Uap panas dari cangkir kopi hitam itu mengepul naik ke udara yang dingin ini. Senyumnya yang lembut serta matanya yang teduh membuatku tak bisa mengalihkan pandanganku. Ini kesekian kalinya kami jalan berdua.
Aku dan Sekala.
Akhir-akhir ini dia menjadi lebih baik kepadaku. Dia juga menjadi lebih perhatian, atau mungkin hanya perasaanku saja.
"Aluna, maaf, usia kamu sekarang berapa?"
"23 tahun," jawabku.
Sekala tersenyum. "Berarti lima tahun yang lalu usia kamu delapan belas tahun?"
Aku mengangguk. Itu sudah jelas sepertinya jika 23 dikurangi lima hasilnya delapan belas.
"Beberapa hari terakhir ini Nadia meminta saya berhenti berhubungan dengan kamu. Dia melarang saya pulang bersama kamu, makan bersama kamu, bahkan dia bilang sebisa mungkin saya tidak berpapasan dengan kamu di kantor," terang Sekala.
Aku tersenyum sinis. Nadia ternyata seperti itu. Dia tahu, Sekala-nya adalah Sekala-ku dan ia tidak ingin Sekala kembali kepadaku.
"Tapi tetap saja saya tidak bisa," sambungnya. "Seberapa kalipun saya mencoba, saya tidak bisa menahan diri untuk menghampiri kamu ketika saya melihat kamu."
Kalimatnya begitu meneduhkan. Membuat hatiku merasa senang seketika. Kamu mungkin lupa, tetapi hatimu tidak akan berbohong.
"Semalam saya bermimpi lagi tentang kamu," ucap Sekala lalu menyeruput espresso panas dari cangkirnya.
"Oh ya? Gimana?" tanyaku antusias.
Sekala tersenyum. "Kita pacaran."
"Huh?" desisku pelan. Wajahku ini pasti sudah melongo di hadapan Sekala. Pacaran? Aku tidak salah dengar?
Sekala menatapku. "Aneh ya? Tapi emang gitu. Kamu teriak-teriak di atap rumah sambil manggil saya, lalu saya datang dan entah apa yang terjadi selanjutnya, tapi akhirnya kita pacaran."
Aku tersenyum kecil. Jujur saja aku tidak bisa menyembunyikan rasa bahagiaku saat itu.
"Entah kenapa rasanya nyata," ucap Sekala lagi. Membuatku semakin bahagia.
"Aluna, bisa kamu berdiri? Saya ingin memastikan satu hal."
Aku mengangguk lalu bangkit dari kursiku bersamaan dengan Sekala yang juga berdiri. Dia kemudian menghampiriku dan.... wush! Sekala memelukku.
Iya, memelukku!
Dia memelukku dengan erat sembari meletakkan dagunya di bahuku sejenak.
"Pak, enggak enak dilihat orang," ucapku padahal sebenarnya aku ingin memeluknya dengan erat selama mungkin.
Sekala kemudian merenggangkan pelukkannya. "Makasih."
"Tadi... maksudnya apa ya?"
"Saya hanya memastikan apa penyakit jantung saya kambuh atau tidak," jawabnya.
"Maksud kamu, penyakit kamu kambuh kalo di deket aku?" tanyaku memastikan. Itu sebenarnya logika yang kurang masuk akal untuk diterima.
"Mungkin." Sekala mengedikkan bahunya. "My heart is beating hard when I'm with you."
Pria itu kemudian tersenyum penuh arti. Membuat jantungku berdegup kencang dan wajahku memanas.
Sekala, aku tidak memaksamu mengingatku.
Aku hanya ingin kamu mengikuti kata hatimu dan kembali kepadaku.
Secepatnya.
[.]
KAMU SEDANG MEMBACA
Rindumu
Short Story[BOOK 2] Read HEARTBEAT first! "Jika kamu, Gayatri kedua-ku, Cataluna Renata, membaca catatan ini. Itu tandanya, aku, Sekala Ajinegara, sudah kembali ke dalam masa penantian panjang. Menanti Gayatri-ku yang lain lagi. Walau sesungguhnya aku tak mau...
