Hari ini pengumuman kelulusan untuk seluruh siswa SMA dan Gretta mendapat satu amplop di tangan, yang semula diletakkan di laci mejanya. Setelah membaca amplop yang menginstruksikan ia untuk melakukan sebuah permintaan, kebahagiaannya menjadi berlipat-lipat.
Surat itu tidak bernama. Hanya memiliki tujuan tetapi tidak memiliki tuan. Gretta yakin, pengirimnya adalah salah satu dari para pejuang yang telah berjuang sebisa yang ia bisa. Tidak lebih, tidak cukup, pas pada kadarnya. Selama dua bulan ini, salah satu di antara keduanya telah membuktikan yang terbaik. Gretta telah memutuskan pilihannya dan sebelum ia terbang ke Perancis esok lusa, ia ingin salah satu dari kedua lelaki itu datang kepadanya.
Anggaplah sore itu sebagai kesempatan terakhir. Dan Gretta berharap penuh pada yang telah memenangkan hatinya.
Dada sesak karena bahagia Gretta pulang ke rumah untuk bersiap. Seharian sudah dihabiskan dengan Elle yang akan berangkat menuju Belanda besok. Tiba gilirannya untuk menghabiskan waktu dengan menjelaskan apa yang selama ini mereka mulai.
"Mama bakal rindu kamu deh."
Gretta yang sibuk mencari baju untuk dipakai menoleh ke belakang. Ia mendapati Hillary sedang duduk di atas kasur memperhatikannya.
"Aku juga bakal rindu mama."
Hillary berdiri dan membantu anaknya untuk memilih pakaian. "Kamu cepet banget ya besar, Get. Heran mama tuh."
Gretta memeluk mamanya mengingat tersisah waktu dua hari untuk menjadi manja kepada orang yang sangat-sangat berharga di hidupnya. "Dulu kan mama suruh aku tidur siang terus. Alasannya supaya aku cepat gede kan? Nah siapa yang salah sekarang?"
"Gue." Jawab Hillary membuat Gretta terkekeh.
"Aku bakal baik-baik aja kok, ma, chill. Kita hidup di zaman di mana sebuah hubungan akan putus kalau sinyal wifi juga putus." Jelas Gretta membiarkan Hillary memilih pakaiannya.
"Kalau nanti ditelfon kamu angkat! Awas aja kalau nggak. Mama biarin jadi gembel kamu di sana."
"Iya boss."
"Ingat kalau habis dari pesta jangan sendirian. Cari temen buat nganter pulang."
"Iyaaa."
"Kalau perlu cari pacar! Bule-bule gemes. Buat..."
"Menambah baiknya keturunan."
"Iya. Kalau bisa yang matanya hijau atau biru ya Get."
Gretta tertawa karena ulah mamanya. Setelah ia memakai dress berwarna putih bermotif bunga matahari, ia mengenakan sandal. Ia akan berjalan di atas pasir, tempat yang telah ditentukan si pengirim surat adalah pantai. Sudah ia jelaskan pada Hillary dan wanita itu membantunya untuk mencocokkan semua yang ada di lemari Gretta.
"Tapi, ma, hari ini aku mau ketemu yang lokal."
Mengerti dengan maksud anaknya, Hillary memutar mata. "Yang mana? Yang pernah bikin setres atau yang..."
"Nggak tahu yang mana." Gretta menjeda ucapannya.
"Yang jelas, aku harap dia yang aku harap. Mama ngerti nggak?"
Hillary mendecak kemudian menguncir rambut anaknya yang sudah panjang hingga ke pinggang. Rambut yang pernah ia saksikan berantakan itu kini sudah tumbuh menjadi indah sama seperti dulu. Grettanya yang sempat hancur kini sudah perlahan bangkit, menjadi kembali seperti Gretta yang dulu.
"Mama bangga sama kamu."
"Aku tahu."
Hillary mencium pipi Gretya yang tersenyum dalam dekapannya. Gretta adalah harta yang sangat berharga, Hillary tidak mau lagi Gretta sampai terluka.

KAMU SEDANG MEMBACA
Goldie vs Gretta
Подростковая литератураGoldie tentang Gretta "Gue gak paham itu anak, di antara semua cewek di sekolah, cuma dia yang benci gue sebegitu bencinya. Iya sih gue suka gangguin dia, dari dulu. Soalnya anaknya lucu kalau lagi ngamuk, kaya Harimau Betina. Tapi selucu apa pu...