Aku berdiri di depan kantor. Menunggu taksi kosong yang lewat. Kondisi hujan seperti ini tidak memungkinkanku untuk mengorder ojek online. Taksi online juga semuanya sedang tidak tersedia. Naik angkutan umum itu artinya aku harus berjalan sampai halte, tapi sekarang aku sedang tidak membawa payung merah jambu-ku.
Alhasil, terjebaklah aku di tempat ini.
Lalu sebuah mobil sedan berwarna hitam mengkilap berhenti tepat di depanku dengan perlahan. Tak lama kemudian kaca mobil itu terbuka.
"Ayo bareng saya saja!" ajak sang pengemudi.
Saat-saat seperti ini, biasanya aku menelpon Gideon jika sudah kepepet tidak ada yang bisa membawaku pulang. Namun kali ini, Sekala yang datang sebagai malaikat penolongku.
"Kok malah bengong? Ayo masuk!" ajaknya.
Aku pun mengangguk sebelum akhirnya membuka pintu bagian depan dan duduk tepat di samping Sekala. Bibirku rasanya gatal ingin menanyakan tentang apa arti kata dulu dari kalimat yang ia ucapkan beberapa hari yang lalu.
"Seka--"
"Saya jemput Nadia dulu ya baru antar kamu? Rumah kalian juga searah kan?" ucap Sekala yang secara tidak langsung membuatku mengurungkan niat untuk bertanya.
Aku akhirnya hanya mengangguk kaku. Kami akhirnya pergi ke tempat kerja Nadia. Sebuah klinik kesehatan jiwa. Nadia adalah seorang psikiater.
Dari situ aku menyimpulkan satu hal, Nadia adalah psikiater dan Sekala adalah kliennya. Jadi, sesuatu terjadi pada Sekala sehingga dia melupakanku.
Kami tiba di klinik tempat Nadia bekerja. Gadis itu sudah menunggu di depan klinik. Dia segera membuka pintu bagian depan dan tampak kecewa ketika melihat aku ada di dalam sana.
"Eh, gue pindah ke belakang aja kali ya?" ucapku yang merasa seperti menjadi orang ketiga di sana.
Aku menatap Sekala sejenak dan dia tampak tak mencegahku. Jadi aku segera melangkahkan kakiku keluar dan membuka pintu bagian belakang. Nadia segera duduk di depan menggantikan posisiku.
Rasanya dadaku terasa sesak, tapi sekarang Sekala adalah milik Nadia. Bukan miliku.
"Gimana kerjaan kamu, sayang?" tanya Nadia seraya mengusap tangan Sekala yang ada di persneleng mobil.
"Lancar kok, si Aluna udah bisa on time ngasih laporannya," jawab Sekala seraya tersenyum manis.
Aku hanya menghirup napasku dalam-dalam lalu membuangnya asal.
"Eh, Aluna, tadi kamu mau ngomong apa?" tanya Sekala. Ya, tadi aku ingin bertanya tapi sekarang rasanya tidak.
"Enggak jadi, Pak," jawabku sok formal.
"Oh iya, entah kenapa beberapa hari ini saya sering ngimpiin kamu," ucap Sekala yang membuatku dan Nadia segera menatap ke arahnya.
"Eh? Aku?" ucapku kikuk.
Sekala mengangguk. "Kamu masih SMA dan tinggal di sebelah rumah saya. Kamar saya dan kamu berhadapan."
Aku terpaku begitu pula Nadia. Itu... itu benar terjadi. Lima tahun yang lalu itu benar-benar terjadi.
"Ah, mana mungkin," timpal Nadia. "Kamu aja baru kenal Aluna belum lama."
Sekala tersenyum kecil. "Ya, tapi entah kenapa semuanya terasa nyata."
"Efek terapi mungkin," ucap Nadia lagi. Entah kenapa aku merasa seperti dia berusaha mencegah Sekala.
Sekala menghembuskan napasnya. "Ya, mungkin tapi kenapa Aluna yang muncul."
Nadia akhirnya diam, sementara aku ingin meloncat kegirangan di dalan mobil itu.
Sekala bermimpi tentang aku!
Dia mulai mengingatku dan masa lalu-nya!
Setidaknya, aku memiliki sedikit harapan agar Sekala bisa kembali padaku.
[.]
KAMU SEDANG MEMBACA
Rindumu
Historia Corta[BOOK 2] Read HEARTBEAT first! "Jika kamu, Gayatri kedua-ku, Cataluna Renata, membaca catatan ini. Itu tandanya, aku, Sekala Ajinegara, sudah kembali ke dalam masa penantian panjang. Menanti Gayatri-ku yang lain lagi. Walau sesungguhnya aku tak mau...