Seminggu lagi acara mitoni Mbak Kesuma akan dilaksanakan, tapi entah kenapa Mas Hermawan sudah membawaku ke rumahnya. Hanya aku, padahal Mas Adinata juga ada di rumah.
Kenapa harus aku?
Dia bilang Mas Adinata harus beristirahat dulu setelah berlayar jauh dan bisa menyusul nanti bersama saudaraku yang lain. Padahak aku juga berlayar dengan Mas Adinata dan kami pergi bersama. Aku juga masih lelah.
Kenapa harus aku?
Satu hal lagi,
Kenapa hanya aku sendiri?
Sudahlah. Lagipula aku sekarang sudah berada di rumahnya. Rumah yang sebagian besar terbuat dari kayu jati dan bergaya joglo ini memang luas. Hadiah dari Raden Aji ketika pernikahan Raden Kesuma dengan kakakku itu. Ada sepuluh kamar di sini, halamannya juga luas.
Aku berjalan mengelilingi rumah ini. Tidak ada yang berbeda dengan ketika aku datang ke rumah ini dua tahu yang lalu. Lalu mataku tertuju pada seorang gadis yang sedang berjalan sendirian di jalanan yang sepi. Aku kemudian menghampirinya. Untuk apa seorang gadis berjalan sendirian malam-malam begini. Dari pakaian yang ia kenakan, menyiratkan bahwa dia berasal dari keluarga terpandang.
"Sekala?" ucap gadis itu.
"Kamu... Gayatri?"
Aku memicingkan mataku. Pencahayaan yang minim membuatku sulit mengenali wajahnya.
Dia mengangguk.
"Untuk apa kamu keluar malam-malam begini?" tanyaku padanya.
"Cari angin?" Dia berucap antara menjawab dan bertanya.
"Lalu kenapa kamu sekarang berjalan di sampingku?" tanya Gayatri seraya menarik jariknya sedikit ke atas, dia tampak kesulitan berjalan.
"Tidak baik seorang gadis keluar malam-malam sendirian," jawabku tanpa menatapnya.
"Tapi kalau saya jalan berdua sama laki-laki iti juga enggak baik," sahutnya, menceramahiku.
"Saya berbeda."
"Ya, kamu berbeda."
Dia segera mendongakkan kepalanya dan menatapku. Lalu perlahan dia menyunggingkan senyumnya.
"Eh, bukan begitu maksudku." Sepertinya gadis itu salah tangkap. Dia mungkin tidak bisa tidur setelah ini. "Saya berbeda karena saya masih kerabat kamu. Orang-orang juga tahu kalau saya--"
"Calon suami Gayatri," timpalnya seraya tersenyum tanpa ragu.
Aku menghentikan langkahku, dia pun melakukan demikian. Aku menatapnya selama beberapa saat dan tatapannya masih sama. Ah, dadaku rasanya tidak nyaman. Seperti ada sesuatu yang berdesir di sana.
"Saya belum setuju tentang itu," ucapku. Menolaknya lagi.
Aku kemudian melanjutkan langkahku.
"Kenapa kamu begini?" tanyanya sambil mencoba menyamakan langkah karena aku mempercepat langkahku.
"Apanya?"
"Kenapa kamu menolak saya terus?" Dia mengerucutkan bibirnya. "Banyak pangeran dan bangsawan lain datang ke rumah untuk melamar saya, tapi kenapa kamu justru menolak saya?"
"Kalau begitu menikahlah saja dengan pangeran atau bangsawan itu," ketusku, semakin mempercepat langkah.
"Mas Sekala."
Kali ini Gayatri menahan tanganku. Membuat langkah kami berdua terhenti. Matanya menatapku kesal. Sebenarnya antara kesal, sedih dan kecewa. Namun kata 'Mas' itu membuatku semakin tidak nyaman.
"Apa kamu menyukai gadis lain?"
Aku menggeleng. "Tidak."
"Apa kamu membenciku?"
Aku menggeleng. "Tidak juga."
"Apa kamu tidak mencintaiku?"
Aku menatapnya. "Kamu tahu jawabannya."
Aku hendak berjalan lagi tapi dia menahan tanganku semakin erat. Seolah tidak puas dengan jawaban yang kuberikan barusan.
"Saya hanya tidak ingin menikah."
Mata bundarnya itu membulat dan genggamannya perlahan melonggar. "Kenapa?" desisnya.
"Sudah malam, kembalilah ke Griya Laksmi atau menginap saja di rumah Mas Hermawan saja. Kamu pasti lelah. Berisirahatlah, Gayatri."
Aku kemudian melanjutkan langkahku tanpa menghiraukan gadis itu lagi.
[.]
KAMU SEDANG MEMBACA
Rindumu
Short Story[BOOK 2] Read HEARTBEAT first! "Jika kamu, Gayatri kedua-ku, Cataluna Renata, membaca catatan ini. Itu tandanya, aku, Sekala Ajinegara, sudah kembali ke dalam masa penantian panjang. Menanti Gayatri-ku yang lain lagi. Walau sesungguhnya aku tak mau...