last

7.8K 479 54
                                    

Gretta sedang meminum teh untuk menenangkan kepala setelah rapat dengan rekan bisnis yang akan bekerja sama. Ia sedikit lelah dan berniat untuk tidur. Namun, niat itu tertunda begitu pintu kamarnya diketuk pelan dari luar.

"Ck. Sebentar Kee!" Serunya sambil berjalan menuju pintu.

Begitu ia memutar kunci dan membuka benda itu, napasnya tercekat.

"Boleh gue masuk?"

Suara setenang air danau itu membuat tubuh Gretta menegang. Di hadapannya Goldie datang dengan mengenakan kaos berwarna hitam dan celana selutut berwarna putih. Sementara di tangan lelaki itu tergenggam sebotol anggur.

"Ngapain lo di sini?" Tanya Gretta dingin. Seharusnya, ia memeluk lelaki itu.

Goldie mengangkat bahunya, "gue perlu ngomong sama lo."

"Nggak ada yang perlu diomongin. Terima kasih buat bantuan lo tadi sore. Gue mau tidur. Lo bisa pergi sekarang." Gretta hendak menutup pintu keras-keras di hadapan Goldie namun ia kalah cepat dengan tubuh gesit lelaki itu yang sudah berada di dalam kamarnya.

"Di mana gelas winenya? Gue bawain ini buat lo. Gue juga bawa rokok."

Gretta terhenyak akibat ucapan Goldie yang santai namun terasa seperti lelaki itu sedang marah.

"Kalau lo ke sini cuma buat ngehakimin gue, lo bisa pergi sekarang sebelum gue bunuh lo."

Ancaman Gretta tidak menghentikan aksi Gokdie menggeledah pantry mencari gelas. "Jangan sok mau bunuh gue. Peluk gue kalau lo mau, gue kasi lo waktu buat itu. Makanya gue ke sini."

"Maksud lo apa?" Gretta sekarang benar-benar marah dan bingung.

Lelaki itu dengan tenang menata dua gelas untuk mereka di meja makan, ia kemudian menuangkan anggur yang dibawanya.

"Goldie!"

"Bisa lo jangan marah? Bisa lo jangan sok nolak? Gretta, bisa lo duduk dan bicara ke gue dengan baik? Dengan jujur?" Bentakan lelaki itu membuat pertahanan Gretta berhambur.

Ia yang tadi begitu kuat dan tidak terbantahkan sekarang takut dan duduk di hadapan lelaki itu. Menatap wajah Goldie pun ia tidak berani dan ia tidak sanggup. Gretta takut bahkan hanya karena aura lelaki itu. Sesuatu dari Goldie, membuat seorang Gretta tunduk.

"Lo mau bicara apa?" Gretta tetap menunduk. "Gue harap lo jangan ngelantur dan cepat pergi dari sini. Gue capek."

"Lo capek karena apa?" Setlelah menenggak anggur langsung dari botolnya, Goldie berdiri dari kursi dan mendekat pada Gretta. Gadis itu hanya berharap Goldie tidak mengambil jarak yang menyudutkan.

"Gue capek karena gue habis rapat, lutut gue tadi sore, semuanya." Ujar Gretta mencoba meyakinkan Goldie dengan suaranya yang sedikit bergetar.

"Dari semuanya, lo nggak capek bohongin gue?"

Gadis itu mengangkat kepala, menengadap menatap Goldie yang berdiri di hadapannya. "Bohongin lo?"

Geram karena gadis itu tidak mengerti apa yang sedang ia bicarakan, Goldie memukul salah satu tembok di belakang mereka, dengan sangat gegabah, hingga tangannya berdarah. Setelah aksi bodoh yang membuat Gretta terkejut itu, Goldie mendekat. Tanpa beban yang berarti ia mengangkat Gretta hingga gadis itu duduk di atas meja makan dan menghadap dia.

"Get, lo nggak capek pura-pura bahagia? Karena sekarang gue capek."

Gretta terdiam dan menunduk, tidak berani menatap lelaki itu. Ia hanya dapat melihat memar kemerahan di ruas jari yang menyedihkan. Ia harap, Goldie tidak lagi menyakiti dirinya seperti sekarang ini. Gretta ingin meraih jari itu dan mengompresnya, untuk meredakan sakit. Tapi, ia tidak berani.

Goldie vs GrettaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang