❄ How He Back ❄

1.8K 307 17
                                        

Terombang-ambing di papan kayu selama berhari-hari membuat tubuhnya menjadi lemah. Tubuhnya mengurus dan ia bahkan nekat meminum air laut untuk bertahan hidup. Hingga seorang nelayan menemukannya dan membawanya kembal ke daratan.

Dwiono Satya.

Sekala masih ingat nama itu. Nama nelayan yang menolongnya dan merawatnya selama sebulan lebih. Laki-laki paruh baya itu merawat Sekala seperti anaknya sendiri. Rumah laki-laki itu terletak di pinggir pantai, tak begitu luas. Dia hanya tinggal bersama dengan anak semata wayangnya, Naraya Dian.

"Pak, apa saya boleh pulang?" tanya Sekala ketika tepat empat puluh lima hari berada di rumah itu.

Dwiono yang sedang merapikan jala itu menatap Sekala dengan tatapan sedihnya. "Saya juga tidak bisa menahan kamu di sini. Kamu pasti juga memiliki keluarga."

"Orang-orang di rumah saya pasti mengkhawatirkan saya," sahut Sekala lalu membantu Dwiono merapikan jalanya.

"Ayah, Mas Sekala, ini kopinya," ucap Naraya yang baru saja tiba dengan nampan berisi dua gelas kopi lalu segera duduk di samping Sekala.

"Di mana rumahmu?" tanya Dwiono, tanpa menatap Sekala.

"Pesisir Selatan, arah bintang sirius," jawab Sekala yang tentu saja membuat Dwiono menatapnya heran.

"Kamu pasti pelaut yang handal," puji Dwiono setelah mendengar perkataan tingkat tinggi Sekala itu. "Kapan kamu akan kembali?"

"Besok saya akan ikut bersama seorang pedagang yang kebetulan saya kenal," jawab Sekala.

"Jangan lupakan saya," pinta Dwiono lalu menepuk-nepuk bahu Sekala.

"Tentu, saya pasti akan membalas segala kebaikan Bapak," ucap Sekala sambil menggenggam tangan Dwiono.

"Aku tidak meminta apapun darimu, hanya sebagai gantinya, maukah kamu menikah dengan anakku, Naraya?"

Mendengar permintaan laki-laki yang sudah merawatnya selama sebulan lebih itu membuat Sekala tertegun. Dia tidak bisa menikahi Naraya.

"Maaf, saya tidak bisa menikahi Naraya," tolak Sekala secara halus. "Saya sudah bertunangan."

Dwiono tersenyum simpul. "Kamu laki-laki yang baik."

"Mas Sekala, boleh saya memberi kamu sesuatu sebelum kamu pergi?" tanya Naraya yang sedari tadi hanya diam di samping Sekala. Diam-diam hatinya terasa ngilu setelah mendengar penolakan Sekala tadi.

"Tentu saja, apa itu?"

Naraya kemudian mendekatkan dirinya pada Sekala, memejamkan matanya lalu mengecup sekilas bibir laki-laki itu. Membuat mata Sekala segera membulat akibat perlakuan Naraya itu.

"Ciuman pertama saya sekarang milik kamu."

Naraya tersenyum simpul.

[.]

RindumuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang