Aku duduk di kamarku. Entah bermeditasi atau apalah itu namanya, yang jelas sedari tadi aku hanya diam sambil menghela napasku berulang kali.
Hanya tinggal sehari.
Ralat.
Ini kurang dari 24 jam.
Aku dan Sekala akan menikah.
Sejenak aku tidak bisa mempercayai ini. Apa aku dan dirinya benar-benar akan menikah. Setelah semua yang kami lalui, apa benar aku akan menikah dengannya? Aku benar-benar tidak bisa berpikir sekarang.
"Aluna, ada temen kamu," ucap Mama dari balik pintu.
"Biar masuk aja, Ma," sahutku tanpa membuka mata.
Tak lama kemudian aku mendengar suara pintu terbuka dan seseorang masuk ke dalam kamarku. Dia kemudian duduk di sampingku dan aku masih memejamkan mataku.
"Luna."
Alisku bertaut. Suara itu sangay familiar. Perlahan aku membuka mata dan menatap siapa yang duduk di sampingku sekarang.
Nadia.
Untuk apa dikemari? Apa dia ingin balas dendam karena aku telah mengacaukan pernikahannya dengan Sekala waktu itu? Apa dia ingin berulah dan membuat pernikahanku gagal?
Okay, pikiranku mulai negatif dan berjalan tak tentu arah.
"Lo ngapain ke sini, Nad?" tanyaku heran.
"Sahabat gue mau nikah, apa gue enggak boleh dateng?" Nadia balik bertanya.
"Ya boleh, tapikan undangannya besok," jawabku.
Nadia meraih tanganku dan menggenggamnya lalu menatapku sendu.
"Maaf buat semua yang udah gue lakuin ke lo. Maaf karena gue enggak ngasih tahu lo tentang Sekala waktu itu. Ya, gue kira Sekala gue sama Sekala lo itu beda tapi nyatanya mereka sama," ucapnya mencoba memberi penjelasan. "Maaf karena setelah tau dia Sekala yang sama gue enggak ngelepas dia buat lo begitu aja. Ya, lo tahu, I love him so much."
Aku tersenyum tipis. Dia masih mencintai Sekala, itu tidak masalah asalkan dia tidak berulah.
"Lo... mau maafin gue kan, Lun?" pintanya.
Aku menghela napasku lalu berdiam sejenak sebelum akhirnya mengangguk pelan. Nadia segera memelukku dengan erat selama beberapa saat.
"Aluna, sebelum lo nikah, gue boleh minta satu permintaan ke lo enggak?"
Aku menatap Nadia. "Ya."
"Ijinin gue jadi istri keduanya Sekala."
Mataku jelas terbelalak. Istri kedua? Apa dia gila? Aku segera menjauhkan tubuhku dari Nadia. Aku memberi maaf kepadanya bukan berarti dia bisa berbuat sesukanya.
Nadia terkekeh. "Gue bercanda, Lun."
Aku hanya meringis. Itu candaan yang menyeramkan. Terlalu menyeramkan bagiku jika Nadia yang mengatakannya. Nadia kemudian memelukku lagi.
"Semoga lo bahagia, Lun. Doain gue juga supaya bisa bahagia."
Aku mengangguk.
Aku akan mendoakan agar Nadia bisa bahagia dan tentunya tidak bersama Sekala. Aku akan berdoa setiap malam agar Nadia cepat-cepat melupakan Sekala.
[.]
KAMU SEDANG MEMBACA
Rindumu
Short Story[BOOK 2] Read HEARTBEAT first! "Jika kamu, Gayatri kedua-ku, Cataluna Renata, membaca catatan ini. Itu tandanya, aku, Sekala Ajinegara, sudah kembali ke dalam masa penantian panjang. Menanti Gayatri-ku yang lain lagi. Walau sesungguhnya aku tak mau...
