🔥 Sekala : Pergi 🔥

2K 343 8
                                        

Pakaian, makanan, kain dan rempah-rempah. Semuanya sudah berada di atas kapal. Tinggal menunggu waktu saja kapan aku dan Mas Adinata serta awak kapal lainnya akan pergi.

Aku menatap sekeliling. Burung camar di atas langit tampak bersautan, seolah mengucapkan salam perpisahan. Kedua orang tuaku dan para saudaraku sudah berkumpul. Siap melepas kami pergi. Cuaca juga sangat cerah hari ini.

Hanya saja aku merasa ada yang kurang.

"Kamu mencarinya?" tanya Mas Adinata seraya menggulung tali.

"Ah, tidak." Aku segera menundukkan kepalaku.

"Makanya, selagi ada kesempatan, jangan kamu buang-buang," nasehatnya seraya tersenyum.

"Tidak, saya tidak menyesal tentang itu," jawabku, lalu membantunya menggulung tali.

"Sekala!"

Seseorang berseru memanggil namaku. Membuatku dan Mas Adinata segera menatap ke arah sumber suara.

"Lihat siapa yang datang!" tambah orang yang berseru itu, Mas Hermawan, sembari menunjuk ke arah sebuah kereta kuda yang baru saja tiba.

Aku melihat ke arah itu dan gadis berkepang dua sudah berdiri di depan kereta kuda. Gadis itu tersenyum lebar, memamerkan jajaran giginya. Sebelum akhirnya berlari ke arahku. Dia tidak memakai jarik yang panjang kali ini, sedikit lebih pendek. Di bawah lutut.

Tanpa permisi, dia segera memeluk tubuhku. Membuatku terkesiap dan menjatuhkan gulungan tali yang tadi kugenggam. Sementara orang-orang berseru senang sambil bertepuk tangan.

"Gayatri, lepaskan," pintaku yang merasa tak nyaman. "Ada banyak orang di sini."

"Jika tidak ada banyak orang, berarti saya boleh memelukmu lebih lama?" Dia merenggangkan pelukkannya lalu mendongak menatapku. Senyumnya masih belum turun.

"Gayatri, tolong lepaskan," pintaku lagi. "Saya tidak bisa bernapas."

Kali ini dia melepaskan pelukkannya, tapi dia mengerutkan bibirnya kesal.

"Kamu akan pergi sangat lama, kenapa saya tidak boleh memeluk kamu dengan lama juga?" protesnya.

"Kenapa kami berkata demikian?" Aku balik bertanya. Ada banyak orang di sini, dan itu membuatku sedikit malu.

Gayatri meraih tanganku. "Kamu meminta saya menunggu, Apa artinya... kamu menerima saya?"

"Artinya tunggu saya jika kamu ingin menikah," jawabku sambil menatap matanya.

Dia tersenyum senang. "Kita akan menikah setelah kamu kembali?" ucapnya tanpa melepaskan kontak matanya denganku.

"Bukan." Aku menggeleng lalu menatap ke arah lain. "Carilah laki-laki lain jika kamu mau dan menikahlah, tapi jika kamu ingin mengadakan pesta penikahan, tunggu saya kembali."

"Apa?" Dahinya mengernyit tidak mengerti. Tangannya perlahan melepaskan tanganku, kecewa.

"Maaf, Gayatri, tapi saya tidak ingin kamu menangis karena saya suatu hari nanti."

"Jika kamu seperti ini, kamu membuat saya menangis," sahutnya. Aku bisa melihat air matanya di pelupuk.

Aku hanya tersenyum tipis lalu mengusap rambutnya pelan. Rasanya berat meninggalkan gadis ini. Apalagi ketika aku kembali nanti, dia pasti sudah bersama laki-laki lain.

"Kapal sudah siap, saya pergi dulu. Jaga dirimu baik-baik dan temukan laki-laki baik yang bisa menjagamu. Jangan menangis karena saya."

Aku tersenyum lalu berjalan menuju kapal. Dia masih menatapku nanar, penuh dengan kekecewaan.

Kapal besar ini akhirnya perlahan pergi meninggalkan dermaga. Menyisakan bayang-bayang kecil orang-orang yang melambaikan tangannya.

Dan, akhirnya aku benar-benar pergi.

[.]

RindumuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang