"Mbak Luna, deadline laporannya besok loh."
Entah sudah berapa orang yang mengucapkan hal itu kepadaku. Sejak mengetahui Sekala-ku bukanlah Sekala-ku lagi, semangat hidupku menjadi hilang begitu saja.
Aku melangkahkan kakiku keluar dari kantor. Membawa payung berwarna merah jambu itu menuju sebuah cafe yang tak jauh dari sana. Mungkin kopi bisa membuatku melupakan sejenak Sekala dan Nadia serta deadline laporan yang mengantri, atau justru sebaliknya.
Sekala sangat menyukai kopi, terutama kopi hitam. Dia pernah bercerita banyak hal tentang kopi. Kopi Kintamani yang ia dapat dari salah satu pangeran Bali, kopi Gayo yang ia dapatkan dari seorang pedagang Arab, Espresso yang ia minum di Italia.
"Mbak, tolong--"
"Aluna?"
Seseorang yang berada di belakangku memanggil. Refleks, aku memutar tubuhku dan menatapnya. Aku nyaris tak bisa bernapas detik itu. Sekala dan senyum hangatnya.
"Sek--Sekala?"
Dia hanya tersenyum lalu menyerobot dan memesan terlebih dahulu. Biasanya aku marah jika ada orang yang seperti itu, tapi entah kenapa kali ini aku membiarkannya.
"Caramel frappucino-nya satu sama espresso-nya juga satu," ucap Sekala memesan kedua minuman itu. Tunggu, apa dia membaca pikiranku? Aku baru saja ingin memesan caramel frappucino.
Dia kemudian memutar tubuhnya dan menatapku masih dengan senyum hangatnya. "Sudah saya pesankan. Saya yang traktir."
Aku mengangguk. Tapi tunggu, traktir? Pesankan? Kenapa dia tiba-tiba datang dan mentraktirku? Darimana dia tahu aku akan memesan itu? Apa dia sudah mengingatku? Atau kekuatan ajaibnya sudah kembali?
"Ayo!" ajaknya seraya membawa minumanku dan miliknya.
Aku hanya menurut dan mengekor di belakangnya.
Kami kemudian duduk di sebuah meja yang hanya menyediakan dua kursi dan sebuah meja bundar kecil di dekat jendela. Menikmati hujan yang turun dengan cukup deras dan membuatku enggan beranjak. Apalagi ada Sekala di hadapanku.
"Sekala?" panggilku. Ada banyak pertanyaan di kepalaku dan dia hanya diam saja sejak tadi.
"Ya?" Dia menatapku.
"Kamu suka espresso?"
Ia mengangguk. "Minuman kesukaan saya adalah kopi. Espresso lebih tepatnya."
Bahkan kopi kesukaannya masih sama.
"Sekala?"
"Darimana kamu tahu aku di sini? Darimana kamu tahu aku mau pesan caramel frappucino? Kenapa kamu tiba-tiba muncul dan traktir aku?"
Aku tahu pertanyaanku itu banyak, tapi aku tidak bisa menanyakannya satu persatu. Aku sudah tidak tahan lagi untuk menanyakan semua itu.
"Tadi saya ke kantor, tanya ke Resha tentang laporan yang harus jadi besok tapi belum juga diberikan ke saya. Lalu dia jawab kalo Mbak Aluna belum ngasih ke dia," jelas Sekala yang membuatku terperangah tidak percaya. "Lalu saya tanya dimana Aluna, dia bilang kalau hujan, biasanya Aluna nongkrong di cafe sambil minum caramel frappucino."
"Kamu CFO* yang baru?"
Sekala mengangguk. "Karena saya atasan kamu yang baru, jangan males-malesan lagi ya?"
Aku hanya diam melongo.
Kebetulan macam apalagi ini?
[.]
*) CFO (Chief Financial Officer) : Direktur Keuangan
KAMU SEDANG MEMBACA
Rindumu
Historia Corta[BOOK 2] Read HEARTBEAT first! "Jika kamu, Gayatri kedua-ku, Cataluna Renata, membaca catatan ini. Itu tandanya, aku, Sekala Ajinegara, sudah kembali ke dalam masa penantian panjang. Menanti Gayatri-ku yang lain lagi. Walau sesungguhnya aku tak mau...
