Hari-hari terakhirku berada di rumah.
Setelah ini, aku akan pergi berlayar ke Italia bersama dengan Mas Adinata. Mbak Hanum akan tinggal di rumah kali ini karena dia sedang mengandung anak pertama mereka.
Beberapa peti sudah menumpuk di halaman rumah. Siap untuk diangkut ke kapal yang kini sudah berlabuh di dermaga yang tak jauh dari rumah. Baru satu bulan aku berada di rumah dan kini aku akan pergi lagi.
Aku akan meninggalkan rumah ini. Kedua orang tuaku dan kedua adikku itu. Satu hal lagi, aku akan meninggalkan gadis yang sedang duduk di tepi pantai itu. Kini, setiap kali Mbak Kesuma dan Mas Hermawan datang ke rumah, dia juga ikut bersama mereka.
"Apa yang sedang kamu lakukan?" tanya Mas Hermawan mengaburkan lamunanku.
"Menatap laut," jawabku.
"Laut atau yang sedang bermain bersama laut?" tanya Mas Hermawan, menggodaku.
Aku hanya tersenyum tipis seraya menepis tangannya dari bahuku.
"Berhentilah berbohong," ucapnya. "Akui saja."
"Memang saya berbohong tentang apa?"
Bukannya menjawab, dia malah berkacak pinggang dan menatapku kesal. Aku berjalan menuju pantai dan Mas Hermawan mengikutiku lalu kami berjalan beriringan di atas pasir putih.
"Hanya tinggal beberapa hari dan dia juga akan pergi ke kota lain setelah ini." Mas Hermawan menepuk bahuku.
"Lalu?"
"Apa kamu tidak ingin mengucapkan beberapa patah kata padanya?"
"Untuk apa?" Aku balik bertanya.
"Dia masih belum menjadi istri siapapun," ucap Mas Hermawan tapi aku masih tidak mengerti.
"Lalu?"
"Kamu ini terlalu pintar atau terlalu bodoh sebenarnya?" Mas Hermawan berkacak pinggang lagi, menatapku antara kesal dan marah. Tapi aku memang tidak mengerti dengan apa yang dia maksud.
"Gadis seperti dia, pasti banyak yang mengincar. Akan banyak lamaran datang untuknya setelah ini," tambah Mas Hermawan dengan nada bicaranya yang naik beberapa oktaf. "Apa kamu akan melepaskan Gayatri begitu saja?"
Aku beralih menatap Gayatri sendu. "Gayatri. Gadis itu terlalu baik, terlalu ceria, terlalu manis. Dia terlalu sempurna untuk seseorang seperti saya."
"Lalu apa kekuranganmu? Apa kekurangan adik Hermawan ini? Kamu tampan. Saya akui lebih tampan dari saya. Kesuma bahkan ingin anaknya nanti jika laki-laki seperti kamu."
Mas Hermawan berucap dengan menggebu-gebu.
"Kamu pandai, para pangeran bahkan iri dengan kamu ketika kamu ikut saya di Kencana Putra. Kamu baik, semut pun kamu biarkan menghabiskan makan siangmu. Katakan pada saya kenapa kamu tidak layak untuknya?"
Aku hanya diam. Terdiam menatap Gayatri dan merenungkan semuanya. Aku kemudian berjalan menghampirinya. Menariknya dari sana dan membawanya ke tempat yang lebih sepi untuk berbicara empat mata.
"Saya akan pergi selama kurang lebih enam bulan." Aku memutar tubuhku. Menghadapnya kali ini. Menatap matanya yang bulat dan hitam sepekat kopi. "Apa kamu bisa.... menunggu saya?"
Gayatri tersenyum lalu mengangguk mantap.
"Saya senang, kamu meminta saya menununggu."
[.]
KAMU SEDANG MEMBACA
Rindumu
Short Story[BOOK 2] Read HEARTBEAT first! "Jika kamu, Gayatri kedua-ku, Cataluna Renata, membaca catatan ini. Itu tandanya, aku, Sekala Ajinegara, sudah kembali ke dalam masa penantian panjang. Menanti Gayatri-ku yang lain lagi. Walau sesungguhnya aku tak mau...
