Hari ini adalah mitoni Mbak Kesuma. Semua anggota keluarga dan para abdi dalem sibuk berkeliaran ke sana kemari mempersiapkan banyak hal.
Aku berdiri di tepi balkon lantai atas. Menatap keramaian yang ada di bawah sana. Aku tidak sendirian kali ini. Bukan. Bukan dengan Gayatri. Aku sedang bersama Mas Adinata.
"Saya akan berlayar ke Italia seminggu lagi," ucapnya seraya menatapku.
"Italia? Kopi kapu-kapu itu?" tanyaku memastikan. Dia pernah memberiku kopi dari sana tapi aku lupa namanya.
Mas Adinata terkekeh. "Cappucino."
"Ya, apapun itu."
"Kamu mau ikut?" tanyanya, seharusnya dia sudah tahu jawabannya.
"Tentu saja," jawabku mantap.
"Lalu dia?" tanyanya entah pada siapa. Pertanyaan itu bisa menyambung ke banyak hal.
"Dia siapa?" Tentu saja aku balik bertanya.
"Dia," jawabnya seraya menunjuk gadis yang sedang menggendong Sekar di bawah sana. "Calon istrimu."
"Dia bukan calon istri saya," sahutku, hingga saat ini aku masih belum menyetujuinya.
"Kenapa? Dia cantik bukan? Dia kesayangan Raden Aji," tanyanya seraya menatap Gayatri.
"Ya... karena," jawabku. Jawaban ambigu. Aku tidak tahu harus menjawab apa.
"Jika kamu takut meninggalkan dia sendirian, bawa saja dia bersamamu. Seperti saya membawa Hanum."
Aku tersenyum tipis. "Membawa Gayatri berlayar? Tidak. Dia bisa terkena badai dan hilang bersama saya nanti. Raden Aji akan sangat kehilangan."
"Hey, kemana dia tadi?" Mata Mas Adinata mencari Gayatri di antara orang-orang di bawah sana.
"Hai?"
Seseorang menyapaku dan Mas Adinata dari belakang. Kami berdua kemudian memutar tubuh dan menatap ke arah sumber suara. Gadis yang tadi Mas Adinata cari, kini sudah berada di hadapan kami.
"Kalau begini, saya harus pergi dulu," pamit Mas Adinata lalu tersenyum menepuk bahuku pelan sebelum akhirnya pergi meninggalkan kami berdua.
Gayatri berdiri di sampingku. Tepat di sampingku. Lengan kami bahkan menempel.
"Kenapa kamu tidak turun?" tanya Gayatri. "Tadi Rama meminta saya untuk mencari kamu."
"Saya baru mau turun bersama Mas Adinata tadi," jawabku. "Turunlah, nanti saya menyusul."
Dia malah menunduk lesu. Entah karena apa. Aku kemudian menatapnya sejenak. Entah apa yang dia pikirkan, aku merasa tidak mengatakan hal yang menyakiti hatinya.
"Mas, kenapa kamu selalu menolak saya?" tanyanya masih menunduk.
"Kamu ingin tahu alasannya?"
Dia mengangguk.
"Karena saya lebih suka berlayar jauh dan meninggalkan rumah."
"Saya akan menunggu kamu," jawabnya mantap.
"Saya bisa pergi berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun," ucapku lagi, sayangnya dia tak gentar.
"Saya akan tetap menunggumu," jawabnya lagi.
"Laut itu ganas, mungkin tidak akan kembali lagi dan hanya tinggal dalam kenanganmu."
Kali ini dia terdiam sejenak. Menunduk lesu selama beberapa saat. Aku tersenyum kecil, dia pasti tidak mampu untuk yang satu itu. Namun dia mendongakkan kepalanya dan menatapku kemudian.
"Kalau begitu, bawa saya bersamamu. Jadi kita berdua akan hilang bersama."
Tanganku terulur, mengusap rambutnya yang digelung itu perlahan. Bibirku menyunggingkan sebuah senyuman kecil.
"Gayatri?"
"Ya?" jawabnya seraya tersenyum antusias.
"Kalau begitu, jangan lakukan. Jangan menikah dengan saya. Cari saja laki-laki lain."
Dahinya berkerut dan mulutnya terbuka sedikit. Dia tampak bingung menatapku. Mungkin dia berpikir, setelah semua jawaban yang ia berikan, aku mau menikah dengannya. Namun kenyataannya tidak.
Kenapa?
Aku ingin dia baik-baik saja.
Hanya itu.
Aku kemudian pergi meninggalkannya.
[.]
KAMU SEDANG MEMBACA
Rindumu
Short Story[BOOK 2] Read HEARTBEAT first! "Jika kamu, Gayatri kedua-ku, Cataluna Renata, membaca catatan ini. Itu tandanya, aku, Sekala Ajinegara, sudah kembali ke dalam masa penantian panjang. Menanti Gayatri-ku yang lain lagi. Walau sesungguhnya aku tak mau...
