🔥 Sekala : Siapa Aku 🔥

2.4K 442 12
                                    

Namaku Sekala.

Sekala Ajinegara.

Usiaku 22 tahun dan aku tinggal di pesisir pantai. Ayahku adalah seorang pedagang kain langganan para petinggi Belanda dan para bangsawan.

Aku adalah anak ketujuh dari dua belas bersaudara. Aku memiliki empat kakak perempuan dan dua kakak laki-laki. Semua kakak perempuanku sudah menikah saat usia mereka masih belia. Lebih tepatnya, hampir semua saudaraku sudah menikah.

Hanya aku dan dua adik perempuanku yang masih berusia sepuluh dan delapan tahun yang belum menikah.

Banyak perempuan sudah dikenalkan kepadaku tapi tak ada satupun yang cocok.

Hari ini, ayahku membawa seorang gadis lagi datang ke rumah. Dia adalah gadis ke-27 dan yang kutahu, dia adalah seorang putri keraton.

"Sekala, itu ada anak Raden Tribudi Aji Hayudiningrat," seru ibuku yang sibuk membuat kopi panas di dapur.

Ya, aku sudah melihatnya sekilas dari kamar tadi. Gadis itu memang yang ke-27, tapi dia gadis pertama yang berasal dari keluarga keraton. Biasanya, kami yang mengirim lamaran ke sana, seperti kakak keduaku, Hermawan dan kami juga yang datang ke sana.

Kali ini sikap ayah dan ibu sedikit berbeda karena dua buah kereta kencana yang ada di depan rumah kami.

"Raden Tribudi Aji Hayudiningrat dan Raden Ayu Kusumawati, perkenalkan, ini putra saya yang ketujuh. Sekala namanya." Ayah memperkenalkan diriku sambil menepuk-nepuk bahuku dengan bangga.

Aku hanya tersenyum secukupnya.

"Perkenalkan ini putri bungsu saya, Gusti Raden Ayu Ratna Arum Gayatri Hayudiningrat." Raden Aji--nama sapaannya--memperkenalkan gadis dengan kebaya putih yang duduk di sampingnya.

Aku sedikit menunduk. Mencoba menatap wajahnya yang sedari tadi mencoba ia sembunyikan. Dia tampak tersenyum malu-malu.

"Sekala, ajak Raden Gayatri berkeliling pantai," pinta ayahku. Seperti yang ia lakukan pada gadis-gadis sebelumnya. "Dia pasti senang."

Aku hanya mengangguk lalu mengulurkan tangannya ke arah gadis itu. "Mari."

Dia menerima uluran tanganku dan kamipun akhirnya pergi ke pesisir pantai sementara para orang tua itu mengobrol di dalam rumah.

Awalnya tak ada percakapan di antara kami. Hanya suara deburan ombak yang menyapa gendang telingaku. Aku berjalan di depan sementara ia mengekor di belakangku.

"Hey, nama kamu siapa? Tadi kita belum berkenalan," ucapnya seraya menarik jarik yang ia kenakan ke atas agar mudah berjalan.

"Kamu sudah tahu nama saya dan saya sudah tahu nama kamu," jawabku singkat. "Cukup bukan?"

Dia mengerutkan bibirnya. Antara kecewa dan kesal. Beberapa helai rambutnya yang digelung jatuh ke wajahnya karena diterpa angin.

Aku melanjutkan langkahku tapi sebuah suara membuatku berhenti.

"Aduh!"

Aku memutar tubuhku dan menemukan dia sudah berada di atas pasir sambil mengusap kakinya. Cepat-cepat aku menghampirinya, dan ternyata kakinya terluka karena terkena kulit kerang.

"Kamu harus lebih hati-hati," omelku. Jika begini aku yang harus membawa dia kembali ke rumah.

"Kamu juga jalannya cepat-cepat," sahutnya tak terima. "Aku susah ngejarnya."

Aku kemudian merobek pakaianku dan mengikat luka yang terus mengalirkan darah itu.

"Raden--"

"Gayatri saja," timpalnya. "Lagipula kamu lebih tua dari aku."

"Baiklah," ucapku. "Kamu tidak bisa berjalan sekarang."

"Lalu?"

Gayatri menatapku.

"Boleh saya gendong?" ucapku meminta ijin terlebih dahulu. Dia mengangguk tanda setuju.

Aku kemudian mengangkat tubuhnya dengan kedua tanganku. Jarik yang ia kenakan membuatnya tidak mungkin untuk dibawa di punggung. Dia menundukkan kepalanya sementara tangannya mengalung di leherku.

"Jangan temui saya lagi," larangku tanpa menatapnya.

"Kenapa?"

"Kamu tidak akan berhasil."

Itu kalimat yang selalu aku ucapkan pada gadis yang datang ke rumah.

"Saya tidak akan menemui kamu setelah ini," ucapnya.

"Bagus," sahutku.

"Tapi setelah saya sembuh, saya pasti ke sini lagi," ucap Gayatri yang membuatku segera menatapnya.

"Tunggu saya, jangan kirim lamaran ke rumah lain saat saya pergi," tambahnya seraya tersenyum.

[.]

RindumuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang