🌼 Gayatri : Lebih Kejam 🌼

1.8K 335 14
                                        

Hari ini, aku pergi mengunjungi Mbak Kesuma. Ya, entah kenapa aku rindu dengan keponakanku yang baru berumur beberapa bulan itu.

Kali ini aku pergi sendiri. Tidak bersama Mas Gilang, dia sedang pergi menemui pedagang India masalah rempah-rempah yang tidak kumengerti. Aku hanya pergi bersama kusir.

Setibanya di sana, aku segera turun dengan membawa beberapa oleh-oleh untuk Sekar dan adiknya. Entah kenapa rumah itu begitu sepi, tak seperti biasanya.

Aku melangkahkan kakiku masuk ke dalam rumah. Biasanya ada beberapa pelayan yang sedang merawat tanaman atau berjalan ke sana kemari tapi kali ini tidak.

Aku masuk lebih dalam lagi dan menemukan beberapa pelayan sedang berkumpul di dapur dan berbisik-bisik.

"Jangan katakan kepada Gayatri."

Suara anggun yang terdengar cukup jelas itu adalah suara Mbak Kesuma. Membuatku semakin penasaran tentang apa yang sedang mereka bicarakan.

"Itu pasti sangat berat," ucap salah seorang pelayan.

"Tapi bukan kah dia sudah menikah? Kenapa dia masih peduli dengan laki-laki itu?" sahut pelayan yang lain.

"Kamu lupa? Raden Gayatri masih sangat mencintai mantan calon suaminya itu."

Mbak Kesuma mengangguk pelan. "Dia mungkin tidak bisa menerima jika Sekala tidak akan kembali lagi."

"APA?!"

Tubuhku membeku di tempatnya. Kalimat itu terasa sumbang. Aku kesulitan mencernanya. Sekala tidak akan kembali lagi? Apa maksudnya?

"Gayatri?"

Mbak Kesuma segera memutar tubuhnya ke arahku. Menatapku dengan rasa iba dan bersalah. Membuatku semakin tidak mengerti.

"Gayatri, Sekala hilang," ucapnya seraya meletakkan kedua tangannya di bahuku.

Aku menepis tangannya. "Kenapa Mbak bercanda?"

"Gayatri--"

Tanpa mendengar penjelasannya lebih lanjut, aku pergi keluar dadi rumah itu. Mencari kereta kuda yang ada dan segera pergi menuju rumah Sekala. Aku tidak akan percaya sebelum memastikan semuanya.

Sekala? Hilang?

Yang benar saja!

Jangan bermain-main!

Begitu aku tiba di sana, tak ada suara lain yang kudengar selain isak tangis. Dengan segala harapan yang kupunya, aku memberanikan diriku melangkah masuk.

Dan benar saja, semua orang yang ada di dalam sana menangis.

"Kenapa kalian menangis? Sekala tidak apa-apa, kenapa kalian menangis?"

"Sekala.... dia hilang," ucap Mas Adinata lirih. Dia masih menunduk, penuh penyesalan. "Kapalnya terkena badai dan tenggelam. Hanya Jaka yang selamat. Dia ditolong oleh nelayan."

Aku mendengus kesal. Kenapa orang-orang di sini berbohong kepadaku? Tanpa sadar air mataku jatuh perlahan dan cepat-cepat aku menghapusnya.

Sekala tidak apa-apa, lalu kenapa aku harus menangis?

Mataku beralih menatap ke arah ibu Sekala yang sedang menangis sambil memeluk pakaian Sekala.

"Bibi, Sekala baik-baik saja, lalu kenapa Bibi menangis?" tanyaku sambil berjalan ke arahnya.

"Terimalah, Gayatri." Mbak Hanum meraihku ke dalam pelukkannya. "Kita semua menyayanginya. Terimalah, Sekala sudah pergi sekarang."

"Kenapa semua orang di sini bersandiwara?!" pekikku bersamaan dengan bahuku yang mulai naik turun.

"Gayatri..."

"Sekala-ku baik-baik saja, kenapa kalian menangis?"

Suaraku melemah dan aku tidak bisa menahan tubuhku lagi. Aku menyerah. Aku tidak sanggup lagi berdiri. Seketika tangisku pecah. Bibirku mulai bergetar seiring dengan rasa sesak di dadaku yang semakib menjadi-jadi. Aku kesulitan bernapas. Alasanku bernapas sampai detik ini pergi entah kemana.

Sekala, kenapa kamu begitu kejam kepadaku?

Kenapa kamu begitu jahat?

Kamu tahu?

Hatiku remuk seketika.

[.]

RindumuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang