa buka hatinya ke lo. Lo tahu Ache sampai pacarin hampir semua temen cewek lo supaya lo sadar, dia nggak pernah milih lo. Lo tahu Ache nggak pernah niat bales perasaan lo, Gretta. Lo tahu Ache selama ini peka sama semua kode norak yang lo kasi."
"Cukup!"
"Nggak! Dan gue nggak mau berhenti sebelum gue selesai ngomong!" Tegas Goldie membuat gadis itu terdiam kembali.
"Gretta kita semua tahu sebaik apa cowok itu memperlakukan lo. Tapi nggak semua orang tahu seberapa buruk dia memperlakukan hati lo."
"..."
"Kenapa lo terus-terusan nyakitin diri lo sendiri demi orang yang nggak pernah mau berjuang demi lo? Kenapa, Gre? Berapa orang yang lo tolak demi kebodohan lo yang nggak pernah mau lo ubah?"
"Gue nggak bodoh! Gue cinta sama Ache!"
"Itu bukan cinta, Gre. Itu obsesi. Lo terlalu terobsesi sama Ache. Lo cuma mikirin diri lo sendiri dan lo nggak pernah mikirin orang di sekitar lo. Lo cuma mau dapetin Ache. Lo cuma penasaran gimana rasanya disayang, disuka, dan dicintain sama Ache. Lo nggak pernah mikir kebahagiannya dia, Gre. Lo terlalu terobsesi!"
"Apa yang lo tahu, Di?! Apa yang lo tahu tentang cinta?! Lo juga sering mainin cewek kan?"
"Seenggaknya gue nggak ngejahatin diri gue sendiri kaya apa yang selama ini lo lakuin."
"..."
"..."
Gretta menghela napasnya kemudian memejamkan mata sejenak. Ia ingin meringankan sakit kepalanya karena emosi sejak tadi.
"Setelah ini jangan pernah lagi lo muncul di hadapan gue."
Mendengar kata-kata Gretta, Goldie terkesiap. "Nggak!"
Mendengar jawaban Goldie, amarah Gretta makin membakar. "Lo siapa seenaknya ngatain gue? Seenak itu juga lo mau jadi temen gue?"
"Gue cuma mau buat lo sadar, Gre! Lo harus disadarin pakai realita!"
"Nggak ada sahabat yang nyium sahabatnya sendiri!"
"..."
"Nggak ada persahabatan antara cowok sama cewek yang bener-bener murni! Gue nggak mau temenan sama lo dan gue nggak mau inget semua kesalahan gue karena udah terima lo selama ini untuk nambah beban hidup gue. Goldie karena lo gue selalu ketimpa musibah!"
Entah angin apa yang membuat Gretta berkata demikian.
"Udah. Gue nggak mau ketemu sama lo. Cukup lo yang manfaatin gue dan cukup gue yang manfaatin lo. Cukup! Selesain semua akting yang lo lakuin selama ini untuk buat gue simpati ke lo. Itu cuma akal-akalan lo doang dan gue tahu! Gue nggak bego! Hal-hal yang kaya gitu baru gue sadarin sekarang. Kalau aja gue sadar dari dulu, gue nggak akan pernah maksain diri buat buang waktu gue sama orang kaya lo."
"..."
"Cukup ya lo jadi benalu di hidup gue, Goldie?"
"Sekarang gue mau lo keluar dari hidup gue bisa kan?"
"..."
"..."
"Gue anter lo pulang." Ucap Goldie menahan sakit di dadanya.
Ia ingin sekali meninju semua pilar di sana, tapi ia tidak akan begitu bodoh untuk melukai dirinya. Sudah cukup hatinya habis diobrak-abrik oleh seorang gadis yang mulutnya sudah menyatakan kebenaran pahit itu malam ini.
Ada dua kemungkinan yang bisa dikatakan orang saat tengah mabuk. Pertama, kata-kata acak yang terlintas sembarangan. Kedua, kata batin terdalam yang berisi kebenaran.
"Nope! Gue nggak mau berhubungan apa-apa lagi sama lo. Udah gue bilang kan? Gue bisa pulang sendiri!"
"Gue anter!"
"Cukup buat gue untuk nurutin semua mau lo karena cuma merasa kasihan!"
Terdiam, Goldie akhkirnya mengalah dan berjalan mendekat dengan gadis itu.
"Ada satu hal yang nggak pernah lo tahu dan itu yang menjadi dasar faktor kebegoan lo Gretta. Lo nggak pernah mikirin perasaan orang-orang yang berjuang buat lo."
"Awalnya gue ngerasa bersalah karena udah ngejahatin lo, udah ngejahilin lo, udah mukul lo sampai lo sakit. Untuk nebus semua itu, gue mau buat lo bahagia. Gue coba semua cara supaya lo mau ngomong sama gue dan punya hubungan yang baik ke gue. Lama-lama, gue terlalu terpaku sama lo. Gue suka sama lo."
"..."
"Gue kira, setelah lo cium gue kemarin, lo udah sadar. Ternyata, kabut di otak sama hati lo nggak pernah bener-bener hilang, cuma pudar sebentar."
"Persetan sama semua yang lo tuduhin dan lo pikir udah jadi akal-akalan gue. Mungkin kalau lo ucapin ini pas lo lagi sadar, gue bakal anggap itu semua angin lalu. Tapi, Gretta, gue rasa itu semua dari hati terdalem lo ya? Sebenci itu lo sama gue? Hahaha."
"..."
"Fine kalau lo mau gue untuk nggak jadi benalu lagi di hidup lo. Nggak susah untuk musuhin orang bego kaya lo."
"..."
"Gretta, gue nggak rugi. Lo yang rugi. Gue udah ninggalin orang yang nggak pernah ngehargain usaha gue. Sementara lo, lo kehilangan orang yang usahain lo mati-matian."
Setelah Goldie berkata seperti itu, air mata Gretta mengalir ke pipinya. Goldie mencoba tidak peduli dengan berbalik menuju mobilnya.
"Ini yang lo mau kan? Gue yang ninggalin lo? Gue udah resmi pergi dari hidup lo. Semoga lo beruntung terus setelah ini. Makasih udah buat orang yang sayang sama lo satu- persatu pergi."

KAMU SEDANG MEMBACA
Goldie vs Gretta
Fiksi RemajaGoldie tentang Gretta "Gue gak paham itu anak, di antara semua cewek di sekolah, cuma dia yang benci gue sebegitu bencinya. Iya sih gue suka gangguin dia, dari dulu. Soalnya anaknya lucu kalau lagi ngamuk, kaya Harimau Betina. Tapi selucu apa pu...