🔥 Sekala : Sepertinya Tidak 🔥

1.7K 325 12
                                    

Banyak kapal besar singgah di dermaga ini. Baik kapal berdagang, penjelajah dan sebagainya. Ada banyak pakaian bagus juga serta makanan yang enak di sini, dan tentu saja kopi. Semua yang ada di sini memang membuat kebutuhanku tercukupi. Apa yang tidak bisa kudapatkan di rumah, bisa kudapatkan di sini. Penginapan di sini juga nyaman.

Tapi, rasanya tetap saja kurang.

"Kapan kita kembali?" tanyaku setelah semua barang yang ada di kapal telah diturunkan.

"Kita baru saja tiba tiga hari yang lalu dan kamu sudah ingin kembali?" tanya Mas Adinata seraya berkacak pinggang. "Butuh waktu tiga bulan untuk sampai di sini, nikmati saja dulu. Setelah satu bulan, kita akan kembali. Saya tahu banyak kedai kopi yang nikmay di sini."

"Apa Mas tidak rindu dengan Mbak Hanum?" Aku balik bertanya.

"Tentu saja aku merindukannya," jawabnya. "Lalu kenapa kamu ingin segera pulang?" Dia balik bertanya seraya tersenyum jahil. "Kamu juga merindukan seseorang di sana?"

"Saya rindu ayah dan ibu," jawabku.

"Kamu tidak merindukan Gayatri?" Senyumnya semakin menjadi-jadi.

"Ya, saya merindukannya. Maksudnya semua orang di sana," jawabku memperjelas.

"Terakhir kali kamu melukainya lagi," ucap Mas Adinata sambil berjalan beriringan di sampingku.

"Siapa?"

"Gayatri," jawabnya. "Kamu memintanya menunggu lalu kamu bilang dia sebaiknya menikah dengan orang lain."

"Itu--"

"Kamu terlalu mencintainya atau karena kamu tidak mencintainya sama sekali?" timpal Mas Adinata.

"Saya...saya hanya ingin dia baik-baik saja," jawabku, sebenarnya tak menjawab pertanyaannya.

"Kamu kira setelah memperlakukan dia seperti itu, dia akan baik-baik saja?" tanyanya lagi dan tentu saja jawabannya tidak.

Aku menggeleng lemah.

"Kamu mencintainya, akui saja itu," ujarnya seraya menepuk bahuku.

"Ya, sangat."

Akhirnya aku mengatakan itu. Meski bukan kepada Gayatri, setidaknya batinku tidak tersiksa lagi.

"Aku akan mengirim surat ke rumah."

"Jika Mas mengirim surat, surat itu akan tiba ketika kita tiba," sahutku.

"Ya, tentu saja." Dia tersenyum. "Jadi kamu akan menikah dengannya saat kembali?"

"Saya--"

"Jangan bilang tidak," timpalnya, berjaga-jaga.

"Tapi kemungkinan besar dia sudah menikah dengan orang lain ketika kita sampai di rumah," sahutku seraya tersenyum getir, entah kenapa rasanya sesak mengatakan hal itu.

"Apa kami akan baik-baik saja jika begitu?"

"Ya.... sepertinya tidak."

[.]

RindumuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang