Istirahat makan siang sudah selesai, tapi bukannya kembali ke kantor, Sekala justru mengendarai mobilnya ke jalur yang berbeda.
"Kita mau kemana?" tanyaku penasaran.
"Pacaran," jawab Sekala sambil tersenyum penuh arti.
Membuat wajahmu memanas seketika. Seperti ada aliran energi listrik yang mengalir dari genggaman tangan Sekala.
Sekala membawaku ke sebuah restoran. Restoran ini menggunakan tema garden party, jadi semua meja pelanggan berada di taman. Ada kolam renang juga di sana dan kami bisa menatap pemandangan indah di mana-mana.
"Sekala, kita makan lagi?"
Sekala mengangguk lalu menarik kursi untukku. Aku kemudian duduk dan dia duduk tepat di hadapanku. Ada lilin dan mawar juga di meja kami, jadi ini seperti candle light dinner di siang bolong.
"Ih, habis makan masa makan lagi? Nanti kalo aku gendut gimana?" gerutuku. Ya, walaupun kelihatannya makanan di tempat ini enak.
"Kamu gendut saya juga tetep sayang."
Sekala mengerlingkan matanya seraya tersenyum.
Sial, tubuhku berdesir dibuatnya. Rasanya seperti jutaan kupu-kupu berada di atas perutku. Aku mengerutkan bibirku sebal.
Sekala kemudian mengusap rambutku perlahan. "Mau makan apa?"
"Dessert aja," jawabku. "Udah kenyang tadi makan."
Sekala mengangguk lalu memanggil pelayan dan memesan dua buah puding cokelat serta dua buah smoothies stroberi untuk kami berdua.
"Sekala, nama orang tua kamu siapa sih?" tanyaku sambil mengaduk smoothies yang baru saja datang itu.
"Rudianto Ajinegara dan Roswita Sekarningrum," jawab Sekala lalu mengunyah pudingnya.
"Orang tua kamu yang asli?"
Aku menopang daguku dengan kedua tangan seraya menatap Sekala. Rahang kokoh, hidung mancung, matanya tajam tapi meneduhkan, rambutnya hitam legam dipotong dengan gaya spike. Lima ratus tahun yang lalu ada mahluk setampan ini?
"Sulaiman dan Widyastuti," jawab Sekala. "Kenapa kamu tiba-tiba nanyain itu?"
"Enggak apa-apa," jawabku. "Penasaran aja."
Sekala mengusap mulutnya menggunakan tisu. "Saya anak ketujuh dari dua belas bersaudara. Sebenernya delapan belas, tapi tiga kakak saya dan tiga adik saya meninggal ketika lahir."
"Buset!"
Ups! Aku segera menutup mulutku. Ya, aku tahu orang jaman dulu memang memiliki banyak anak. Ayahku saja anak ketiga dari tujuh bersaudara.
"Orang jaman sekarang rata-rata cuma punya dua anak." Sekala terkekeh. "Kamu mau punya anak dua belas?"
"Enggak makasih."
Aku segera menggeleng. Dua saja sudah cukup bagiku. Tiga juga tidak apa-apa, tapi dua belas? Membayangkannya saja aku tidak mampu.
Sekala meraih tanganku, lalu menatapku dengan penuh arti.
"Aluna, will you marry me?"
"Huh?"
Aku mematung menatapnya. Bukannya dia sudah pernah menanyakan hal itu sebelumnya.
"Saya hanya ingin memastikan lagi," ucapnya seperti mengerti apa yang ada di benakku. "Kamu sering ragu karena Nadia. Saya sudah bicara dengan orang tua kamu. Mama juga setuju."
"Sekala..."
"Kamu tinggal pilih tanggal saja," ucapnya lagi.
Aku tertawa kecil. Rasanya air mataku ingin jatuh. Dia mengerutkan dahinya, seraya tersenyum penuh harap ke arahku.
"Jawaban aku masih sama, Sekala."
Sekala menampakkan jajaran giginya.
"Aku mau."
Dan dengan sigap, Sekala segera memelukku.
[.]
KAMU SEDANG MEMBACA
Rindumu
Short Story[BOOK 2] Read HEARTBEAT first! "Jika kamu, Gayatri kedua-ku, Cataluna Renata, membaca catatan ini. Itu tandanya, aku, Sekala Ajinegara, sudah kembali ke dalam masa penantian panjang. Menanti Gayatri-ku yang lain lagi. Walau sesungguhnya aku tak mau...
