💧 How It Happened 💧

2.5K 438 24
                                        

"Ini terlalu cepat, Ma."

Pria itu tampak tertunduk lesu. Ia melipat tangannya. Dahinya berkerut tipis, dia tidak tahu harus bagaimana sekarang.

"Terlalu cepat apanya, nak? Kalian udah pacaran tiga tahun."

Wanita berrambut gelombang dengan warna putih yang cukup dominan itu tampak terus memaksa.

"Tapi ini tiga minggu, Ma." Sekala akhirnya mendongakkan kepalanya. Menatap wanita yang usianya sudah setengah baya lebih itu. Ibunya itu sudah kalang kabut, tak bisa berpikir jernih, tak tahu harus bagaimana. "Pernikahan nggak bisa disiapin secepat itu."

"Uang untuk pernikahan kamu sudah Papa tabung sejak jauh-jauh hari, Sekala," terangnya. Dia menghembuskan napasnya asal. "Kalau kamu bilang iya hari ini, semuanya bisa siap. Mama bisa handle semuanya. Kenalan Mama sama Papa banyak."

Sekala masih diam. Merenungkan apa yang harus ia perbuat sekarang. Menikah bukanlah untuk main-main dan dia merasa masih belum siap untuk hal tersebut walaupun usianya sudah mendekati tiga puluh tahun. Apalagi akhir-akhir ini ia merasa, perasaannya bukan untuk Nadia lagi.

"Nadia, kamu bersedia kan? Kamu mau 'kan menikah dengan Sekala?"

Wanita tua itu beralih menatap gadis yang duduk di hadapan Sekala. Dia masih tertunduk, dia tidak tahu bahwa ibu pacarnya itu memintanya datang ke rumah sakit untuk membicarakan tentang pernikahan. Sebenarnya dia masih ragu, tapi Nadia juga ingin menikah dengan Sekala.

Nadia tampak mengangguk mantap, malu-malu. Sementara Sekala mendengus pelan. Ibunya itu akan semakin gencar memaksa.

"Sekala, kamu anak Papa sama Mama satu-satunya. Kamu sering dengar Papa minta kamu untuk segera menikah," ucapnya lagi. Mencoba meyakinkan putra semata wayangnya itu. "Sekarang Papa kamu sakit parah gini. Kamu enggak mau kabulin permintaan dia? Satu aja, Nak."

Sekala kemudian bangkit dan meghampiri ranjang tempat ayahnya itu terbaring lemah. Memang, dia tidak mengingat kedua orang tuanya. Memang, hingga sekarang Sekala tak yakin dirinya siapa. Namun, lima tahun mereka merawatnya dengan kasih sayang.

"Ma, Nad, bisa tinggalin kami berdua sebentar?" pinta Sekala.

Nadia dan ibunya mengangguk. Mungkin Sekala ingin berunding sejenak, walau ayahnya itu tak bisa berucap banyak. Dia sadar sedari tadi dan mendengarkan percakapan antara istri dan anaknya.

"Pa, Papa pernah bilang sama Sekala, jangan menikah karena terpaksa. Lalu ini apa?"

Sekala menatap sendu ayahnya itu.

"Pa, Papa pernah bilang sama Sekala, jangan menikah kalau enggak saling mencintai."

"Tapi kamu.. dan... Nadia saling mencintai bukan?" sahut ayahnya tertatih-tatih. Mengatakan hal itu saja rasanya seperti berlari ratusan meter.

Sekala menghela napasnya. "Awalnya iya."

"Se..karang?"

Tak menjawab, Sekala hanya mengedikkan bahunya.

Pria tua itu tersenyum kecil. "Papa enggak akan maksa kamu buat menikah, Nak."

Sekala menggeleng. "Sebagai seorang anak, Sekala harus memenuhi permintaan Papa."

Sekala menggengam tangan ayahnya.

"Tiga minggu lagi, Sekala akan menikah. Saya janji."

[.]

RindumuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang